Kritisi Pelaksanaan APBN 2020, Fraksi PKS: Penanganan Pandemi dan Kesejahteraan Rakyat tak Optimal

MUS • Monday, 6 Sep 2021 - 16:35 WIB

Jakarta - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menggelar konferensi pers yang dipimpin langsung oleh Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, dan dihadiri Wakil Ketua FPKS Bidang Ekuintek, Ecky Awal Mucharram, Wakil Ketua FPKS Bidang Polhukam, Sukamta, Wakil Sekretaris FPKS, Suryadi Jaya Purnama dan Anggota Komisi XI FPKS yang juga Ketua DPP PKS Bidang Ekuin, Anis Byarwati, terkait Rancangan Undang-Undang tentang Pertangungjawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020. 

Dalam keterangan yang disampaikan Wakil Ketua Fraksi PKS bidang Ekuin, Ecky Awal Mucharram, secara umum kinerja Pemerintah dalam pelaksanaan APBN tahun 
2020 dinilai kurang memuaskan, sehingga berdampak tidak optimalnya penanganan pandemi dan peningkatkan kesejahteraan rakyat. 

"Fraksi PKS berpendapat bahwa APBN 
menjadi wujud nyata hadirnya negara dalam perekonomian, sehingga APBN harus menjadi 
instrumen strategis dan jangkar kebijakan ekonomi utama untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana amanat konstitusi," tegas Ecky.

Pelaksanaan APBN, lanjut Ecky, juga perlu terus memperhatikan aspek kesinambungan fiskal dan keadilan antar generasi. Selanjutnya, dalam menyikapi hasil pembicaraan terkait RUU Tentang Pertanggung-jawaban Atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020, Fraksi PKS memberikan beberapa catatan.

"Pertama, Fraksi PKS berpendapat buruknya kinerja Pemerintah dalam pengelolaan utang dan diperparah pada masa pandemi Covid-19. Tercatat total utang Pemerintah pada tahun 
2020 mencapai Rp6.080,08 triliun atau 39,4 persen terhadap PDB. Tingginya utang juga diiringi dengan melonjaknya beban bunga yang dibayarkan," terang Ecky.

Nilai tersebut, imbuh Ecky, menjadi sejarah baru 
bahwa akumulasi utang, persentase peningkatan dalam satu tahun anggaran, dan rasio utang terhadap PDB tahun 2020 menjadi yang tertinggi. Tren penambahan utang 
pemerintah dan biaya bunga melampaui pertumbuhan PDB dan penerimaan negara yang memunculkan kekhawatiran terhadap penurunan kemampuan pemerintah untuk 
membayar utang dan bunga utang. 

Kedua, anggota Badan Anggaran ini melanjutkan, Fraksi PKS berpendapat pemerintah menghadapi persoalan serius terkait dengan kesinambungan fiskal. Realisasi keseimbangan primer pada 2020 tercatat sebesar negatif Rp633,61 triliun. 

"Ketiga, Fraksi PKS berpendapat adanya pengendalian intern yang lemah dalam pengelolaan pembiayaan investasi Pemerintah. Lebih rendahnya realisasi dinilai bukan sebuah prestasi, justru sebaliknya," terang Ecky 

Keempat, Fraksi PKS berpendapat realisasi defisit anggaran sebesar sebesar Rp947,70 triliun atau 91,19 persen dari estimasi APBN sebesar Rp1.039,21 triliun. Lebih rendahnya realisasi dinilai bukan sebuah prestasi, justru sebaliknya. 

"Kelima, Fraksi PKS berpendapat Pemerintah harus melakukan perbaikan dalam proses 
perencanaan dan realisasi program. Pada 2020 tercatat adanya Sisa Lebih Pembiayaan 
Anggaran (SiLPA) sebesar Rp245,59 triliun atau mencapai 9,46 persen dari total realisasi 
anggaran belanja," papar Ecky.

Keenam, Fraksi PKS mendorong Pemerintah untuk melaksanakan rekomendasi BPK guna 
memperkuat realisasi pendapatan negara.  Fraksi PKS menilai realisasi pendapatan negara masih perlu dioptimalkan, walaupun di tengah Pandemi yang terjadi. 

"Ketujuh, Fraksi PKS mendorong Pemerintah untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK yang menunjukkan adanya beberapa pelaporan transaksi pajak yang belum lengkap menyajikan hak negara minimal sebesar Rp 21,57 Triliun dan USD 8,26 juta, tahun 2019 mencapai 9,76%, dan tahun 2020 hanya mencapai 8,30%," pungkasnya.

Diakhir pemaparan, Ecky mengatakan, Fraksi PKS berpendapat resesi ekonomi tahun 2020 telah menyebabkan indikatorindikator sosial memburuk. Rakyat yang rentan miskin dan hampir miskin yang semakin menunjukan peningkatan. 

"Jumlah pengangguran tahun 2020 juga memecahkan rekor dengan jumlah Tingkat 
Pengangguran Terbuka (TPT) meningkat 2,67 juta orang, sehingga total TPT menjadi  sebanyak 9,77 juta jiwa atau 7,07% dari angka angkatan kerja. Pada 2020 pengangguran usia muda Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara. Pengangguran usia muda di Indonesia meroket di angka 20,5%, padahal rata-rata pengangguran angkatan kerja muda di dunia sebesar 13,7%," tutup Ecky.