Kebijakan Subsidi Energi di Tahun Politik, PKS: Pemerintah Harus Cermat dan Hati-hati

AKM • Friday, 29 Jul 2022 - 10:02 WIB

Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto, minta Pemerintah cermat dan berhati-hati dalam membuat kebijakan untuk merespon turbulensi ekonomi akibat lonjakan kenaikan harga migas dunia. 

Ditambahkannya Pemerintah harus tampil di depan untuk meredam dan mengelola gejolak ekonomi akibat kenaikan harga migas dunia tersebut. Sehingga beban ekonomi masyarakat tidak bertambah. 

"Pemerintah tidak bisa serta-merta menaikan harga BBM, LPG dan listrik subsidi karena dapat dipastikan akan mengakibatkan inflasi yang tinggi. Apalagi sebentar lagi Indonesia akan memasuki tahun politik. Sehingga Pemerintah sebaiknya jangan membuat kebijakan yang dapat menimbulkan kegaduhan baru," ujar Mulyanto kepada Media, Jakarta, Jum''at (29/7).

Mulyanto menyebutkan Pemerintah harus menyiapkan skenario stabilitas ekonomi yang berpihak pada masyarakat. Sehingga walaupun ongkosnya sangat besar, yakni kenaikan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) hampir mencapai angka Rp 350 triliun, untuk menahan lonjakan harga BBM, gas, dan listrik, namun langkah itu secara mandatorial harus diambil.  

"Ini kan bersifat obligatif, negara harus hadir melindungi segenap bangsa. Tidak boleh beban ekonomi tersebut langsung dilepas (pass through) ke masyarakat, termasuk juga kepada badan usaha milik negara.  

Kontrak sosial, antara rakyat dan negara kan seperti itu. Rakyat memberikan mandat kepada negara untuk mengatur kebijakan publik dalam rangka melindungi mereka," kata Mulyanto. 

Mulyanto menambahkan, karenanya pembayaran subsidi dan kompensasi kepada Pertamina dan PLN secara regular periodik tepat waktu, sesuai dengan kapasitas kemampuan badan usaha dan kapasitas kemampuan keuangan pemerintah, menjadi penting.  

Tradisi ini secara konsisten harus dijaga, agar kedua BUMN energi tersebut dapat menjalankan amanah yang dibebankan kepadanya dengan baik. Jangan sampai BUMN tersebut kesulitan likuiditas dan mandeg.

"Di sisi lain kita bersyukur, pada semester pertama tahun 2022 ini, enam bulan berturut-turut, APBN surplus sebesar Rp 73,6 triliun, karena penerimaan dari ekspor komoditas yang juga meningkat. Surplus ini tentu dapat membantu kita menutupi beban subsidi energi di atas," jelasnya. 

Untuk diketahui Menteri keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Rabu (27/6/2022) menyampaikan, bahwa total kenaikan APBN hampir Rp 350 triliun sendiri untuk menahan harga BBM, gas, dan listrik agar tidak naik, yaitu Rp 275 triliun untuk kompensasi, dan Rp 77 triliun untuk subsidi.

Di sisi lain, Sri Mulyani Indrawati melaporkan APBN surplus sebesar Rp 73,6 triliun pada semester I-2022. Besaran surplus itu setara dengan 0,39 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.  

Ia mengatakan, surplus APBN hingga akhir Juni 2022 terbilang sangat baik jika dibandingkan akhir Juni 2021 yang tercatat defisit Rp 283,1 triliun. Surplus itu ditopang oleh pendapatan negara yang tumbuh signfikan dibandingkan belanja negara.

Dengan adanya surplus maka pembiayaan utang mengalami penurunan. Hingga akhir Juni 2022, pembiayaan utang baru sebesar Rp 153,5 triliun atau turun 63,5 persen (yoy) dibandingkan periode sama di 2021 yang mencapai Rp 421,1 triliun.