Perubahan KUHP,  Selesaikan Kasus Pers Melalui Dewan Pers

AKM • Wednesday, 20 Jul 2022 - 12:32 WIB

Jakarta - Dewan Pers mengharapkan ada proses transparansi dan akuntabilitas serta partisipatif bermakna terhadap perubahan KUHP menyangkut kebebasan pers. 

Ketua Komisi Pendataan, Kajian dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyatakan sistem pidana dan pemidanaan tidak lagi multitafsir dan tidak lagi berisi pasal-pasal karet.

“Dewan Pers bertemu dengan Bapak Kapolri. Kami ingin mendudukkan bahwa kasus-kasus pers itu diselesaikan oleh Dewan Pers bukan dengan cara pidana. Oleh karena itu ini penting sekali,”ujarnya dalam Diskusi Forum Legislasi dengan ‘RUU KUHP dan Ancaman Kebebasan Pers’ di Jakarta Selasa (19/7).

Sampai saat ini, kata Ninik Rahayu, pihaknya belum membaca draft yang asli, sehingga belum bisa membahas secara khusus terkait pers tersebut. Sementara ini yang dikaji adalah draft yang beredar di masyarakat.

“Jangan sampai RKUHP ini bertentangan dengan pasal 27 UUD NRI 1945 terkait dengan kebebasan pers. Misi hukum pidana itu harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip HAM, demokrasi, dan dekolonialisasi. Dan, sebaiknya, kasus pers itu diselesaikan oleh Dewan Pers,” kata Ninik.

Anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman dalam diskusi itu menegaskan, pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) selalu secara terbuka, dan tidak pernah dibahas di ruang gelap. Juga melibatkan seluruh stackholder, akademisi, kampus, para pakar, ormas, lembaga swadaya masyarakat dan sebagainya.

“DPR dan pemerintah satu kata sepakat dengan tujuan merah putih karena terkait kepentingan ideologis, menyadari selama 75 tahun merdeka ini masih menggunakan warisan kolonial. Dimana baru pada pemerintahan ini warisan kolonial Belanda itu direvisi,” tegas politisi Demokrat itu.

Menurut Benny, pembahasan RKUHP ini dilakukan sejak tahun 2017 yang diketuai oleh alm. Prof Muladi, dan tahun 2019 akan disahkan namun mendapat perlawanan masyarakat, berbaengan dengan revisi UU KPK.

“Alhasil, pengesahan RKUHP ini batal,” ujarnya.

Kemudian, pembahasannya dilanjutkan oleh DPR periode selanjutnya, sehingga dibahas sampai sekarang. Masalahnya apa relevansinya kekhususan dengan pers? “Hak yang dijamin dalam UU Pers dan KUHP sama-sama untuk melindungi kebebasan menyatakan pendapat. Yang tidak boleh itu, kebebasan itu disalahgunakan dan perbuatannya itulah yang nanti bisa dipidana. Misalnya menyebarkan berita hoaks,” ungkap Benny.

Lalu apakah UU Pers perlu dihapus? Menurutnya justru tidak perlu dihapus, melainkan bisa disingkronkan atau dimasukkan ke dalam RUU KUHP. Dengan demikian tidak perlu ada kekhawatiran dengan RUU KUHP ini.

“Yang bikin kita takut kalau kalimatnya dibalik-balik. Makanya wartawan harus memberi masukan, kritik, dan saran. Sebab, RUU KUHP ini masa depan kita semua,” pungkasnya.