Aliansi Kebangsaan: Indonesia Harus Terapkan Ekonomi Berbasis Pengetahuan

ANP • Friday, 29 Mar 2024 - 10:29 WIB

JAKARTA  Pada era perkembangan sains dan teknologi yang sangat pesat saat ini, potensi sumber daya alam yang dimiliki suatu negara tidak menjamin keberhasilan dalam menumbuhkan dan mengembangkan ekonominya secara berkelanjutan.

Terbukti negara-negara yang mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk menumbuhkembangkan ekonomi nasionalnya yang berkelanjutan.

“Model ekonomi berbasis pengetahuan, dapat menstimulasi kreativitas dalam penerapan sains dan teknologi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” kata Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo.

Ia mengemukakan hal itu saat memberikan pengantar FGD bertema “Kajian Penyusunan Peta Jalan Penguatan Sistem Inovasi Nasional”, secara virtual, Kamis 28 Maret 2024.

Hadir sebagai narasumber Dr.-Ing. H. Ilham Akbar Habibie, Dipl.Ing., M.B.A. (Kepala Badan Riset dan Teknologi, KADIN Indonesia), Amich Alhumami, Ph.D (Deputi PMMK Bappenas), Anindya Bakrie (CEO Bakrie Group) dan Agung Nugroho (Regio Aviasi Industri)

Indonesia memiliki sumber daya alam berlimpah, namun ternyata belum mampu menjadikannya sebagai keunggulan kompetitif dan mewujudkan kesejahteraan yang dicita-citakan.

Menurutnya, Aliansi Kebangsaan menyadari, Indonesia masih banyak memiliki masalah, hambatan, dan tantangan yang dihadapi dalam peningkatan penguasaan sains dan teknologi.

Belajar dari pengalaman sukses negara-negara Asia seperti Cina, Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan, sudah seharusnya Indonesia mentransformasikan diri menuju ekonomi berbasis pengetahuan.

Karena itu, Indonesia perlu melakukan penguatan Sistem Inovasi Nasional (SIN) dengan Peta Jalan (road map) untuk panduan dalam menguatkan kelembagaan Iptek, sumberdaya dan jaringan.

Pontjo berharap dengan keluarnya Undang Undang No. 11 Tahun 2019 Tentang Sistem Nasional Iptek, maka kebutuhan akan penguatan SIN ini dapat terpenuhi. Melalui Undang-Undang ini, telah coba diletakkan pondasi penting untuk penguatan SIN.

Menurutnya, Peta Jalan sangat diperlukan untuk dapat menjadi panduan dalam menjabarkan arah penguatan SIN dengan mengintegrasikan jejaring institusi.

Selain itu, untuk menjadi petunjuk arah bagi inovasi yang mendukung program-program nasional. Sehingga mampu mendorong daya saing nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Untuk menguatkan fondasi tersebut, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah menyusun Cetak Biru Ekosistem Pengetahuan dan Inovasi dengan memberikan arah dan koridor.

“Ini untuk memastikan setiap elemen pendukung sistem dapat berkolaborasi dan saling mendukung untuk dapat berkontribusi secara optimal,” katanya.

Dia menjelaskan, rendahnya penguasaan sains dan teknologi Indonesia antara lain disebabkan belum terbangunnya ekosistem Inovasi Nasional yang kondusif bagi pengembangan sains dan teknologi. Baik pada aspek regulasi, tatakelola, alokasi sumberdaya, dan kelembagaan yang belum menunjukkan kinerja yang memadai.

Berlandaskan pada strategi Triple Helix, pengembangan sains dan teknologi tentu tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, melainkan harus ada upaya sinergetik dari ketiga pihak tersebut.

Terutama dalam mendorong proses hilirisasi yaitu proses mendekatkan hasil riset dan inovasi kepada dunia usaha/industri atau masyarakat untuk penerapan hingga pemasarannya.

Pontjo menegaskan, sebenarnya bangsa Indonesia mendesak untuk meningkatkan penguasaan sains dan teknlologi yang memang saat ini masih ketinggalan.

Terlebih, saat era perkembangan sains dan teknologi yang sangat pesat saat ini, potensi sumber daya alam yang dimiliki sebuah negara tidak menjamin keberhasilan dalam menumbuhkan dan mengembangkan ekonominya secara berkelanjutan.

“Terbukti, negara-negara yang mengembangkan ekonomi berbasis pengetahuan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk menumbuhkembangkan ekonomi nasionalnya yang berkelanjutan,” kata dia.