Rilis SNPHAR, Menteri PPPA : Penting Sebagai Dasar Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Anak

ANP • Thursday, 1 Dec 2022 - 19:05 WIB

Jakarta – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menerbitkan Laporan Hasil Pengolahan dan Analisis Data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2021. SNPHAR dilaksanakan dengan melibatkan 10.263 individu, yang terdiri dari 5.259 laki – laki, dan 5.004 perempuan pada rentang usia 13 – 24 tahun.
 
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menyatakan Hasil SNPHAR 2021 ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif atas isu kekerasan terhadap anak.
 
“Pelaksanaan SNPHAR 2021 ini menjadi sangat penting dalam membantu memahami skala dan permasalahan kekerasan terhadap anak sebagai dasar dalam pengembangan kebijakan dan program pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak.  SNPHAR 2021 ini tidak hanya menjadi sekedar dokumen, tetapi benar-benar dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh seluruh pemangku kepentingan dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi penyelenggaraan perlindungan khusus anak, terutama yang berkaitan dengan kekerasan terhadap anak,” ujar Menteri PPPA pada Acara Launching Hasil Pengolahan dan Analisis Data SNPHAR 2021 yang dilaksanakan di Gedung Kemen PPPA, Rabu (30/11).
 
Hasil dari SNPHAR 2021 ini menunjukkan penurunan dari hasil SNPHAR 2018, namun demikian, kasus kekerasan terhadap anak hingga saat ini masih memprihatinkan. Untuk itu, dibutuhkan upaya dan sinergi kuat dalam memerangi kekerasan terhadap anak.
 
​“Kemen PPPA tidak henti-hentinya melakukan sosialisasi, edukasi dan advokasi dan tentu saja sinergi dengan Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, NGO, stakeholder lain dan media, untuk ikut serta dalam perjuangan melawan kekerasan terhadap anak. Pencegahan kekerasan terhadap anak harus dimulai dari lingkup terkecil yaitu di lingkungan keluarga masing-masing hingga lingkup yang lebih besar lagi. Selain itu, kami juga mendorong perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan untuk berani melaporkan kasus mereka, berani bersuara. Tidak hanya korban, siapa saja yang melihat peristiwa kekerasan terhadap anak, bisa melaporkan ke layanan Kemen PPPA, yaitu ke SAPA129 melalui call center 129 atau melalui WhatsApp di 08111-129-129,” tegas Menteri PPPA.
 
Plt. Deputi Bidang Pembangunan Masyarakat dan Kebudayaan Bappenas, Subandi menyatakan salah satu dari 3 indikator dalam program prioritas pemenuhan hak dan perlindungan anak dalam RPJMN 2020 - 2024 adalah prevalensi kekerasan terhadap anak dan sumber data yang digunakan untuk indikator adalah SNPHAR.
 
​“SNPHAR sebagai satu-satunya sumber data statistik kekerasan terhadap anak yang mengestimasi prevalensi kekerasan terhadap anak secara nasional.  Hasil analisa survey akan menajamkan intervensi yang harus dilakukan untuk menurunkan prevalensi kekerasan terhadap anak termasuk menyusun strategi yang harus dilakukan, baik secara integrasi atau masing-masing stakeholder, dalam rangka pencegahan hingga penanganan. Tentu saja data harus dilengkapi dengan by name dan by address untuk kepentingan penanganan korban secara lebih spesifik,” ungkap Subandi.
 
​Ketua Tim Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021, Ignatius Praptoraharjo mengungkapkan tujuan dari dilaksanakannya SNPHAR 2021 ini adalah untuk (1) menentukan estimasi prevalensi kejadian kekerasan pada anak dalam 12 bulan terakhir dan pada masa sebelum berusia 18 tahun, termasuk kekerasan selama pandemi Covid – 19, (2) mengidentifikasi pelaku kekerasan, faktor risiko dan perlindungan, konsekuensi kesehatan dan pola pencarian bantuan/layanan, dan (3) menilai pengetahuan dan keterpaparan informasi atas program dan layanan perlindungan anak.
 
​“Berdasarkan data SNHPAR 2021, anak-anak yang memiliki pengalaman kekerasan dalam bentuk apapun lebih banyak dilaporkan oleh anak yang merasa mengalami gangguan emosional (cemas, gelisah, tidak berharga, seringkali merasa sedih, putus asa, segalanya terasa sulit). Demikian pula mereka yang mengalami kekerasan juga lebih banyak dilaporkan oleh anak-anak yang memiliki pengalaman untuk bunuh atau mencoba untuk bunuh diri. Pengungkapan pengalaman kekerasan belum banyak dilakukan oleh mereka yang telah mengalami kekerasan. Hanya sepertiga yang setidaknya mengalami satu bentuk kekerasan atau lebih mengetahui adanya layanan,” tutur Ignatius.
 
Sementara itu, terkait pelaksanaan SNPHAR 2021, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar mengungkapkan bahwa survei dilaksanakan mencakup 14.160 rumah tangga, yang tersebar di 1.416 blok sensus di 236 kecamatan yang berada di 178 kabupaten/kota dari 33 provinsi, dengan menggunakan desain survei kluster empat tahap yang terstratifikasi di 5 (lima) wilayah yang mencakup Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan lainnya.
 
“Ada 3 hal penting yang menjadi perhatian, yaitu: (1) kekerasan terhadap anak dalam bentuk apapun terjadi di antara orang-orang yang saling mengenal, baik teman atau keluarga; (2) Layanan untuk anak yang menjadi korban kekerasan belum banyak yang bisa diakses dan dimanfaatkan dan; (3) anak yang menjadi korban kekerasan lebih banyak melaporkan mengalami kesehatan jiwa atau gangguan emosional,” ujar Nahar.
 
SNPHAR 2021 dimaksudkan secara utama untuk menentukan estimasi secara nasional besaran kekerasan terhadap anak usia 13-17 tahun pada periode 12 bulan terakhir dan pengalaman kekerasan pada masa anak-anak atau usia kurang dari 18 tahun pada usia 18-24 tahun.
 
Adapun secara garis besar kesimpulan dari SNPHAR 2021 adalah :
 
1. Prevalensi kekerasan terhadap anak pada usia 13-17 tahun dalam 12 bulan terakhir adalah 26,58 persen untuk perempuan dan laki-laki 20,51 persen. Sementara prevalensi kekerasan terhadap anak sebelum usia 18 tahun yang dilaporkan oleh kelompok usia 18-24 tahun adalah sebesar 38,56 persen untuk perempuan dan 37,44 persen untuk kelompok laki-laki.
2. SNPHR 2021 juga telah melakukan estimasi kekerasan terhadap anak pada kelompok usia 13-17 tahun selama pandemi COVID-19. Secara keseluruhan, 23 dari 100 laki-laki dan 27 dari 100 perempuan usia 13-17 tahun setidaknya pernah mengalami satu kekerasan atau lebih di masa pandemi COVID-19.
3. Prevalensi kekerasan yang diestimasi dalam SNPHAR 2021 lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan prevalensi kekerasan yang diperoleh pada tahun 2018. Penjelasan atas perbedaan tersebut tidak memungkinkan untuk diperoleh dari survei ini karena berbagai faktor konteksual yang mungkin mempengaruhinya. Perbedaan tersebut seperti data cakupan program, kebijakan atau partisipasi masyarakat dalam perlindungan, yang tidak dikumpulkan dalam SNPHAR 2021.