PKS: Pemerintah Perlu Hati-hati Rumuskan Kelembagaan BRIN

MUS • Thursday, 29 Apr 2021 - 12:11 WIB

Rilis Media
 
Jakarta - Pasca-pelantikan Kepala BRIN oleh Presiden Joko Widodo, Rabu 28/4/2021, anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, minta Pemerintah segera merumuskan kelembagaan BRIN secara hati-hati.

Pemerintah diminta tidak mempolitisasi lembaga Ristek ini agar gairah para peneliti tidak menurun. Sehingga iklim penelitian tetap kondusif.

"BRIN adalah isu yang menjadi perhatian publik dan para peneliti Ristek sejak setahun terakhir. Pasalnya Perpres lembaga ini sudah terlambat hampir 2 tahun," jelas Mulyanto.

Mulyanto menambahkan meskipun Presiden sudah menunjuk dan melantik Kepala BRIN tapi bukan berarti masalah kelembagaan riset ini sudah selesai teratasi. Sebab hingga saat ini bentuk kelembagaan BRIN masih belum jelas.

"Banyak hal yang masih tanda tanya terkait soal ini. Seperti misalnya bagaimana hubungan Kemendikbud-ristek dengan BRIN, siapa mengkoordinasi apa dan sebagainya," kata Mulyanto.

Mulyanto menyebutkan Pemerintah memang mewacanakan BRIN sebagai lembaga otonom. Tapi Pemerintah belum menjelaskan kewenangan dan tanggungjawab BRIN itu seperti apa. 

"Apakah BRIN akan menjalankan fungsi kebijakan, koordinasi sekaligus fungsi pelaksanaan ristek? Atau hanya sebagai lembaga pelaksana sebagai special agency seperti Lembaga Penelitian Non-Kementerian (LPNK) lainnya? 

Atau sebagai lembaga integrator ristek, seperti diamanahkan dalam UU No. 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek yang menegaskan bahwa BRIN adalah lembaga pelaksana yang mengintegrasikan penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan (litbangjirap) dari invensi sampai inovasi?

Status lembaga litbang LPNK dan Badan litbang Kementerian teknis, apakah seluruhnya baik kelembagaan, anggaran/program serta SDM dikonsentrasikan ke dalam BRIN atau BRIN hanya mengintegrasikan program/anggaran saja," tanya Mulyanto.

Mulyanto khawatir proses peleburan semua lembaga riset ke dalam BRIN akan melanggar UU. Sebab ada beberapa LPNK yang dibentuk secara khusus berdasar UU, seperti BATAN dan LAPAN.
 
Belum lagi isu terkait politis tentang keberadaan dewan pengarah dan kaitannya dengan BPIP, yang tidak memiliki dasar hukum. 

"Pemerintah harus segera memperjelas soal-soal ini," tegas Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini. 

Peleburan kelembagaan, imbuh Mulyanto, bukan soal remeh-temeh. Terlebih peleburan lembaga penelitian. Karena lembaga bukan sekedar “benda mati”. 

Di dalamnya ada ruh kelembagaan, visi yang melekat lama, jiwa korsa, budaya kerja, tokoh, simbol dan atmosfer kebersamaan yang tercipta dari proses waktu yang panjang. Hal ini berhubungan erat dengan semangat, kebanggan, etos kerja dan militansi lembaga.  

"Misalnya penggabungan LIPI dan BPPT dengan tupoksi, sejarah, jiwa korsa dan budaya Ristek yang berbeda bukanlah hal yang bisa sekali jadi dan dapat segera tune in dalam 2-3 tahun.
 
Alih-alih meningkatkan kinerja kelembagaan Riset, dikhawatirkan peleburan kelembagaan ini malah membuatnya ambruk. Karena itu perlu sikap kehati-hatian Pemerintah," tandas Mulyanto. (jak)