DPRD Jateng Minta Pemprov Anggarkan Bantuan Pengelolaan Sampah

MUS • Wednesday, 6 Jul 2022 - 15:19 WIB

Semarang - DPRD Jateng akan terus mendorong regulasi sampah rumah tangga dapat didekati dengan peraturan desa atau peraturan yang sifatnya lokal baik itu keputusan Rukun Tetangga (RT) maupun Rukun Warga (RW), mengingat rumah tangga yang paling efektif adalah sanksi sosial.

Wakil Ketua Komisi D DPRD Jateng Hadi Santoso mengatakan membangun kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah yang bertanggung jawab membutuhkan waktu. Oleh karena itu diperlukan upaya yang lebih masif, salah satunya penegakkan hukum di tingkat lokal.

Menurutnya, peraturan lokal terhadap sampah rumah tangga itu paling efektif hanya sanksi sosial dengan sifat kearifan lokal, bukan sifatnya sanksi material maupun sanksi pidana, sehingga pendekatan sanksi sosial ini lebih efektif kalau pengawasan melekat dilakukan oleh masyarakat.

Regulasi harus didekati dengan kearifan lokal, mengingat masyarakat juga berkeinginan dapat mengelola sampah secara mandiri, namun mereka belum mengetahui cara yang benar dan tidak memiliki sarana serta alat pendukung, ujar Hadi usai menjadi nara sumber diskusi Prime Topic, bertema Pengelolaan Sampah Rumah Tangga yang digelar di Lobby Gets Hotel Semarang, Selasa (5/7).

DPRD, lanjutnya, juga akan mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng melalui kebijakan anggarannya agar berpihak pada sarana dan prasarana untuk pengelolaan dan penyediaan serta penunjang pengelolaan sampah.

Hadi menuturkan pembentukan bank sampah oleh masyarakat sangat membutuhkan sejumlah bantuan penunjang penanganan sampah di antaranya berupa sepeda motor roda tiga, tong sampah hingga mesin pencacah sampah serta mesin pemilah sampah.

Pengolahan sampah domestik ini, lanjutnya, tentunya harus menjadi perhatian bersama. Sejatinya, dengan pengelolaan yang benar, rumah tangga dapat mengurangi signifikan produksi sampahnya.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang dimaksud sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah ini dihasilkan manusia setiap melakukan aktivitas sehari-hari. Pengelolaan sampah menerapkan paradigma baru yaitu pengelolaan sampah secara holistik dari hulu sampai hilir.

Hadi menambahkan untuk meminimalisir permasalahan sampah maka harus ada pengelolaan sampah sejak dari sumbernya. Pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

Pengelolaan sampah perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat dan aman bagi lingkungan serta dapat mengubah perilaku masyarakat.

Pihaknya juga mendukung pengelolaan sampah dari lingkup Rukun Tetangga (RT) maupun Rukun Warga (RW) dengan pengelolaan sampah melalui pembentukan bank sampah atau program kegiatan Desa Mandiri Sampah.

Aktivitas bank sampah, tutur Hadi, sangat membutuhkan bantuan sarana dan prasarana untuk penunjang pengolahan sampah yang dapat memberikan nilai ekonomis dari pemilahan sampah organik  yang dapat dijadikan potensi meningkatkan penghasilan bagi warga.

Menurutnya, permasalahan mengenai sampah menjadi hal krusial akhir-akhir ini. Peningkatan populasi, ekonomi, arus urbanisasi, dan peningkatan standar hidup masyarakat sangat berpengaruh besar dalam mempercepat laju pertumbuhan sampah suatu kota.

Di beberapa daerah, lanjutnya, sampah menjadi sumber masalah, bahkan berpotensi  menimbulkan bencana. Tidak terkecuali di Jateng. Pola sistem open dumping di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang telah dilakukan pemerintah belum mampu menjawab persoalan sampah itu sendiri.

"Sebagai bentuk penyelesaian masalah perlu adanya penanganan dan pengelolaan sampah mulai dari hulu yaitu sampah rumah tangga," tutur Hadi.

Hadi juga meminta pegiat bank sampah di lingkungan RW aktif berperan. Ada nilai ekonomis dari pemilahan sampah anorganik dari warga yang dapat dijadikan potensi meningkatkan penghasilan bagi warga.

Menurut Hadi, terus bertambahnya jumlah populasi manusia di dunia, maka jumlah produksi sampah pun cenderung terus  bertambah. Sampah-sampah yang belum bisa diolah karena keterbatasan alat dan kompetensi, tentunya akan menyebabkan timbunan sampah di TPA. Hal ini lah yang sudah terjadi di berbagai daerah.

Selain itu, tutur Hadi, pasalnya, sampah yang dihasilkan baik dari rumah tangga hingga perusahaan setiap harinya terbilang banyak dan terus bertambah dan belum bisa diurai secara maksimal.

"Dengan kondisi itu, tentu akan membutuhkan space atau ruang yang sangat besar. Bahkan 40 % dari jumlah panghasil sampah di Jateng, tercatat sumber paling besar dari sampah rumah tangga terutama sisa-sisa makanan," ujarnya.

Kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah pun masih rendah sehingga harus didorong melalui edukasi. Berbeda dengan penanganan sampah perusahaan, industri dan perhotelan yang lebih mudah, karena ada peraturan hukumnya.

"Sekarang ini kita sudah bisa dikatakan darurat sampah, karena terbukti di ujung pembuangan akhir sampah TPA, hampir semua kabupaten/kota di Jateng sudah overload, sehingga sangat membutuhkan banyak lahan untuk lokasi TPA," tutur Hadi.

Hadi menuturkan sampah telah menjadi persoalan yang sangat serius dan saling terkait antar dimensi, sehingga pelibatan seluruh komponen masyarakat, pemerintah desa, dunia swasta dan perangkat daerah menjadi sangat penting. (APb)