DPR Minta Presiden Jokowi Lakukan  Lobi Keberangkatan Umroh Indonesia

AKM • Friday, 1 Oct 2021 - 10:12 WIB

Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR RI  Hidayat Nur Wahid menyatakan Indonesia memiliki predikat negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dan memiliki jemaah terbanyak untuk haji dan umrah. Namun, menurut Hidayat, predikat tersebut tidaklah berarti di mata Arab Saudi sebagai negara penyelenggara haji dan umrah.

“Sebab, hingga saat ini, jangankan untuk jemaah haji, untuk memberangkat jemaah umrah pun Indonesia tidak berdaya dengan keputusan Arab Saudi,” ungkap Hidayat dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema ‘Arab Saudi Sudah Izinkan Umrah, Kenapa Indonesia Belum ?’ di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (30/9/2021).

Hidayat yang juga Wakil Ketua MPR RI mengatakan karena keputusan tertinggi ada di tangan Raja maka sebaiknya Presiden Joko Widodo turun tangan secara langsung melakukan komunikasi untuk melakukan lobi dengan Raja Salman.

Meski Kedutaan Besar dan Kementerian Agama juga berperan namun, politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyarankan adanya komunikasi langsung antara Presiden Jokowi dengan Raja Salman.

“Dalam konteks ini tidak hanya cukup dengan kedutaannya tetapi langsung antar menteri, bahkan presiden dalam hal ini Bapak Jokowi kami mengusulkan agar bisa berkomunikasi langsung dengan Raja Salman,” saran Hidayat.

Sejauh ini, Hidayat menjelaskan Saudi Arabia memang sudah membuka umroh tetapi dengan pengetatan-pengetatan dan juga dengan persyaratan-persyaratan. Bahkan, ada 4 negara yang dikenal sebagai pengirim umroh yang terbesar se-dunia, yaitu Turki, India, Mesir termasuk Indonesia sendiri belum diizinkan untuk pengiriman umrohnya.

“Jadi bukan hanya Indonesia, tiga negara yang saya sebutkan tadi itu juga belum diizinkan, padahal ke empat negara ini adalah pengirim jamah umroh terbesar,” ungkap Hidayat.

Menurutnya, kalau alasannya vaksinasi Covid-19, sebenarnya kata Hidayat dibanding dengan Indonesia yang baru sekitar 18%, itu lebih tinggi dari pada India yang hanya 16%, sementara Mesir masih di bawah 10% maka Indonesia sudah tergolong besar jumlah penduduknya yang divaksin.

Sehingga fakta ini bisa dijadikan diplomasi pemerintah Indonesia tentang capaian vaksinasi di Indonesia sudah tinggi persentasenya. Apalagi dengan fakta tentang penurunan jumlah daripada yang meninggal akibat Covid-19, maupun yang terserang sudah terjadi pelandaian yang sangat-sangat signifikan.

“Mestinya juga menjadi bagian dari pada yang bisa dikomunikasikan oleh pemerintah Indonesia kepada Saudi Arabia secara langsung, naik kepada menteri kesehatannya maupun kepada Raja Salman,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR yang membidangi Kesehatan, Rahmad Handoyo meminta pemerintah melakukan berbagai cara agar izin tersebut dikeluarkan. Bahkan, jika salah satu syarat umrah adalah jemaah tertentu harus mendapat booster, ia pun meminta ada pencarian solusi bahkan perubahan kebijakan soal booster di Indonesia.

Sebab, bagi jemaah yang disuntik vaksin Sinovac dan Sinopharm, Arab Saudi mewajibkan mereka mendapat booster (suntikan ketiga) dari salah satu merek vaksin yang dipakai Arab Saudi. Padahal mayoritas masyarakat Indonesia pakai Sinovac, dan vaksinasi dengan Sinopharm baru berjalan selama beberapa bulan terakhir.

“Karena Kerajaan Arab Saudi mewajibkan untuk booster, ini harus kita pikirkan. Sedangkan aturan dari negara, pemerintah, Kementerian Kesehatan, booster saat ini hanya untuk nakes,” kata Rahmad.

“Saya setuju ada duduk bersama antara pemerintah Kerajaan Arab Saudi dengan kita, menteri saya kira. Itu sudah pernah dilakukan tetapi itu tadi, kalau prasyaratnya booster kita harus mengubah keputusan dulu,” imbuh dia.

Rahmad mengakui saat ini masih banyak warga yang bahkan belum mendapat vaksin dosis pertama, sehingga booster vaksin baru dianjurkan untuk nakes. Tetapi di satu sisi, ia melihat capaian vaksinasi juga sudah cukup baik di Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain.

Oleh sebab itu, ia berharap pengecualian booster selain untuk nakes dapat diberikan juga kepada jemaah umrah dan pihak-pihak tertentu yang memerlukan booster mendesak. Namun, ia menekankan keputusan tetap harus dipertimbangkan dengan bijak mengingat masih banyak warga yang belum divaksin.

“Saya kira prasyarat untuk Arab Saudi sama dengan ketika saudara kita, rakyat kita yang mau kerja di luar negeri, seperti pelaut itu jelas-jelas nasibnya untuk rakyat, untuk tulang punggung keluarga, pilot ataupun warga kita harus ke luar negeri naik pesawat, tetapi harus booster itu belum bisa. Kita harus kita cari solusi dengan bijak,” papar dia.

 Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah RI, Firman M Nur mengatakan umrah saat ini menjadi harapan satu-satunya umat Islam di Indoneaia karena harapan berhaji sudah hampir pupus bagia sebagian besar jemaah haji Indonesia akibat begitu lamanya waktu tunggu untuk bisa berhaji ke Arab Saudi.

“Untuk haji harus antrian hingga 20-an tahun bahkan lebih,” kata Firman.

Firman mengusulkan pentingnya membuka kantor cabang bank syariah Indonesia (BSI) agar jutaan jamaah haji dan umrah tetap bertransaksi di BI.

“Itu artinya perputaran Rp50 triliun per tahun itu tidak lari keluar, melainkan tetap di BI. Dan, kunci semuamya adalah lobi dengan Arab Saudi,” kata Firman.