YPKC: Pembangunan Sekolah Tinggi Keperawatan di Depok Terhalang Mafia Tanah

ANP • Sunday, 2 May 2021 - 00:58 WIB
Pembina Yayasan Pendidikan Kesehatan Carolus (YPKC), S. Djoko Satriyo (ketiga dari kiri), dan kuasa hukum YPKC, Dwi Rudatiyani (Ani) (keempat dari kiri) dalam acara konferensi pers soal mafia tanah di Depok, Jawa Barat, Sabtu (1/5/2021). 

Depok – Kasus mafia tanah seakan tak kunjung usai. Kali ini terjadi di Depok, Jawa Barat. Pembina Yayasan Pendidikan Kesehatan Carolus (YPKC), S. Djoko Satriyo, mengatakan, usaha YPKC di Depok, Jawa Barat, untuk membangun Sekolah Tinggi Keperawatan dihalangi oleh sejumlah oknum aparat yang diduga sebagai mafia tanah. 

“Mereka tiba-tiba mengklaim tanah YPKC di Jalan Tole Iskandar seluas 19.185 M2 sebagai milik orang tertentu. Padahal, YPKC sudah mempunyai dasar hukum yang jelas (legal standing) memiliki dan menguasai lahan tersebut,” kata Djoko dalam acara konferensi pers di Depok, Jawa Barat, Sabtu (1/5/2021). 

Turut mendampingi Djoko dalam acara itu adalah kuasa hukum YPKC, Dwi Rudatiyani (Ani) dan timnya. 

Djoko mengatakan, pada 2 Februari 1994 Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat sudah mengeluarkan izin kepada YPKC untuk membangun Sekolah Tinggi Keperawatan di lahan tersebut. “Sejak ratusan tahun lalu Yayasan Carolus bergerak bidang kemanusiaan seperti membangun sekolah perawat, rumah sakit dan klinik,” kata dia. 

Ia mengatakan, Rumah Sakit Carolus di Jakarta dan begitu banyak klinik Carolus membantu merawat dan mengobati masyarakat yang sakit dan tidak mampu secara ekonomi. 

Sementara itu ditempat yang sama, Ani menjelaskan, sejak Selasa (6/4/2021), pihak YPKC kembali menguasai dan menempati tanahnya seluas 19.185 M2, yang terletak di Jalan Tole Iskandar RT 003 / RW 15, Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat. 

Ani mengatakan, sebenarnya sejak awal tanah tersebut dikuasai pihak YPKC. Hal ini ditandai, pertama, rumah kecil yang ditempati Bapak GS dan istrinya Ibu SS di atas lahan tersebut merupakan milik YPKC yang berasal Ibu Maryat Slamet dan atau ahli warisnya. 

Belakangan rumah kecil itu ditempati Bapak GS bersama istrinya SS merupakan tindakan melanggar hukum, karena tanpa seizinan pihak YPKC. 

Kedua, pagar tembok dan besi di sekeling tanah tersebut dibangun YPKC tahun 1994 dan tahun 1997. "Kenapa dibangun?Ya, karena itu tanah milik YPKC. Dalam hal ini untuk mengamankan serta menguasai lahan miliknya (YPKC). Ketiga, PBB dan listrik dibayar YPKC," kata dia. 

Sejak Selasa (6/4/2021), pihak YPKC kembali menguasai dan menempati tanahnya itu, hampir saban hari ada saja oknum aparat yang datang menganggu, ingin merebos masuk tanah aquo melalui pintu gerbang yang dijaga petugas satpam. Oknum-oknum berasal dari institusi TNI AL dan AD, dari Polri dan dari Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM. 

Bahkan ada oknum aparat yang melakukan pengrusakan, dan atas tindakan pengrusakan itu, pihak YPKC telah melaporkan kepada pihak berwajib. 

Karena tanah tersebut merupakan milik dan dikuasai YPKC sejak awal, maka YPKC menyampaikan, pertama, Bapak GS bersama istrinya SS serta semua orang yang menempati rumah kecil di dalam agar segera keluar, tidak boleh menempati rumah tersebut. 

“Kedua, siapa pun oknum aparat yang selama ini terus mengganggu YPKC dan memprovokasi orang-orang tertentu untuk menguasai lahan milik YPKC itu, YPKC tegaskan setop melakukan itu semua,” tegas Djoko. 

Ketiga, YPKC meminta Menteri Koordinator Hukum dan HAM, Panglima TNI dan Kapolri agar memerintahkan semua jajarannya agar tidak ikut bergabung mafia tanah berusaha menyerobot tanah YPKC itu.

Keempat, YPKC meminta Kapolri dan Panglima TNI serta Menko Politik Hukum dan HAM agar laksanakan perintah Jokowi berantas mafia tanah. 

Djoko mengatakan, YPKC akan terus mempertahankan hak-haknya serta akan mengambil langkah-langkah berdasarkan hukum yang berlaku kalau ada yang mencoba melakukan tindakan pidana. 

Ani mengatakan, pihaknya YPKC kembali tegaskan bahwa YPKC mempunyai legal standing terdiri atas empat Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), yakni, pertama, Nomor: 450, seluas 18.285 M2 (Delapan Belas Ribu Dua Ratus Delapan Puluh Lima Meter Persegi), tanggal 12 Juli 1996. 

Kedua, Nomor: 01120, seluas 300 M2 (Tiga Ratus Meter Persegi), tanggal 29 September 2006. Ketiga, Nomor: 01121, seluas 300 M2 (tiga ratus meter persegi), tanggal 29 September 2006. Keempat, Nomor: 01122, seluas 300 M2 (tiga ratus meter persegi), tanggal 29 September 2006. 

Ani mengatakan, YPKC memiliki tanah tersebut juga diperkuat putusan pengadilan (hakim) yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht). 

Putusan pengadilan yang dimaksud, pertama, putusan Pengadilan Negeri Bogor Nomor: 168/PDT/G/1996/PN. BGR, tanggal 31 Maret 1997 Antara Yayasan Pendidikan Kesehatan Carolus (YPKC), selaku Penggugat, melawan M. Hasannudin Bin Mi’in, selaku Tergugat I; Mulyadi Bin Simin, selaku Tergugat II. 

Dimana amar putusanya bahwa YPKC-lah satu-satunya pemegang Hak Guna Bangunan atas Tanah terperkara Sertifikat Nomor 450 tanggal 12 Juli 1996, seluas 18.285 m2, yang terletak di Jalan Tole Iskandar, Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat. 

Dalam putusan tersebut juga ditegaskan, memerintahkan para tergugat atau siapa saja yang memperoleh Hak dari para tergugat untuk tunduk dan patuh serta mentaati putusan a quo. 

Kedua, putusan Peninjauan Kembali (PK) oleh Mahkamah Agung RI yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Bogor No. 670/PK/Pdt/2016, tanggal, 21 Desember 2016. Dimana amar putusannya menyatakan, permohonan PK dari para pemohon PK ditolak. Dengan demikian tanah a quo adalah milik YPKC. 

Ketiga, putusan Kasasi Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung, Perkara No. 547 K/TUN/2016, tanggal 24 Januari 2017. Di mana amar putusannya menyatakan, permohonan kasasi dari para pemohon ditolak. Jadi berdasarkan fakta-fakta hukum itu, maka tanah tersebut adalah sah milik YPKC. (ANP)