Pentingnya Peran Perempuan Dalam Teknologi Keuangan

LAN • Wednesday, 3 May 2023 - 11:17 WIB

Jakarta - Kehidupan di tengah era digital saat ini telah menjadikan teknologi sebagai bagian dari sebagian besar masyarakat, termasuk di Indonesia. 

Meskipun digitalisasi telah berlangsung di berbagai sektor, namun peran perempuan di Indonesia dalam turut berpartisipasi dalam bidang teknologi baru mencapai sebesar 22%.

Menanggapi hal ini, Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) menyampaikan sudut pandangnya mengenai peran perempuan yang tidak hanya sebatas pengguna teknologi, tetapi juga influencer, bahkan developer.

Dalam Talkshow Suara Perempuan pada Selasa (02/05/23) dengan tema “Perempuan, Fintech, dan Gaya Hidup”, Chrisma Albandjar selaku Wakil Bendahara II Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) menyatakan, rendahnya angka partisipasi peran perempuan dalam bidang teknologi berkaitan erat dengan sudut pandang mayoritas masyarakat Indonesia, yaitu anggapan bahwa teknologi merupakan ranah laki-laki.

“Padahal sebenarnya ranah ini ngga gender-based. Kalau kita emang hobi, ya kita kerjain aja. Apalagi teknologi kan sekarang menjadi support ya buat semuanya,” kata Chrisma.

Charisma juga mendukung argumennya berupa data angka inklusi keuangan perempuan yang semulai 75,15% menjadi 83,88% pada tahun 2022 kemarin.

Menanggapi hal tersebut, Kartika Dewi, Head of Corporate Communication at Pluang menambahkan, bahwa digitalisasi keuangan juga menimbulkan sikap konsumtif dengan adanya data sebesar 70% pinjaman online dilakukan oleh perempuan.

Jika pelaku peminjam online tidak memiliki edukasi atau literasi mengenai finansial, maka angka besar tersebut bukan menjadi faktor pendukung pemberdayaan perempuan dalam bidang fintech, dan justru akan menurunkan tingkat potensi perempuan itu sendiri.

Sehingga bagi Kartika, dalam menciptakan inklusivitas keuangan perlu disertai dengan adanya berbagai literasi seperti literasi keuangan, literasi digital, serta literasi edukasi.

“Pertama, perempuan harus dikasih banyak kesempatan untuk meningkatkan visibilitas sebagai pemimpin perempuan di industri fintech melalui partisipasi acara-acara publik. Kita juga harus memperkuat startup yang dirintis perempuan. Kedua, Investor harus peka terhadap gender bias yang bisa mempengaruhi penilaian mereka terhadap ide bisnis dari founder perempuan terutama sektor yang didominasi laki-laki. Ketiga, keterwakilan perempuan itu perlu jadi budaya professional baru di berbagai sektor bisnis,” tambah Kartika.

Berbagai upaya pemberdayaan perempuan dalam bidang teknologi ini terus dilakukan agar dapat terciptanya perusahaan yang bersifat lebih terbuka dengan perubahan, sekaligus memitigasi risiko, serta berfokus pada research development.

Perempuan sangat berpotensi dalam menjadi seorang produsen digital, mengingat sebagian besar perempuan memiliki kemampuan untuk multitasking dan terbiasa mencari segala solusi.

Sehingga, diharapkan dengan adanya perempuan di puncak kepemimpinan perusahaan fintech juga akan meningkatkan produsen digital, yang kelak akan membawa Indonesia kepada masa Surplus Digital. (Iftikhor)