Belajar Peta Sastra Indonesia bersama Ayu Utami di Fakultas Sastra dan Bahasa UKI

ANP • Wednesday, 1 Nov 2023 - 09:25 WIB

JAKARTA - “Sastra Bersama Ayu Utami: Identitas Indonesia dalam Kata-Kata”, menjadi tajuk kuliah umum yang diberikan Ayu Utami, sastrawan kenamaan Indonesia, di Fakultas Sastra dan Bahasa UKI Jakarta (31/10). 

Ayu Utami mengajak generasi muda terutama mahasiswa Fakultas Sastra dan Bahasa untuk memahami bahwa kekayaan sejarah bangsa Indonesia ada dalam kesusastraan. Melalui kesusastraan, kita dapat melihat kekayaan bangsa ini. Sebab, kesusastraan Indonesia tumbuh bersama kesadaran kebangsaan. 

Peta sastra Indonesia sendiri dapat dipahami dengan menilik beberapa kata kunci yang dekat dengan pengalaman diri sebagai refleksi akan sejarah kesusastraan Indonesia yang mencerminkan perjalanan dan identitas bangsa.  

“Kata kunci yang pertama adalah emansipasi. Salah satu contoh karya sastra yang lahir adalah surat yang ditulis Kartini dan karya Multatuli. Tulisan para leluhur intelektual bangsa Indonesia dimulai dari emansipasi,” kata Ayu Utami

Ayu Utami juga mengajak mahasiswa Program Studi Sastra Inggris Fakultas Sastra dan Bahasa UKI untuk banyak membaca literatur sastra Indonesia,

“Perluaslah pengetahuan bahasa dengan membaca karya sastra leluhur kita, seperti karya Muhammad Yamin, Kartini, Multatuli,” ujar pemenang Sayembara Penulisan Roman Terbaik Dewan Kesenian Jakarta untuk novel Saman di tahun 1998 ini.

Lebih lanjut, penulis kenamaan Indonesia ini menjelaskan perjalanan sastra Indonesia melalui puisi. “Membaca puisi merupakan bagian khazanah pemikiran. Kekuatan puisi adalah jika pemilihan kata-kata yang sesuai konteks.” 

Dalam kesempatan ini, Ayu Utami menjelaskan dua jenis puisi yaitu liris dan non liris. “Puisi liris karya Chairil Anwar di tahun 1949 yang menggambarkan situasi rumit dari batin manusia. Dalam puisi yang berjudul ‘Derai-Derai Cemara’ terdapat tiga bait yang terdiri dari suasana, elemen partikular dan elemen universal. Puisi yang bagus jika kata-katanya tidak bisa digantikan. Puisi liris merupakan kebutuhan manusia untuk mengutarakan kelembutan,” ujarnya.

Contoh puisi liris lainnya yang disampaikan dalam kuliah umum ini adalah puisi dari Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Aku ingin mencintaimu dengan sederhana”. Puisi ini senada dengan puisi chairil yang menunjukkan bahwa puisi yang indah lahir dan tak bisa tergantikan.

Ayu Utami kemudian menjelaskan mengenai puisi non-liris karya Sutardji Chalzoum Bachri yang berjudul “Sepisaupi” (1973) dan “Belajar Membaca” (1979), yang dapat membuat kita tergelitik. Di penghujung contoh karyanya, ia menunjukkan bentuk non-liris lain dari karya Wiji Thukul. “Ketika memasuki Masa Reformasi, bangsa Indonesia mengenal karya Wiji Thukul yang berjudul ‘Peringatan’, yang saat menggambarkan protes masyarakat kepada pemerintah,” jelasnya.

Ayu Utami sendiri merupakan seorang penulis kenamaan Indonesia yang telah memberikan kontribusi besar bagi dunia sastra Indonesia melalui karya-karyanya, seperti “Saman,” novelnya yang paling mendapat  banyak pujian.

Dekan Fakultas Sastra dan Bahasa UKI, Susanne A.H. Sitohang, S.S., M.A. mengutarakan kuliah umum diselenggarakan Prodi Sastra Inggris Fakultas Sastra dan Bahasa UKI di bulan Oktober yang merupakan bulan Sastra dan Bahasa.

“Mahasiswa lulusan Prodi Sastra Inggris UKI memiliki identitas yang kuat melalui pengenalan kesusastraan kita sendiri yaitu sastra Indonesia. Keindonesiaan yang dapat membawa kita ke dunia internasional. Dalam kuliah umum ini, kita dapat mempelajari bagaimana sastra membentuk identitas Indonesia,” ujar Susanne Sitohang.