Praktisi Hukum Minta Pemerintah Terbitkan PP untuk Menata Ulang Aset Desa

FAZ • Tuesday, 22 Aug 2023 - 10:04 WIB

Jakarta - Mantan Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri, Widodo Sigit Pudjianto meminta pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk menata ulang aset desa serta menjembatani keuangan desa dengan keuangan nasional. Pasalnya, Desa merupakan ujung tombak pemerintah yang langsung berhadapan dengan masyarakat.

Praktisi hukum yang akrab disapa Sigit ini menyampaikan bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 44 tahun 2016 tentang Kewenangan Desa menjelaskan, kepala desa memiliki kewenangan untuk membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) setiap tahun.

Kemudian membuat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) sebagai pedoman dalam Menyusun APBDes, melaksanakan perintah dari pemerintahan yang lebih tinggi, membuat laporan tahunan yang berisi dua hal yaitu pelaksanaan pembangunan dan laporan keuangan.

Menurut Sigit, Desa memiliki aset ekonomi yang jumlahnya tidak sedikit. Aset desa diatur dalam Permendagri no 1 tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa.

"Persoalan yang muncul adalah bahwa belum nyambungnya keuangan desa dengan APBD, artinya dana yang tertuang dalam APBDes seharusnya merupakan bagian dari APBD Kabupaten, faktanya tidak demikian," ujar Sigit di Jakarta, Selasa (22/8/2023).

"Apabila tidak diketahui seberapa besar aset yang dimiliki oleh desa, maka kekayaan Indonesia tidak diketahui secara pasti. Desa merupakan bagian dari wilayah negara kesatuan Indonesia," lanjutnya.

Dalam negara kesatuan itu, kata Sigit, kewenangan ada di pemerintah pusat, sedangkan pemerintah daerah merupakan pelaksana dari kebijakan pemerintah pusat tersebut. Kewenangan pemerintah daerah diberikan oleh pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang – Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

"Dalam UU No 23 tahun 2014 diatur kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan dibagi dalam 3 urusan, yaitu urusan absolut, urusan Pemerintah Umum dan urusan Konkuren. Urusan absolut itu urusan yang menjadi tanggungjawab pemerintah pusat, pegawai, dana dan kelembagaannya adalah pusat dan tidak diserahkan ke pemerintah daerah," jelasnya.

Sementara dalam pemerintah kabupaten dibagi menjadi beberapa kecamatan, dan dalam kecamatan dibagi dalam beberapa desa. Kecamatan dipimpin oleh seorang Camat yang merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN), sedangkan desa dipimpin oleh seorang kepala desa yang diangkat oleh Bupati berdasarkan pemilihan kepala desa dengan masa jabatan 6 tahun.

"Dalam memimpin desa dibantu seorang sekretaris desa berasal dari ASN serta beberapa perangkat desa yang jumlahnya bervariasi tergantung dari kebutuhan desa itu sendiri," ungkapnya.

Sigit menuturkan bahwa desa memiliki aset seperti tanah kas desa (bengkok), tanah ulayat, pasar desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik desa, mata air milik desa, pemandian umum dan aset lain yang bersumber dari APBD maupun APBN serta bantuan pihak ketiga yang tidak mengikat.

Aset ini, lanjut Sigit, setiap tahunnya dilaporkan kepada kepala daerah kabupaten (Bupati). Aset digunakan oleh kepala desa dan perangkat lainnya untuk kesejahteraan kades dan perangkat sekaligus sebagai sumber pendapatan APBDes.

"Kalau dibaca dalam Undang - Undang No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,  No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang - Undang No 9 tahun 2020 tentang APBN 2021 ini mengatur keuangan yang ada di pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota tetapi tidak ada satu pasal pun yang mengatur tentang keuangan desa," katanya.

Dia menjelaskan bahwa keuangan Desa dan APBDes diatur dalam Undang – Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa tepatnya dalam pasal 71 – 77, kemudian dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) no 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU no 6 tahun 2014 tentang Desa, Permendagri no 113 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, yang tidak nyambung dengan APBD kabupaten.

"Artinya pengaturan keuangan desa terlepas dari pengaturan keuangan kabupaten dan kota dalam APBD," jelasnya.

Kemudian, dalam PP no 43 tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksana Undang – Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa serta tidak satupun Permendagri yang mengatur atau menjelaskan bahwa aset desa merupakan bagian aset nasional yang dituangkan dalam laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah atau dalam laporan kepala daerah kepada DPRD (laporan pertanggung-jawaban) yang dilakukan setiap tahun oleh kepala daerah.

"Permendagri no 18 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan PP No 13 Tahun 2019 tentang Laporan dan Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah juga tidak mengatur tentang aset desa dan APBDes," ungkapnya.

"Sangat ironis karena yang melakukan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemerintah daerah adalah satu kementerian yaitu kementerian dalam negeri," sambungnya.

Menurut Sigit, Permendagri No 64 tahun 2020 tentang pedoman penyusunan APBD juga tidak menjelaskan kaitan APBDes dengan APBD, hal ini, lanjutnya, yang menambah parah tidak tercatatnya aset desa dalam neraca aset secara nasional.

Dia pun menilai bahwa pedoman penyusunan APBDes tidak terpadu (jadi satu) dengan penyusunan APBD kabupaten. Ironisnya Pedoman disusun oleh Kemendagri yang nota bene Pembina pemerintahan desa.

"Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) patut diduga melakukan pembiaran tidak tercatatnya aset desa dalam neraca aset nasional. Fakta secara yuridis memang demikian adanya sehingga tidak dapat mengelak tentang permasalahan tata Kelola keuangan desa," tegasnya.

Atas berbagai analisa tersebut, Sigit menilai Aset desa dan APBDes seperti terlepas dari administrasi keuangan (neraca) negara Indonesia. Menurutnya, hal ini akan merugikan pemerintah karena tidak diketahui seberapa banyak aset yang dikelola oleh desa.

"Aset desa tidak tercatat sebagai bagian aset pemerintah kabupaten atau kota. Sementara desa merupakan bagian dari wilayah negara Indonesia," tandasnya.

Sigit pun mendesak agar dilakukan penyusunan payung hukum dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) untuk menjembatani keuangan desa dengan keuangan nasional, sehingga aset desa yang merupakan bagian dari aset negara Indonesia dapat dihitung secara pasti.

"Kemendagri dapat menginisiasi atau menjadi host untuk penyusunan PP dimaksud. Ini wujud dari menguatnya Indonesia sebagai negara kesatuan. Sementara Payung Hukum dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) belum disiapkan (sedang disusun) maka dapat dilakukan dengan bentuk Permendagri," pungkasnya.