Pentingnya Determinan Sosial untuk Pembangunan Kota Sehat Berkelanjutan di Indonesia

ANP • Saturday, 24 Jun 2023 - 11:10 WIB

Jakarta – Meskipun jumlah pemerintah daerah yang mengadopsi kebijakan kabupaten/kota sehat terus bertambah, namun belum banyak yang berhasil menerapkan konsep determinan sosial kesehatan dalam implementasinya. 

Pada Kamis, 22 Juni 2023, Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (HMP FKM UI) mengadakan acara Diskusi Publik berjudul "Signifikansi Determinan Sosial Kesehatan dalam Pembangunan Kota Sehat Berkelanjutan. Diskusi publik ini bertujuan meningkatkan pengetahuan dan sikap positif terhadap implementasi determinan sosial kesehatan dalam implementasi kebijakan kabupaten/kota sehat.

Diskusi diawali dengan pemaparan hasil studi perkembangan implementasi determinan sosial kesehatan di Indonesia yang dilanjutkan dengan rilis buku berjudul “Indonesia’s Progress on Social Determinants of Health Actions”. Tim penulis yang diwakili oleh Prof. drg. Ella N. Hadi, M.Kes menuturkan, “Determinan sosial kesehatan sering dijadikan indikator untuk melihat kesenjangan kesehatan pada populasi khususnya di kelompok rentan. Disparitas kesehatan bukanlah kejadian alami, tapi merupakan produk dari kebijakan yang ada. Misalnya akses pemeriksaan kehamilan lebih mudah di perkotaan daripada di pedesaan. Angka harapan hidup di Indonesia Timur lebih rendah daripada Indonesia Bagian Barat.”

Lebih lanjut dia menyampaikan program pemerintah untuk mengatasi kesenjangan kesehatan sudah mulai bersifat multi sektor, contohnya dalam penanganan COVID-19 dan penanganan stunting. Namun, hambatan yang muncul seringkali dari tata kelola pemerintahan, adanya ego sektoral, rotasi jabatan yang cukup sering dan berdampak pada keberlanjutan program.

Senada dengan itu, drg. Agus Suprapto, M.Kes. selaku Staf Ahli Bidang Pembangunan Berkelanjutan, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Republik Indonesia memaparkan perlunya keterlibatan lintas sektor dalam implementasi kebijakan kabupaten/kota sehat dan manajemen lapangan yang terintegrasi dari hulu ke hilir.

Terkait keterlibatan lintas sektor, beliau menuturkan perlunya mengadvokasi kata kesehatan sehingga tidak semata-mata terkesan menjadi tanggung jawab kementerian kesehatan, dinas kesehatan atau tenaga kesehatan.

Ia menambahkan perlunya regulasi yang menjadi payung hukum bagi tata kelola kebijakan kabupaten/kota sehat, misalnya siapa kementerian/lembaga yang menjadi pendorong utama, bagaimana peran masing-masing sektor di pusat dan daerah, serta indikator dan target yang harus jelas.

Dalam acara ini, Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, Dr. dr. Mochamad Abdul Hakam, Sp.PD, FINASIM juga berkesempatan memaparkan kesuksesan penerapan Kota Sehat di Semarang yang mengutamakan keterlibatan masyarakat. Pembangunan Kota Sehat Semarang mengacu pada panduan dari WHO dan bertujuan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan sesuai sustainable development goals (SDGs). Contohnya, guna mencapai tujuan SDG 2, Kota Semarang mengembangkan program Rumah Pelita, atau penanganan stunting lintas sektor bagi bayi di bawah dua tahun (baduta). Sedangkan untuk mencapai tujuan SDG 3, Kota Semarang memiliki berbagai aplikasi yang bisa mendukung program kesehatan, mengembangkan pertanian kota (urban farming), serta revitalisasi pemukiman dan fasilitas umum.

Penanggap paparan, Prof. dr. Hadi Pratomo, MPH, Dr.PH, menyampaikan bahwa untuk dapat bergerak bersama dalam mewujudkan tujuan pengembangan kota sehat yang selaras dengan konsep determinan sosial kesehatan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, penting untuk mendorong advokasi kepada berbagai pemangku kepentingan guna memastikan siapa yang akan menjadi penggerak utamanya. Kedua, perlu diberikan kesempatan bagi organisasi masyarakat sipil agar mereka dapat berkontribusi dalam pengembangan kabupaten/kota sehat. Ketiga, perlu dilakukan identifikasi dan penggalian tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah guna mendapat status kabupaten/kota sehat, sehingga dapat diambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi tantangan tersebut. Dengan demikian, kolaborasi aktif antara berbagai pemangku kepentingan dan pengikutsertaan ormas sipil serta pemahaman terhadap tantangan yang dihadapi akan menjadi landasan yang kokoh untuk mempercepat pencapaian tujuan kabupaten/kota sehat.

Diskusi yang diselenggarakan secara daring ini diikuti peserta dari berbagai kalangan mahasiswa, praktisi kesehatan, dan pemerintah daerah seperti Bappeda Banyuwangi, Dinas Kesehatan Kota Depok, Kabupaten Boyolali, Kota Pariaman, Kota Sukabumi, Kota Surakarta, Kota Bogor; Kabupaten Serang, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Toba; Gayo Lues, dan Dinas Kesehatan Kota Sawahlunto.