Raja Menuju Globalisasi: Konsumen Indonesia Dorong Transaksi Elektronik

MUS • Thursday, 17 Jun 2021 - 10:48 WIB

Jakarta - Konsumen adalah Raja, iInilah yang sering didengar ketika berbelanja. Slogan yang dimaknai sebagai sikap memperlakukan konsumen dalam transaksi perdagangan. Tanpa konsumen tidak dapat keuntungan. Oleh karena itu pelaku usaha perdagangan selalu berusaha mempertahankan konsumennya tetap dapat melakukan transaksi sehingga mendapatkan keuntungan. Perilaku pelaku usaha harus dapat mendorong transaksi perdagangan tetap berjalan, dengan layanan yang baik dan produk yang sesuai dengan yang dijanjikan.

Hal inilah yang menjadi latar belakang dari materi pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen menegaskan hak dari konsumen dan kewajiban dari pelaku usaha, sehingga dapat timbul hubungan yang setara. Dengan hubungan yang setara tersebut maka transaksi dapat berjalan dengan baik, dimana konsumen merasa dirinya mendapatkan apa yang dia mau dan terjamin kesesuaian produk yang diinginkan disisi lain pelaku usaha mendapatkan pembayaran yang layak atas produk yang diperdagangkan. 

Karakter pengaturan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah mengatur perilaku dari pelaku usaha dan menjamin dalam suatu transaksi perdagangan konsumen terlindungi. Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, larangan kepada pelaku usaha, cara menjual, cara melakukan promosi dalam bentuk iklan, penyelesaian sengketa, pembentukan lembaga alternatif penyelesaian sengketa konsumen, dan pembentukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional. Keseluruhan norma yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen merupakan penjelmaan dari perlindungan konsumen secara umum, tanpa melihat mekanisme transaksi yang dilakukan.

Saat ini berkembang mekanisme transaksi perdagangan melalui sistem elektronik yang membentuk cara hubungan baru antara konsumen dan pelaku usaha. Perdagangan melalui sistem elektronik menjadi alternatif transaksi pada saat ini, dimana sedang terjadi pandemi Covid-19, yang mengakibatkan pembatasan gerak masyarakat termasuk dalam hal ini cara transaksi perdagangan konvensional yang memerlukan transaksi fisik antara konsumen dan pelaku usaha.

Korelasi dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, seperti disampaikan tidak mengatur mekanisme transaksi secara khusus, keseluruhan pengaturan digunakan untuk menjamin hak konsumen. Contoh paling akurat adalah dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a, Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang melarang pelaku usaha untuk memperdagangkan produk yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan atau Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang mengatur larangan pelaku usaha untuk menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, keduanya dapat juga diterapkan dalam transaksi perdagangan secara elektronik.

Dalam pemahaman ini Undang-Undang Perlindungan Konsumen dapat diterapkan untuk para pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik, hal ini juga didukung dengan konsepsi perlindungan konsumen yang diatur yaitu segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Oleh karena itu konsumen sebagai raja berlaku untuk semua model transaksi perdagangan, dan keseluruhan kewajiban pelaku usaha yang diatur juga dapat diterapkan dalam perdagangan melalui sistem elektronik. 

Selain itu untuk dapat melindungi konsumen Undang-Undang Perlindungan Konsumen didukung oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang mengatur kewajiban pelaku usaha untuk menyediakan data dan/atau informasi secara lengkap dan benar, termasuk didalamnya identitas dan legalitas pelaku usaha sebagai produsen atau pelaku usaha distribusi; persyaratan teknis barang yang ditawarkan; persyaratan teknis atau kualifikasi jasa yang ditawarkan; harga dan cara pembayaran barang dan/atau jasa; dan cara penyerahan Barang.

Keseluruhan kewajiban di atas sejalan dengan kewajiban pelaku usaha yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

Berdasarkan atas Undang-Undang Perdagangan telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, yang mengatur kewajiban pelaku usaha terkait perizinan, pendaftaran dan pengaduan konsumen, serta perlindungan data pribadi konsumen. Pemerintah telah banyak mengatur perilaku pelaku usaha agar hak konsumen dan terjamin. Oleh karena itu diharapkan dapat mendorong konsumen untuk dapat percaya diri untuk melakukan transaksi. Menilai dari kondisi saat ini dimana terdapat permasalahan dalam proses pengiriman seperti model pengiriman Cash on Delivery, perlu diingatkan kepada konsumen untuk dapat memperhatikan keseluruhan informasi mengenai produk dan cara penyerahan barang. Bila pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik tidak mencantumkan dalam toko elektroniknya tentang cara pengiriman atau spesifikasi barang yang tidak jelas maka diharapkan konsumen dapat aktif mengadukan kerugian yang timbul kepada pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik diwajiban kepada pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik untuk menyediakan jalur pengaduan dan penyelesaian pengaduan kerugian konsumen.

Begitu besar peran konsumen dalam ekonomi nasional hal ini ditunjukan data statistik yang memperlihatkan konsumsi rumah tangga memiliki andil 50% dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, yang artinya sebagian besar belanja yang terhitung dalam suatu periode dihitung dari transaksi perdagangan dari konsumen akhir. Berdasarkan akan hal itu untuk terus mendukung peran besar konsumen Indonesia ini maka Kementerian Perdagangan sejak tahun 2013 telah melakukan kegiatan dalam rangka peringatan Hari Konsumen Nasional.

Hari Konsumen Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Hari Konsumen Nasional diperingati setiap tanggal 20 April, yang merupakan tanggal disahkannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Tiap tahun penyelenggaraan peringatan Hari Konsumen Nasional ditujukan sebagai sarana sosialisasi masif hak konsumen, dengan melibatkan semua stakeholders, dari kementerian/lembaga, pemerintah daerah, pelaku usaha dan asosiasi konsumen.

Pada tahun ini peringatan Hari Konsumen Nasional dilaksanakan melalui promosi perlindungan konsumen nasional yang disampaikan oleh Presiden, Wakil Presiden, Menteri Perdagangan, Menteri Kesehatan, Menteri Perindustrian, para Gubernur dan influencer muda, dibeberapa media televisi dari tanggal 17 – 21 April 2021.

Kemudian penyelenggaran talkshow radio seperti saat ini dilakukan, dan juga kegiatan virtual run and ride, serta puncaknya akan diselenggarakan acara peringatan Hari Konsumen Nasional pada tanggal 7 Juli 2021.

Kementerian Perdagangan dan seluruh kementerian dan lembaga terkait terus melakukan sosialisasi hak konsumen dan memfasilitas penyelesaian kerugian konsumen, melalui penyediaan fasilitas pengaduan konsumen. Diharapkan konsumen dapat selalu berperan dalam peningkatan transaksi perdagangan dalam negeri, dan menjadi elemen terbesar dalam pemulihan ekonomi nasional seperti tema Hari Konsumen Nasional tahun 2021, jayalah konsumen raja bangsa, raja ekonomi nasional.