Hindari Krisis Ekonomi, Pemerintah Diminta Ekstra Hati-hati Buat Kebijakan

AKM • Thursday, 21 Jul 2022 - 10:32 WIB

Jakarta - Pemerintah diminta ekstra hati-hati dalam membuat kebijakan, terutama dalam pengelolaan belanja yang tidak produktif, karena akan berdampak serius pada perekonomian.  Sikap kehati-hatian ini, akan menghindarkan Indonesia dari jeratan jurang resesi atau krisis ekonomi seperti yang terjadi tahun 1998 lalu.

“Ekonomi Indonesia saat ini tidak benar-benar aman dari resesi. Sehingga pemerintah tidak perlu melakukan pembelaan diri sekedar memberikan rasa aman kepada publik, bahwa Indonesia tidak akan terkena Resesi,” ujar  ketua Umum Partai Gelora Anis Matta dalam dialog dengan tema 'Ancaman Resesi Global Mengintai, Bagaimana Indonesia Menghadapinya?', Rabu (20/7).

Menurut Anis, ucapan atau mantra dari para ekonom bahwa fundamental ekonomi kuat namun krisis 1998 terjadi.

"Apakah mantra itu, sama yang kita baca sekarang atau tidak, nanti kita lihat, karena krisis punya cara kerja sendiri. Tapi yang kita saksikan setiap hari, adalah wajah-wajah publik yang semakin galau,  semakin frustrasi dan semakin kehilangan harapan," katanya.

Anis Matta menegaskan, krisis berlarut saat ini akan terus membuat ledakan dan benturan demi benturan yang tidak terduga. Benturan ini akan menciptakan pecahan-pecahan peristiwa besar.

Krisis ekonom saat ini, lanjutnya, selain memilliki sifat sistemik juga dipengaruhi banyak faktor geopolitik seperti perang supremasi antara Amerika Serikat-Rusia, yang berdampak pada harga komoditas secara global.  

"Banyak negara mengalami goncangan yang politik yang luar biasa akibat krisis ekonomi. Persoalan kita sebagai bangsa pada sisi konflik supremasi ini, kita sangat mungkin bisa menjadi collateral damage," tandasnya.

Karena itu, Anis Matta berharap pemerintah mampu membaca arah krisis secara global, seperti kemana arah selanjutnyna dan dimana titik aman Indonesia agar tidak menjadi collateral demage.

"Dalam konteks ini, Partai Gelora meminta pemerintah membaca situasi kita secara lebih lengkap dalam pengelolaan situasi makro dengan tidak membenarkan pemborosan anggaran dalam belanja kita. Itu satu kesalahan yang sangat besar," tegasnya.

Managing Director Political Economic and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan, ekonomi Indonesia saat ini sedang menuju resesi. Indikasinya, inflasi tinggi, harga-harga melonjak dan utamanya harga komoditas dunia.  

"Indonesia bergantung pada The Fed (Bank Sentra AS) untuk penentuan suku bunga. Sehingga pemerintah harus waspada apabila suku bunga dinaikkan, karena akan berpengaruh pada pelemahan rupiah dan harga komoditas yang menurun. Tentu ini, akan sangat menyulitkan kembali bagi Indonesia," kata Anthony.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Gunawan Tjokro mengatakan, pengusaha  optimis bisa melewati kondisi sulit atau krisis. Hal ini, dengan jalan merespon dengan pengetatan pengeluaran dan meningkatkan kapasitas peluang pemodalan dari perbankan.

"Kami ini modalnya optimis, bahkan saat krisis ada opsi peluang pinjaman malah kita optimalkan. Terpenting cash flow terus berjalan," kata Gunawan. 

Bagi pengusaha, lanjut Gunawan, dampak krisis terjadi dari konsumen menahan konsumsinya. Kemudian juga disikapi pengusaha dengan menahan atau menunda capex nya dan fokus pada pengeluaran rutin terlebih dahulu.

"Sebab kalau masuk resesi, cash flow berantakan, akan sangat membahayakan," terangnya. 

Gunawan lantas menceritakan pengalamanya saat terjadi krisis tahun 1998 silam. Saat itu, permintaan konsumen anjlok hanya tinggal sekitar 20 persen.

"Karena mampu menahan pengeluaran, kita malah mengambil alih tiga perusahaan yang sudah mau bangkrut. intinya persiapan cashflow harus baik, saat musim paceklik. Setiap krisis selalu ada kesempatan, kita juga tak boleh over reaction atau respon berlebihan. Kalau terlalu reaktif malah akan menciptakan lubang resesi sendiri," pungkasya.