Serikat Petani Kelapa Sawit Minta Pemerintah Perhatikan Jalan Kebun Petani Sawit di Indonesia

MUS • Wednesday, 2 Dec 2020 - 08:15 WIB

Jakarta - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) meminta pemerintah untuk memperhatikan jalan kebun petani sawit di indonesia. Hal ini karena jalan-jalan kebun petani sawit swadaya banyak mengalami kerusakan, sehingga menyulitkan petani untuk mengangkut buah sawit atau tandan buah segar (TBS), hingga akhirnya menurunkan kualitas buah sawit milik petani. 

“Kerusakan jalan kebun sawit milik petani sangat merugikan petani, karena dengan rusaknya jalan maka akan ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan petani sawit sekitar Rp. 100- 200 rupiah/Kg. Selain itu juga akan menurunkan kualitas sawit milik petani, karena biasanya dengan kondisi jalan yang rusak maka truk-truk pengkut sawit milik petani akan bermalam di jalan sebelum sampai di pabrik kelapa sawit," kata Bernadus Mohtar, petani sawit yang juga Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat, dalam keterangan tertulisnya, Senin (1/13/2020).

“Jalan kebun petani sawit sangat penting mendapat perhatian dari pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, karena selama ini terkesan tidak diperhatikan. Contohnya untuk di Kabupaten Sekadau, banyak jalan rusak di lokasi kebun sawit akibatnya petani merugi. Apalagi sekarang kondisi hujan, sangat memprihatinkan. Mobil-mobil pengangkut sawit bisa bermalam di jalan, bahkan harus menyewa excavator dengan biaya mahal untuk menarik truk pengangkut buah sawit milik petani. Tentunya ini menambah pengeluaran lagi buat petani sawit dan mengurangi pendapatan petani," tegas Mohtar. 

Menurutnya, petani sawit selama ini membayar pajak seperti melalui pajak PPh 22 yang dipotong langsung dari penjualan sawit petani, PBB, pajak kelembagaan koperasi, dan juga melalui potongan secara langsung dari pungutan Dana Sawit. Artinya tidak ada alasan pemerintah  untuk tidak memperbaiki jalan kebun petani sawit, apalagi sekarang ini sawit menjadi komoditas sumber devisa negara yang sangat besar. 

Sementara itu, Yusro Fadli Ketua SPKS Rokan Hulu, Riau, mengatakan jalan produksi petani sawit swadaya masih sangat minim dan banyak mengalami kerusakan. Untuk itu, ia mempertanyakan anggaran dana sawit yang besar dan saat ini dikelola oleh Badan Pengelola dan Perkebunan Sawit (BPDPKS), yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk mendukung perbaikan jalan-jalan kebun petani sawit di Riau. 

"Kami kira ini sangat memungkinkan (pembangunan jalan) sudah ada aturan yang mengatur ini tinggal bagaimana segera disalurkan ketimbang hanya dana sawit tersebut untuk subsidi program biodiesel di B30," tegasnya. 

Sabarudin dari Departemen Organsiasi dan Anggota SPKS Nasional, menegaskan bahwa pemerintah belum menunjukkan keberpihakannya pada petani sawit. Salah satunya tidak ada perhatian pada jalan kebun petani. Padahal pemerintah tahu kalau petani mengelola sekitar 40,6 persen dari luas sawit yang ada, dan sawit ini memberikan sumbangsih sekitar Rp300 triliun setiap tahunnya kepada negara. 

Selain itu, ia juga melihat keberadaan dana sawit yang juga bersumber dari petani sawit belum banyak memberikan manfaat. Kurang lebih ada Rp51 triliun dana sawit yang dik umpulkan dari tahun 2015, tetapi sebagai besar hanya untuk subsidi biodiesel sekitar Rp30,2 triliun. Sementara untuk petani hanya melalui program peremajaan sekitar Rp2,7 triliun sampai saat ini. Untuk itu ia meminta agar dana sawit disalurkan kepada petani, tidak hanya melalui peremajaan, tetapi juga untuk perbaikan dan peningkatan jalan kebun. 

"Karena kebutuhan petani itu berbeda-beda. Ada yang saat ini sudah mau peremajaan tetapi juga ada yang membutuhkan perbaikan jalan," tegasnya. (Mus)