DPRD Minta Pemkot Semarang Tegakkan Peraturan Pembangunan Perumahan

MUS • Friday, 20 Jan 2023 - 06:21 WIB

Semarang – DPRD Kota Semarang meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang untuk bersikap tegas dalam memberikan perizinan kepada para pengembang dan memperingatkan mereka yang tidak bertanggung jawab dalam pembangunan area perumahan.   

Ketua DPRD Kota Semarang Kadarlusman mengatakan Pemkot Semarang harus bersikap tegas dalam menegakkan peraturan daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), selain ketat dalam memberikan perijinan kepada para pengembang.

“Upaya itu harus dilakukan, untuk mencegah terjadinya bencana banjir di berbagai wilayah, terutama di area perumahan. Selama ini masyarakat disekitar perumahan, termasuk warga yang membeli rumah menjadi korban banjir,” ujar Pilus panggilan akrab Kadarlusman seusai Dialog Prime Topic yang digelar di Lobby Gets Hotel Semarang, Kamis (19/1).

Dialog yang mengusung tema ‘Penataan Tata Ruang Wilayah Sebagai Mitigasi Banjir’ yang dipandu oleh moderator Advianto Prasetyobudi dari MNC Trijaya FM Semarang itu, selain menghadirkan nara sumber Ketua DPRD Kota Semarang Kadarlusman, juga Kepala Dinas Penataan Ruang Kota Semarang Mohamad Irwansyah dan Dosen Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota Undip Rukuh Setiadi.

Menurut Pilus, selama ini disinyalir banyak pembangunan perumahan baru yang tidak mengindahkan adanya Perda RTRW dan tidak mentaati ketentuan yang berlaku hingga  berdampak pada banyaknya bencana yang diduga akibat drainase yang tidak sesuai ketentuan dan adanya alih fungsi lahan hijau menjadi kawasan pemukiman.

Seharusnya Perda RTRW ini, lanjutnya, diterapkan dengan sebaik-baiknya, sehingga memiliki manfaat dan dampak positif bagi Kota Semarang. Bahkan pengembangan yang tidak mentaati harus diingatkan secara tegas.

Pilus menambahkan dengan banyaknya bencana banjir yang kerap terjadi ini memang harus ada kajian yang lebih dalam tentang alih fungsi lahan di wilayah Semarang atas, karena dampak wilayah semarang bawah terkena dampak limpahan air dari wilayah atas.

Selain itu, tutur Pilus, penataan lahan harus dilakukan, sehingga tidak lepas kontrol yang akirnya banyak pengembang yang tidak memenuhi persyaratan dan tidak mengindahkan ketentuan yang berlaku.

“Contohnya pembangunan perumahan-perumahan itu kan sudah ada aturannya, berapa luas yang akan dibangun dan harus menyediakan fasilitas publik, tempat ibadah, pemakaman, embung harus disediakan dan drainase harus baik. Air mau dialirkan kemana dan jalan harus baik,” tutur Pilus.

Namun pada kenyataan, lanjutnya, para pengembang tidak mentaati peraturan itu, bahkan jika perumahan sudah laku nyaris habis, mereka semakin tidak peduli, meski semua belum diserahkan kepada pemda setempat.

Tidak sedikit pengembang yang meninggalkan tanggungjawab itu jutru mereka menghilang keberadaannya.

“Berdasarkan RTRW Semarang yang baru ada perubahan 2021 lalu, sudah disesuaikan tata ruang propinsi dan pusat. Kalau dimanfaatkan sebaik mungkin, tentunya pasti memberikan manfaat,” ujar Pilus.

Pemkot Semarang, lanjutnya, harus segera melakukan kajian wilayah Semarang atas dan seharusnya tidak ada toleransi jika terjadi alih fungsi lahan.

Tak hanya itu, pihaknya juga memprihatikan kondisi beban pembangunan yang ada di Semarang bawah. Hal tersebut harus dipikirkan dengan lebih baik, karena jika tidak akan membuat selain bencana banjir juga penurunan tanah semakin cepat.

Dia menilai untuk pembangunan Semarang bawah harus memiliki konsep pembangunan yang berkelanjutan serta memiliki wawasan lingkungan.

Jika alih fungsi lahan sebagai perumahan harus dilakukan audit secara keseluruhan.

“Jika tidak berizin harusnya ya ditutup, jadi harus ada audit secara keseluruhan. Apalagi banyak temuan bencana di daerah atas,” tutur Pilus.

Bahkan dia meminta kepada Pemkot Semarang untuk melakukan langkah tegas jika memang ditemukan pelanggaran dari pengembang perumahan.

Misalnya di dekat daerah aliran sungai (DAS), namun di lapangan, setelah dilakukan pengecekan ternyata memiliki izin KRK.

Selama ini Kota Semarang tidak pernah lepas menghadapi persoalan banjir di bebarapa wilayah hingga tidak kunjung usai, meski berbagai upaya telah dilakukan Pemkot Semarang.

Sementara itu, Kepala Dinas Penataan Ruang Kota Semarang Mohamad Irwansyah menuturkan pihaknya telah melakukan pemetaan lahan sesuai tata ruang, sehingga semua kegiatan pembangunan harus berpegang dengan ketentuan tata ruang.

Namun, lanjutnya, kenyataannya kesadaran masyarakat untuk mentaati ketentuan belum tumbuh sehingga berpotensi terjadinya bencana, baik tanah longsor maupun banjir.

Irwansyah menambahkan pihaknya terus melakukan evaluasi terkait banjir yang terjadi di sejumlah kawasan. Banyaknya temuan inlet saluran yang dipenuhi banyak sampah dan menyumbat aliran air, sehingga menyebabkan banjir yang kini menjadi perhatian banyak pihak.

“Untuk mengatasi banjir di Kota Semarang dibutuhkan kesadaran semua pihak, selain masyarakat, juga pengembang dan investor yang akan melakukan pembangunan pabrik harus pada tempat yang disediakan seperti kawasan industri,” ujarnya.

Senada Dosen Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota Undip Rukuh Setiadi mengatakan perencanaan tata ruang menjadi salah satu solusi untuk mengatasi bencana banjir, namun sayangnya sering tata ruang dijadikan kambing hitam jika terjadi bencana banjir dengan dalaih tata ruang tidak bener.

“Konsep Tata Ruang itu netral tergantung proses, karena itu hasil kesepakatan bersama dan prosesnya panjang dalam pembuatannya, hingga permasalahan menjadi tanggung jawab bersama,” tuturnya.

Menurutnya, penataan ruang itu harus dilakukan sebaik-baiknya untuk jangka panjang, mengingat tata ruang itu sangat penting hingga tidak menimbulkan potensi bencana atau keselahan fatal dalam pemetaan pembangunan yang merugikan banyak pihak. (APb)