Anggotanya jadi Tersangka Kasus Terorisme, MUI Bantah Disusupi Paham Radikal

MUS • Friday, 19 Nov 2021 - 19:10 WIB

Jakarta – Majelis Ulama Indonesia membantah organisasinya telah disusupi paham radikal, pasca penangkapan Farid Okbah dan Ahmad Zain An-Najah dalam kasus penggalangan dana terorisme.

Diketahui Farid merupakan anggota Komisi Fatwa MUI Kota Bekasi, sedangkan Ahmad Zain duduk sebagai anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Pusat. Keduanya ditangkap bersama satu pelaku lain, atas sangkaan menggalang dana untuk kelompok Jamaah Islamiyah (JI). 

“Tidak merasa disusupi karena tindakannya kan di luar, ditangkapnya juga di luar. Artinya dia bertindak di luar korelasi dari fungsi dakwah yang diemban MUI,” kata Wakil Sekjen Bidang Hukum MUI, Ikhsan Abdullah, dalam Trijaya Hot Topic Petang: Menyoal Penangkapan Teroris JI, Jumat (19/11/2021).

Ikhsan menambahkan, MUI tidak pernah sedikit pun memberi ruang berkembangnya paham radikalisme di organisasi mereka.

“Sikap MUI jelas, selama ini kami mengarusutamakan Islam jalan tengah yang rahmah. Tidak bisa bersemai paham radikal apalagi terorisme. Wajah MUI seperti itu,” tegas Ikhsan. 

BACA JUGA: BIN Akui ada Infiltrasi JI ke Ormas dan Lembaga

Prinsip tidak menolerir radikalisme, sudah ditunjukkan MUI dengan langsung menonaktifkan Ahmad Zain pada hari yang sama ketika ia ditangkap Densus 88.

Ikhsan secara pribadi mengaku sangat terkejut dan malu dengan kejadian ini. “Kenapa orang seperti ini ada di MUI, karena nila setitik rusak susu sebelanga,” sesalnya.

Gara-gara kasus ini pula, media sosial sempat ramai dengan cuitan netizen mengenai pembubaran MUI.

Lalu apa tanggapan Ikhsan tentang hal ini?  

“Saya rasa tidak mungkin masyarakat dan pemerintah menghendaki pembubaran MUI. Bagaimana pun MUI sangat diperlukan dalam rangka merawat nilai-nilai kebangsaan. Kalau ada cuitan seperti itu (pembubaran MUI) berlebihan ya. Kalau ada hama dalam tenda besar, jangan bakar tendanya. Cukup para pengganggu itu yang kita keluarkan,” tegas Ikhsan.

Pengamat intelijen dan terorisme, Stanislaus Riyanta juga tidak sepakat bila tertangkapnya dua anggota MUI dalam kasus terorisme, langsung disimpulkan sebagai bukti infiltrasi paham teroris. 

“Penyusupan harus dibuktikan. Kalau dia masuk normal-normal saja tidak mempengaruhi kebijakan dan tidak merekrut rekan-rekannya, berarti dia disitu untuk bertahan hidup,” jelas Riyanta. 

“Kecuali terbukti dia mempengaruhi rekan-rekannya, menggalang dana, merekrut anggota dan sebagainya itu baru bisa disebut menyusup,” sambungnya. 

Meski begitu, ia sepakat keberadaan JI perlu terus diwaspadai. Karena, kata Riyanta, sekarang JI sudah mengubah strategi dengan meninggalkan kekerasan yang selama ini justru merugikan mereka sendiri.

“Jadi mereka menggunakan cara-cara lain seperti dakwah, penggalangan dana, ada yang punya kebun sawit, mengirim anggotanya keluar negeri untuk belajar. Tujuannya lebih bersifat jangka panjang,” sebut Riyanta.