Implikasi Luas, MK Diyakini akan Putuskan Pemilu 2024 Tetap Terbuka

AKM • Thursday, 15 Jun 2023 - 07:32 WIB

Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) pada hari ini Kamis (15/6) akan membacakam putusan  terkait Judicial Review UU Pemilu terkait  Sistem Pemilu.  Sejumlah kalangan hingga politisi menyakini MK akan memutuskan sistem pemilu tetap dilakukan secara terbuka.

“ MK tidak akan menyampaikan putusan  pelaksanaan Pemilu 2024 menjadi tertutup, dalam putusannya yang akan dibacakan pada Hari ini,” ujar mantan wakil ketua DPR Fahri Hamzah  dalam sebuah diskusi, Jakarta , Rabu (14/6).

Menurut Fahry , putusan pemilu tertutup akan membawa banyak implikasi dan  MK diyakini tidak akan memutuskan pelaksanaan Pemilu 2024 tetap terbuka. 

"Ada dugaan kayaknya MK tidak akan menyampaikan putusan sistem tertutup, karena implikasinya sangat banyak," kata Fahri yang juga Waketum Partai Gelora.

Fahri menjelaskan kalaupun ada putusan sistem pemilu tertutup, kemungkinan baru akan diberlakukan pada Pemilu 2029. 

"Daripada membuat sistem tertutup, lebih baik MK membuat putusan dalam ultra petitanya mengenai penyelenggaraan pemilu dengan sistem distrik, di kabupaten/kota," katanya.

Sehingga calon legislatif (caleg) yang diusung oleh partai politik akan semakin dekat dengan rakyatnya, karena  dipilih secara riil oleh rakyat dalam skala lebih kecil.

"Kalau sekarang jumlah anggota dewannya ada 580, maka harus ada pemekaran kabupaten/kota menjadi 580, karena basisnya distrik. Tapi kalau DPD berbasis kepada provinsi dan jumlah provinsi sekarang ada 38 provinsi," ujarnya.

Fahry menegaskan, MK tetap akan memutuskan bahwa sistem Pemilu 2024 tetap terbuka, karena masyarakat demokrasi adalah masyarakat yang terbuka.

"Membuat sistem tertutup adalah langkah awal mengembalikan Indonesia kepada masa kelam. Segelitir elite percaya, bahwa komunisme yang ada contoh suksesnya di negara lain bisa di adopsi. Ini sangat berbahaya, dan menjadi alarm pengingat bagi kita semua untuk waspada di hari-hari ke depan," katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR dari Faksi Partai Gerindra Habiburohman mengatakan, DPR akan mungkin membuat legislatif review untuk merumuskan ulang mengenai kewenangan MK.

"Kita saat ini tengah membahas revisi UU MK, apabila terjadi krisis konstitusi apabila ada keputusan berbeda,  sangat mungkin DPR juga membuat legislatif review merumuskan ulang MK, nggak perlu sampai lewat Angket. Kita bisa atur ulang kedudukan MK, kewenangannya seperti apa," kata Habiburohman. 

Habiburohman menilai keberadaan MK saat ini terlalu powerfull, sehingga tugas pokok dan fungsi MK perlu dikembalikan agar sesuai dengan konstitusi. 

"MK ini perlu dievaluasi kok begitu powerfull saat ini. Tapi bukan membubarkan, tapi mengembalikannya apa tugas pokok dan fungsi MK sebagaimana seharusnya dalam kesepakatan konstitusional," ujarnya. 

DPR, kata Habiburohman, menginginkan agar sistem proporsional pemilu, tetap terbuka, bukan tertutup. Sebab, hal ini sesuai dengan aspirasi masyarakat dan upaya menyelamatkan demokrasi. 

"Kita mengingatkan MK, kalau DPR itu punya kewenangan berdasarkan undang-undang mulai dari budgeting, pengawasan dan penyusunan undang-undang. Kewenangan tersebut, bisa kita gunakan untuk mengevaluasi MK. Tapi kita berpikiran positif, saudara-saudara kita hakim konstitusi bisa membuat keputusan yang sesuai dengan keinginan masyarakat," katanya. 

Direktur Eksekutif Open Parliament Institute Yadi Surya Diputra mengatakan, pasal tertutup dan terbuka di dalam undang-undang merujuk kepada pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar tentang kedaulatan rakyat, sementara pasal tentang kepesertaan Pemilu yang menjadi batu uji gugatan sistem proporsional pemilu adalah pasal 22. 

"Pasal 22 yang dijadikan batu uji itu tidak ada hubungan dengan tertutup terbuka, sehingga sangat tidak mungkin keputusannya menjadi putusan tertutup,"  kata Yadi Surya Diputra.

Ia menilai, putusan pemilu tertutup akan membawa implikasi pada penundaan Pemilu 2024. "Dampaknya ada 24 pasal dalam UU Pemilu yang membutuhkan sikap legislasi untuk direvisi yang harus dilakukan oleh presiden dan DPR  harus membuat undang-undang baru," katanya.

"Timeline Pemilu itu sampai 14 Februari, kalau kita bahas revisi undang-undang Pemilu menjadi tertutup,  tentu tidak akan cukup waktu, kecua jika Mahkamah Konstitusi menginginkan Pemilu 2024 tertunda. Saya kira putusan tertutup patut dicurigai untuk menunda Pemilu," pungkasnya.