BRIN Berikan Klarifikasi atas berbagai Isu terkait BRIN di Masyarakat

LAN • Friday, 10 Feb 2023 - 18:31 WIB

Jakarta, Belakangan ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah menjadi perbincangan masyarakat khususnya di media massa terkait berbagai isu yang memojokkan BRIN. Hal ini tidak hanya merugikan BRIN sebagai lembaga, tetapi juga berpotensi merusak upaya dan kerja keras berbagai pihak untuk memperkuat ekosistem riset dan inovasi bagi Indonesia yang lebih baik di masa depan. Secara khusus berbagai isu ini juga sangat menyakiti sivitas BRIN yang sedang berjuang bebenah diri, serta berkorban meninggalkan zona nyamannya demi masa depan riset dan inovasi yang lebih baik di Indonesia. Sejumlah pemberitaan yang tendensius ini tidak mendidik dan tidak mencerahkan publik, serta kontra produktif dengan upaya meningkatkan literasi iptek masyarakat.

Sebagai bagian dari upaya edukasi publik, BRIN merasa ini adalah saat yang tepat untuk memberikan penjelasan resmi secara komprehensif atas berbagai isu yang berkembang. Lampiran yang sama dari rilis ini disampaikan ke media terkait sekaligus sebagai hak jawab BRIN atas berita yang telah ditayangkan. 

BRIN selalu terbuka untuk memberikan penjelasan atas berbagai pertanyaan sebagai konsekuensi dari berbagai kebijakan publik yang telah diambil. Berbagai kebijakan yang diambil di BRIN adalah aksi nyata BRIN untuk melakukan transformasi kelembagaan dan tata kelola riset dan inovasi di tanah air secara menyeluruh, serta implementasi revolusi mental untuk mengubah pola pikir dan kerja para periset di Indonesia. Transformasi di kelembagaan dan tata kelola di BRIN adalah yang terbesar dalam sejarah republik ini, dan bahkan telah menjadi model serta tolok ukur baru berbagai lembaga riset di dunia. BRIN meyakini upaya ini mendapatkan dukungan dari sebagian besar komunitas periset dan masyarakat Indonesia.

Berikut ini penjelasan BRIN atas isu-isu yang beredar:

1. Penghilangan jejak Bpk. B.J. Habibie di diorama lobi kantor pusat BRIN 

Pemberitaan dan interpretasi yang sangat subyektif dari tayangan informasi di diorama lobi kantor pusat BRIN ini sangat disayangkan, cenderung provokatif, tidak memiliki semangat membangun kebersamaan dan berpotensi memecah-belah generasi muda penerus bangsa.. Padahal B.J. Habibie (alm) diabadikan namanya untuk Kawasan Administrasi (KA) BRIN di Thamrin dan gedung kantor pusat BRIN di dalamnya, selain Kawasan Sains dan Teknologi (KST) terbesar BRIN di Serpong yaitu KST B.J. Habibie. 

Perlu diluruskan bahwa di diorama tersebut jelas terpampang foto Bpk. B.J. Habibie muda dalam ukuran sangat besar berukuran penuh yang sedang memegang pesawat dengan nama beliau yang tercantum sangat jelas. 

2. BRIN menolak membiayai metode deteksi dini tsunami yang lebih murah

Setelah dilakukan penelusuran, salah satu periset BRIN sebagai sumber informasi merupakan pengusul poposal riset metode deteksi dini tsunami. Fakta yang terjadi adalah bukan BRIN menolak, tetapi proposal riset yang bersangkutan belum berhasil mendapatkan pendanaan yang dibuka secara kompetitif, mungkin karena proposalnya belum sesuai. Skema pendanaan di BRIN selalu dilaksanakan berbasis kompetisi terbuka untuk memastikan bahwa pelaksana riset memiliki komitmen dan rekam jejak terkait yang terbaik di topik tersebut. Ini penting untuk meningkatkan tingkat keberhasilan riset. Sehingga tidak bisa diinterpretasikan bahwa BRIN tidak mendukung topik tersebut. Karena realitanya masih banyak proposal lain yang terkait topik deteksi dini tsunami yang dibiayai oleh BRIN.

3. Seolah telah terjadi penyelewengan anggaran di BRIN

a) Hasil Pemeriksaan BPK RI

BPK RI telah selesai melakukan proses PDTT (Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu) pada akhir 2022 sebagai bagian dari proses likuidasi DIPA pada 5 eks entitas lama (Kemristek, BATAN, BPPT, LAPAN, dan LIPI). Tetapi sampai hari ini (8 Februari 2023) BRIN belum menerima LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) BPK RI. Sebagai bagian dari proses sebelum penerbitan LHP, pada pertengahan Januari 2023 lalu, BRIN telah melaksanakan tahap respon untuk mengklarifikasi KHP (Konsep Hasil Pemeriksaan). Dengan demikian, secara resmi belum ada temuan dari BPK RI terhadap BRIN. Sesuai ketentuan, seharusnya KHP belum dapat menjadi dokumen publik karena masih membutuhkan klarifikasi dari kedua pihak (pemeriksa dan terperiksa).

b) Kekurangan Volume atas Pekerjaan Infrastruktur

BRIN sangat menyayangkan adanya penyampaian informasi yang sama sekali tidak tepat, tendensius, dan tanpa klarifikasi terkait potensi kelebihan pembayaran kepada penyedia barang/jasa pelaksana pembangunan.

Sesuai prosedur, setiap pembangunan fisik yang diselesaikan oleh K/L akan dilakukan pemeriksaan bersama untuk memastikan kebenaran penyelesaian, termasuk apabila ada temuan, misalnya kekurangan volume pekerjaan yang selalu terjadi akibat perbedaan antara perencanaan dan kondisi riil di lapangan. Sebagai tindak lanjut, K/L wajib melakukan penagihan kembali ke penyedia barang/jasa apabila terjadi kelebihan pembayaran sesuai rekomendasi Tim Pemeriksa.

Secara umum selisih kekurangan volume pada pekerjaan konstruksi di BRIN jauh di bawah 1% dari nilai pekerjaan, dan selalu dilakukan penagihan kembali sesuai rekomendasi Tim Inspektorat BRIN maupun BPK RI untuk disetorkan secara langsung ke kas negara oleh penyedia barang/jasa.

Salah satu contoh ketidakakuratan artikel Koran Tempo yang sangat menyesatkan adalah data infografis yang menuliskan adanya kekurangan volume senilai Rp. 808 miliar pada pekerjaan gedung BASICS (Bandung Advanced Science and Creative Space), padahal nilai kontrak pekerjaan yang telah dituntaskan tersebut tidak lebih dari Rp. 300 miliar.

c) Postur Anggaran BRIN TA 2023

Postur anggaran BRIN untuk TA 2023 seperti tergambar di ilustrasi dengan total Rp. 6.388 triliun. Pagu ini tidak banyak berubah bila dibandingkan dengan total pagu pada TA 2021 dari 5 entitas yang diintegrasikan ke BRIN secara menyeluruh, yaitu Kemristek, BATAN, BPPT, LAPAN dan LIPI. Postur anggaran ini tercantum dalam DIPA BRIN TA 2023 yang merupakan dokumen publik yang bisa diakses oleh masyarakat.

Dari pagu tersebut, BRIN harus mengalokasikan 64% untuk operasional yang berisi belanja gaji pegawai dan kebutuhan rutin seperti utilitas (listrik, telepon, internet, air), alih daya untuk kebersihan – keamanan – pengemudi, BBM, kendaraan operasional, ATK, belanja berlangganan (jurnal, citra satelit untuk kebutuhan nasional), serta pemeliharaan fasilitas perkantoran.

Pasca integrasi 5 entitas dan konsolidasi unit litbang dari 72 K/L, manajemen BRIN harus mengelola pegawai sebanyak lebih kurang 15 ribu ASN di 52 lokasi perkantoran dan 100 lokasi non-perkantoran lainnya. BRIN juga harus mendukung operasi tiga reaktor riset, armada kapal riset, armada pesawat penginderaan jauh, dan berbagai infrastruktur riset lainnya.

Postur BRIN ini sangat kontras bila dibandingkan dengan K/L lain yang memiliki pagu yang serupa tetapi dengan beban jumlah ASN yang jauh lebih kecil, serta tugas dan fungsi yang tidak membutuhkan infrastruktur fisik secara masif. Sebaliknya sebagai lembaga riset, BRIN memiliki tugas dan fungsi yang sangat teknis, dan harus menanggung berbagai infrastruktur riset yang tentu membutuhkan biaya pemeliharaan dan operasional sangat besar. Selain itu, BRIN juga berkewajiban untuk memfasilitasi tidak hanya periset BRIN, tetapi juga seluruh periset di Indonesia.

Anggaran PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) di BRIN bersumber dari pendapatan kerja sama dengan pihak eksternal, dan seluruhnya dialokasikan untuk mendukung operasional dan pemeliharaan infrastruktur yang murni untuk riset. Sehingga saat ini BRIN sudah tidak memakai anggaran rupiah murni (RM) untuk pemeliharaan dan operasional infrastuktur riset. Sedangkan PNBP yang bersumber dari BLU (Badan Layanan Umum) Pusyantek BRIN sepenuhnya berasal dari mitra pemakai layanan, dan dipakai untuk membiayai pelayanan yang diberikan ke mitra.

Anggaran yang bersumber dari PHLN (Pinjaman / Hibah Luar Negeri) serta SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) diperuntukkan bagi belanja infrastruktur riset baru yang bersifat produktif dan menjadi investasi aset masa depan.

Sehingga dari total pagu BRIN, sumber pembiayaan yang berasal dari RM untuk program hanya 21%, sebesar Rp. 1.310 miliar. Sesuai arahan Pesiden yang dituangkan dalam surat Menteri Keuangan (No. S-1040/MK.02/2022) ke seluruh K/L pada tanggal 9 Desember 2022, dilakukan automatic adjustment (de-facto pemotongan anggaran di depan) untuk mitigasi krisis global pada 2023. Untuk BRIN dikenakan automatic adjustment sebesar Rp. 389 miliar yang hanya bisa diambil dari alokasi RM BRIN. Sehingga secara riil, pagu RM BRIN untuk program tersisa Rp. 921 miliar. Alokasi inilah yang dialokasikan untuk mendukung berbagai program, termasuk untuk belanja bahan riset bagi para periset BRIN di 12 Organisasi Riset, mobilitas dan pengembangan SDM periset, serta belanja infrastruktur terkait gedung dan instrumen alat riset di luar pembiayaan melalui SBSN dan PHLN. BRIN sangat besar mengalokasikan anggarannya untuk infrastruktur riset, karena ini akan menjadi aset produktif dalam jangka panjang. Komponen infrastruktur riset ini adalah biaya tertinggi di hampir semua aktivitas riset.

Dengan skema infrastruktur riset yang dibuka untuk semua pihak, dan dikelola (operasional dan pemeliharaan) secara terpusat, BRIN dapat menyediakan infrastruktur riset bagi semua pihak secara jauh lebih efisien (http://elsa.brin.go.id). Upaya tersebut telah berhasil menghilangkan kendala riset utama di Indonesia yaitu rendahnya critical mass infrastruktur riset.

4. Program untuk masyarakat sebesar Rp 800,8 miliar  

Sejak awal pembahasan anggaran BRIN TA 2023, sesuai kewenangan sebagai legislatif Komisi 7 sebagai mitra BRIN di DPR RI mengusulkan 7 program untuk masyarakat dengan nilai sebesar Rp. 800,8 miliar berbasis pada program-program reguler yang telah ada di BRIN, yaitu 8 skema program mobilitas periset (http://manajementalenta.brin.go.id), 9 skema program pendanaan riset dan inovasi (http://pendanaan-risnov.brin.go.id), serta 3 skema program pemanfaatan riset dan inovasi (Fasilitasi Usaha Mikro berbasis Iptek, Inovasi Akar Rumput, Produk Inovasi untuk Masyarakat).

Sesuai dengan regulasi yang berlaku, hasil RDP (Rapat Dengar Pendapat) disampaikan oleh Komisi ke Pimpinan DPR RI, dan dibahas di Banggar (Badan Anggaran) DPR RI bersama Menteri Keuangan sebagai wakil Pemerintah. Hasil keputusan ini yang ditetapkan menjadi UU 28/2022 tentang APBN TA 2023.

Seperti halnya K/L lain, BRIN wajib menjalankan UU ini dalam mengeksekusi DIPA. Perlu ditekankan bahwa di dalam UU di atas tidak ada persetujuan DPR RI dan pemerintah atas alokasi Rp. 800,8 miliar. Sehingga akan sangat menyesatkan publik apabila diinformasikan seolah-olah anggaran tersebut telah teralokasi di dalam APBN BRIN, baik pada TA 2022 maupun pada TA 2023.

Sesuai postur anggaran BRIN yang hanya memiliki alokasi RM untuk program sebesar Rp. 921 miliar pasca automatic adjustment, secara teknis tidak mungkin dapat dialokasikan usulan Rp. 800,8 miliar. Pengalokasian sebesar Rp. 800,8 miliar tentu akan berakibat penghentian sebagian besar aktivitas operasional BRIN pada titik paling minimal sekalipun. Berbeda halnya bila BRIN mendapatkan pagu tambahan dalam bentuk RM yang memadai di dalam APBN BRIN TA 2023.

5. Program MBBM (Masyarakat Bertanya BRIN Menjawab)

​​Program MBBM merupakan program reguler untuk melakukan diseminasi iptek dan pendampingan ke kelompok masyarakat yang membutuhkan. Program ini dilaksanakan berbasis pada surat permintaan dari kelompok masyarakat terkait, dan dieksekusi oleh Tim dari Deputi Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN secara at-cost. Artinya, BRIN hanya dapat mengeluarkan anggaran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan riil di lapangan, dengan satuan biaya mengikuti SBM (Standar Biaya Masukan) yang ditetapkan di PMK 83/2022 tentang SBM TA 2023. Sebagai contoh pemberian biaya transportasi peserta Rp. 150 ribu / orang, honor nara sumber Rp. 1,7 jt / jam dan seterusnya. Sehingga sangat menyesatkan bila diinformasikan BRIN memberikan anggaran pelaksanaan dalam bentuk glondongan per-kegiatan sesuai nilai yang diusulkan.

Serupa dengan penjelasan pada postur anggaran BRIN TA 2023, di dalam APBN BRIN TA 2022 tidak terdapat “alokasi sebesar Rp. 800,8 miliar untuk 7 program”. Nilai Rp. 800,8 miliar untuk 7 program merupakan usulan dan belum menjadi alokasi di APBN BRIN TA 2022. Tetapi BRIN tetap melaksanakan program untuk masyarakat memanfaatkan program reguler MBBM dengan alokasi yang ada secara at-cost. Sehingga sangat disayangkan apabila dipersepsikan telah terjadi “sisa alokasi” dari Rp. 800,8 miliar yang tidak dilaksanakan oleh BRIN, dan kemudian dipertanyakan penggunaannya seperti digambarkan di ilustrasi artikel Tempo dan media sosialnya.

6. Program sistem peringatan dini tsunami berhenti di era BRIN. 

Perlu diluruskan bahwa program InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) adalah “program riset” untuk mengembangkan sistem deteksi dini tsunami berbasis kombinasi beragam sensor yang terkoneksi dengan kabel optik, diletakkan di buoy dan sebagainya. Sebagai riset, Ina-TEWS belum menjadi sistem yang bersifat operasional, dan belum dapat dipakai sebagai basis deteksi tsunami oleh otoritas yang berwenang yaitu BMKG. Sehingga pernyataan bahwa terhentinya Ina-TEWS merupakan bencana kemanusiaan sangat tidak tepat, karena sejak awal Ina-TEWS masih dalam tahap riset dan belum pernah menjadi metode dan sumber data baku deteksi dini tsunami, dan oleh karena itu belum dioperasikan oleh BMKG sebagai otoritas berwenang.

Informasi bahwa ruangan Ina-TOC (Indonesia Tsunami Observation Center) di Gedung Soedjono Djoened Poesponegoro lantai 20 mangkrak menimbulkan persepsi publik yang salah. Karena secara legal BRIN tidak memiliki otoritas untuk menjadi operator, serta sistem yang diujicobakan juga masih jauh dari sempurna. Sehingga sejak awal ruangan yang difungsikan sebagai pusat komando Ina-TOC sama sekali belum diperlukan. Secara teknis, fungsi pemantauan atas instrumen riset yang sudah terpasang juga bisa dilakukan dari mana saja memanfaatkan teknologi TIK saat ini. Di lain sisi telah dilakukan serah terima keseluruhan gedung untuk dimanfaatkan sebagai kantor Kemenko Marinves sejak awal 2022 lalu.

Dari hasil evaluasi sejak pertengahan 2021 atas program Ina-TEWS, serta hasil PDTT oleh Tim Inspektorat BRIN, arsitektur yang diadopsi Ina-TEWS secara global belum memiliki proof-of-concept yang memadai, membutuhkan biaya yang sangat tinggi untuk investasi dan operasionalnya, dan di lain sisi Indonesia belum memiliki data potensi sumber pemicu tsunami yang komprehensif. Secara terpisah BMKG sebagai operator (apabila sudah berfungsi) juga menginginkan sistem yang lebih sederhana, andal dan berbiaya rendah agar dapat diimplementasikan secara menyeluruh di seluruh wilayah Indonesia.

Sehingga sebagai riset, diputuskan riset terkait teknologi kunci pendukung Ina-TEWS masih dilanjutkan di BRIN, termasuk sensor yang terkoneksi ke kabel optik. Tetapi riset difokuskan untuk aplikasi sebagai sistem monitoring lingkungan untuk perairan darat dan pesisir. Seluruh riset terkait dilaksanakan di OREI (Organisasi Riset Elektronika dan Informatika).

7. Beasiswa yang Terpangkas Setelah Melebur ke BRIN

​​​​​​Mulai TA 2022, seluruh K/L sudah tidak diperkenankan untuk mengalokasikan pembiayaan beasiswa, karena seluruh pembiayaan beasiswa diarahkan untuk memanfaatkan pembiayaan dari LPDP. Pengecualian diberikan untuk alokasi beasiswa lanjutan bagi karyasiswa yang masih menjalani studi.

BRIN juga melanjutkan pembiayaan beasiswa sebanyak 453 karyasiswa yang berasal dari penerima Beasiswa Saintek eks Kemenristek dan beasiswa-beasiswa eks K/L lainnya. Beasiswa-beasiswa tersebut awalnya memiliki nominal yang berbeda. Untuk itu BRIN melakukan penelusuran dasar pemberian setiap jenis beasiswa tersebut. Diketahui bahwa beasiswa eks K/L mengacu ke Peraturan Menteri Keuangan tentang Standar Biaya Masukan (PMK SBM), sedangkan Beasiswa Saintek memiliki nominal yang sangat berbeda. Tetapi dari penelusuran tidak ditemukan dasar hukum acuan pembayaran dengan nominal tersebut, kecuali Surat Keputusan Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 282.I/D/PG/2017 tanggal 13 Februari 2017 tentang Standar Biaya Beasiswa Pendidikan Beasiswa Pascasarjana (S2/S3) Dalam Negeri untuk Dosen Tetap (yang Memiliki NIDN dan NIDK), Tenaga Kependidikan, dan Calon Dosen Perguruan Tinggi. Di sisi lain, penerima Beasiswa Saintek bukan merupakan dosen, tenaga kependidikan, ataupun calon dosen.

Akhirnya BRIN mengembalikan dasar pemberian Beasiswa sesuai dengan regulasi yang berlaku yaitu PMK SBM, untuk tahun ini adalah PMK 83/2022 tentang SBM TA 2023. Mengikuti ketentuan tersebut, penerima Beasiswa Saintek mengalami penurunan, dan sebaliknya penerima beasiswa dari eks K/L lain mengalami kenaikan. Sehingga sangat disayangkan apabila diinformasikan bahwa BRIN “memangkas” besaran beasiswa, karena BRIN sebagai K/L justru telah mengeksekusi anggaran mengikuti regulasi yang berlaku.

Untuk anggaran publikasi, sejak awal BRIN tidak memperkenankan adanya pembiayaan untuk publikasi. Karena BRIN mendorong publikasi di jurnal bereputasi yang tidak mewajibkan adanya APC (article processing charge) untuk memastikan bahwa periset BRIN tidak terjebak menjadi pemakai jurnal predator, dan sebaliknya memastikan karya ilmiah yang dihasilkan oleh periset BRIN telah mencapai standar komunitas global.

8. Proses lelang (bidding) jabatan kepala pusat dan organisasi riset

Seluruh proses penetapan pejabat struktural maupun fungsional yang diangkat berbasis pada Seleksi Terbuka yang dapat diakses dan diikuti oleh publik melalui https://selter.brin.go.id. Seluruh proses mengikuti ketentuan regulasi yang berlaku dan diselenggarakan di bawah pengawasan KASN (Komisi ASN).

Pelaksanaan Seleksi Terbuka di BRIN diselenggarakan oleh Panitia Seleksi yang anggotanya sebagian besar berasal dari eksternal BRIN, serta assessment center profesional dengan sistem penilaian berbasis pada kapasitas dan kompetensi kandidat sesuai dengan tuntutan posisi yang dilamar. Kepala BRIN memiliki komitmen kuat untuk menjaga independensi Panitia Seleksi, serta keadilan bagi seluruh peserta seleksi mengingat sivitas BRIN yang berasal dari berbagai K/L yang berbeda. Kepala BRIN tidak mengikuti proses seleksi, dan hanya menerima 3 orang kandidat dengan nilai tertinggi dari Panitia Seleksi untuk dipilih dan ditetapkan. Ini dibuktikan dengan antara lain adanya beberapa pejabat terpilih yang bahkan berasal dari instansi di luar BRIN.

Perlu disampaikan bahwa PPI (Perhimpunan Periset Indonesia) adalah organisasi profesi terbuka bagi semua pihak, tetapi di lain sisi ditetapkan sebagai organisasi profesi untuk para pemangku 11 JF (Jabatan Fungsional) yang dibina oleh BRIN. Sesuai UU 5/2014 tentang ASN dan PP 11/2017 tentang Manajemen PNS, keberadaan dan penetapan organisasi profesi ini adalah wajib sebagai penegak etika profesi dari pemangku JF. Sesuai regulasi, keanggotaan pemangku 11 JF di BRIN maupun K/L lain di PPI juga diwajibkan. Sehingga seluruh Pimpinan di Organisasi Riset dan Pusat Riset yang pasti juga pemangku JF terkait bisa dipastikan adalah anggota PPI, seperti halnya seluruh periset di bawah mereka.