Molnupiravir, Obat Covid-19 Temuan Amerika Serikat

FAZ • Thursday, 7 Oct 2021 - 14:54 WIB

Jakarta - Molnupiravir dikabarkan sebagai obat Covid-19. Obat ini merupakan sebuah penemuan dari Amerika Serikat.

Dalam wawancara dengan MNC Radio Trijaya pada program Trijaya Hot Topic Pagi, Kamis (07/10/2021), Professor Zullies Ikawati, Guru Besar Farmasi Universitas Gajah Mada mengatakan, bahwa tidak ada salahnya kita berjaga-jaga dan memesan Molnupiravir.

“Publikasi Ilmiah dari obat ini belum ada, kita baru liat analisis sementara. Walaupun kita bisa melacak dari laman website yang lain. Dalam percobaan yang sudah dilakukan,obat ini dapat menekan 50% kasus dan kematian akibat covid-19,” kata Zullies.

Meskipun bisa menekan angka kasus dan juga angka kematian, obat ini hanya bisa diberikan kepada mereka yang memiliki gejala ringan sampai sedang saja, untuk penderita gejala berat obat ini kurang cukup baik.

"Molnupiravir bisa jadi alternatif lain dari favipiravir. Kalau hanya mengandalkan favipiravir kan juga jumlahnya terbatas karena seluruh dunia membutuhkan. Apalagi obat ini dapat langsung diminum tanpa menggunakan infus," ungkap Zullies.

Cara kerja obar molnupiravir sama dengan favipiravir, karena menghambat enzim yang berkaitan untuk menghambat virus itu sendiri dalam tubuh manusia. Zullies juga mengatakan, tidak usah melakukan uji klinis kembali jika sudah diteliti dan akan ada kemungkinan Indonesia bisa membuat sendiri jika sudah ada approval dari atasan.

“Prosedurnya, ceritanya kalau sudah dapat approval, tergantung apakah dari pemerintah, harus ada  prosedur administratif, ia harus mengajukan ke Badan POM untuk mengajukan Approval, kalau dapat lisensi untuk dapat dibuat sendiri di Indonesia, itu ada kemungkinan,” tutup Zullies.

Menanggapi kondisi ini, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI), dr Mahesa Paranadipa Maikel angkat bicara, ia mengatakan untuk bisa membeli obat ini, meskipun angka Covid-19 di Indonesia sudah menurun.

“Walaupun kasus menurun ya memang tifak ada obat spesifik rata-rata antivirus dan tujuannya untuk menurunkan komplikasi-komplikasi, sah-sah saja kalau ada obat baru dan teruji dan sudah teruji oleh BPOM, kedokteran juga akan menggunakan itu,” ungkap Mahesa.

Meskipun obat ini akan digunakan, tetapi Mahesa juga menegaskan bahwa dokter yang akan menggunakannya harus dibekali prosedur-prosedur yang cukup, sehingga tidak terjadi kesalahan. Fenomena ramainya obat-obatan baru yang selalu muncul dan selalu dinyatakan bisa mencegah Covid-19, merupakan fenomena yang manusiawi, tetapi masyarakat harus perlu tahu segala sesuatu penemuan penyakit dengan metode, harus jelas diberikan kewenangan.

“Jika ada informasi yang didukung dengan informasi valid dan didukung lembaga tertentu, semoga bisa mengatasi situasi darurat yang dialami. Obat ada izin, dokter dibekali, ada rekomendasi sesuai indikasi. Jangan karena respon berlebihan ya sudah pakai saja. Perlu diberikan terkait literasi kesehatan, untuk melindungi pasien, masyarakat dan dokter,” tutup Mahesa. (GRA)