Bantu Pemerintah dan Masyarakat Lokal, UMJ Resmikan Pusat Studi Perbatasan dan Pesisir 

MUS • Thursday, 17 Dec 2020 - 19:25 WIB

Jakarta - Masalah perbatasan dan pesisir merupakan tantangan bersama bangsa Indonesia, yang sangat kompleks dan multidisiplin. Perlu ada keterlibatan dan sinergitas lintas sektor: kementerian, pemerintah pusat dan daerah, serta semua pemangku kepentingan dalam merespon isu ini. Semuanya demi pengembangan yang lebih baik dan manusiawi, bagi wilayah dan masyarakat yang selama ini tinggal di wilayah dengan potensi disintegrasi.

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta, melakukan peresmian Pusat Studi Perbatasan dan Pesisir demi berkontribusi pada isu ini. Peresmian diikuti dengan kegiatan webinar bertema: Melintas Batas dan Pesisir pada Kamis, 17 Desember 2020 secara daring.

Pada sambutannya, Ketua PSPP Endang Rudiatin menyampaikan bahwa PSPP FISIP UMJ akan diarahkan sebagai pusat studi dalam mengkaji permasalahan dan pengembangan taraf hidup dan kesejahtaraan masyarakat di wilayah perbatasan dan pesisir.

Pernyataan ini didukung oleh Dekan FISIP UMJ, Mamun Murod yang menegaskanbahwa terdapat dua isu penting terkait isu perbatasan di daratan dan perbatasan di kelautan. Keduanya sama-sama memiliki masalah yang cukup pelik. 

"Pemerintah perlu mendengar masukan dari lembaga terkait, termasuk perguruan tinggi. Ini penting dalam membantu akselerasi program di wilayah perbatasan dan pesisir. Penanganan di kedua wilayah tersebut merupakan wajah dan citra diri kita baik di dalam maupun luar," papar Mamun.

Sementara Rektor UMJ Prof. Syaiful Bakhri menekankan bahwa PSPP FISIP UMJ merupakan kajian multidisiplin yang membutuhkan banyak bidang keilmuan. Hal ini karena kompleksitas permasalahan yang terjadi di kedua wilayah sensitif ini bagi kedaulatan bangsa. 

“Bila kita berbicara tentang perbatasan itu menyangkut kedaulatan territorial bangsa ini, sementara isu pesisir juga menyangkut ekosistem lingkungan dan sosial budaya wilayah yang bersangkutan,” ungkapnya.

Pembahasan Acara Webinar
Pada saat webinar yang dimoderasi oleh Amin Shabana, hadir 4 pembicara yang masing-masing memberikan informasi dan data terkait kerja pemerintah dalam pengembangan wilayah perbatasan dan pesisir.

Hadi Sucahyono selaku Kepala Badan Pengembangan Infrastrukt ur Wilayah Kementerian PUPR, memaparkan program pengembangan Wilayah Perbatasan dan Pesisir Sesuai Rencana TataRuang. Menurutnya saat ini pengembangan program di kedua wilayah ini sesuai dengan Visi Misi Presiden dan RPJMN 2020-2024. 

“Target pembangunan infrastruktur dari kami hingga 2024 yaitu pembangunan Sumber Daya Air, Konektivitas dan pemukiman," jelas Hadi. 

Pembicara berikutnya Sri Yanti, Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas RI mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi ekosistem pesisir yang besar untuk dikembangkan. “Hanya saja ada faktor tekanan tinggi dan permasalahan yang kita hadapi dalam mengembangkan wilayah ini. Tetapi pemerintah tetap memiliki pengelolaan berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat setempat,” ungkap Sri Yanti. 

Sementara itu Nina Damajanti, Kepala Subdirektorat Asia Tenggara dan Pasifik, memberikan data-data terkait pengaturan dalam Border Trade Aggerement Indonesia dengan 4 negara yaitu Malaysia, Filipina, Timor Leste dan Papua Nugini.

Pembicara terakhir dari Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Florensius Gatot Yanrianto, memaparkan bagaimana BNPP melakukan upaya pembangunan wilayah perbatasan sebagai beranda negara. Florensius dalam materinya menyampaikan beberapa capaian yang dilakukan dan rencana ke depan bagi pengembangan wilayah dan masyarakat di wilayah perbatasan.

Acara webinar ini ditutup dengan keynote speech dari Sekjen PP Muhammadiyah Profesor Abdul Mu'ti. Menurutnya masalah perbatasan memiliki keunikan tersendiri. Hubungan lintas batas antara warga di Indonesia dengan warga di negara tetangga yang terjalin sejak lama, menjadi budaya tersendiri yang menarik untuk dibahas. 

"Persoalan beda negara bukan menjadi masalah bagi warga setempat," katanya.

Hal serupa juga terjadi bagi para nelayan pesisir tradisional yang berlayar mencari ikan jauh ke tengah laut hingga tanpa disadari sudah masuk ke wilayah negara lain. Mereka tertanggap petugas keamanan negara tetangga seperti di Australia dan diusir. "Mereka nelayan tradisional harus berurusan dengan aspek politik atau hukum suatu negara yang tidak mudah diselesaikan," katanya.

Karena itu menurutnya perlu kerjasama yang lebih baik diantara Indonesia dengan negara tetangga dalam mengelola perbatasan. Tentunya kerjasama ini dibangun dengan semangat kesejahteraan bersama seperti halnya di negara daratan Eropa. Sehingga masalah perbatasan bukan menjadi persoalan serius yang dapat memicu perselisihan. (Set)