Indonesia Persiapkan Negosiator Handal untuk Perundingan Iklim Tingkat Global

AKM • Tuesday, 20 Apr 2021 - 09:20 WIB

Jakarta - Menghadapi the Twenty Sixth of the Conference of the Parties to the UNFCCC (COP26 UNFCCC), Indonesia berada pada posisi leading by example. Artinya Indonesia hadir pada forum tersebut dengan membawa capaian-capaian yang telah dilakukan Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim.

"Dalam negosiasi-negosiasi perubahan iklim ke depan, dengan berbasis bukti ilmiah dan praktik di lapangan, saatnya kita menyampaikan apa yang sudah kita lakukan, dan mengajak dunia untuk melakukan hal yang sama," ujar Wamen LHK Alue Dohong, saat memberikan sambutan pada penutupan kegiatan Peningkatan Negosiator Perubahan Iklim Angkatan I Tingkat Mahir, di Jakarta, Senin (19/4).

Indonesia telah memperlihatkan hasil kinerja penurunan emisi gas rumah kaca. Pada tahun 2014-2016, Indonesia mampu mengurangi sekitar 20,3 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2eq) dari sektor pencegahan deforestasi dan degradasi hutan. Hasil kinerja tersebut telah mendapatkan apresiasi global melalui pendanaan Green Climate Fund sebesar US$ 103,8juta untuk periode 2021 - 2022. Sedangkan, atas penurunan emisi sebesar 11,2 juta ton CO2eq pada 2016-2017, Pemerintah Indonesia menerima pembayaran dari Norwegia, sebesar proyeksi US$ 56 juta.

"Indonesia patut berbangga atas capaian prestasi tersebut. Akan tetapi Indonesia tidak dapat hanya berhenti sampai di sini, dan masih banyak hal yang harus dikerjakan. Perjuangan masih panjang, untuk mencapai penurunan emisi GRK sebesar 29% dengan upaya sendiri dan hingga 41% dengan dukungan internasional," katanya.

Disinilah pentingnya peran negosiator dalam menyampaikan prestasi-prestasi tersebut, juga memperkuat posisi Indonesia di mata internasional, khususnya dalam negosiasi-negosiasi perubahan iklim. Para negosiator perubahan iklim Indonesia dituntut untuk mampu melakukan setting the agenda, dan berkontribusi dalam menentukan arah perundingan perubahan iklim global.

"Merupakan kebutuhan dasar bagi para negosiator Indonesia, khususnya terkait perubahan iklim, untuk ditingkatkan kapasitasnya, dikuatkan substansinya, dan diperkuat tingkat komunikasinya," kata Wamen Alue.

Untuk tahap selanjutnya, Wamen Alue menyampaikan peningkatan kapasitas negosiator ini agar dapat dikembangkan pada isu dan agenda perjanjian internasional lain yang lebih luas.

Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar mengatakan sependapat dengan apa yang disampaikan Wamen Alue tersebut. Jika saat ini negosiator yang terlibat berasal dari KLHK dan Kemenlu saja, maka ke depan juga perlu melibatkan negosiator dari Kementerian/Lembaga lain, agar posisi daya tawar Indonesia di mata global semakin kuat.

"Peran Indonesia dengan substansi, kinerja dan track record yang baik tadi, menjadi bekal kita. Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 juga telah mengamanatkan politik luar negeri Indonesia yang ditujukan untuk kemaslahatan seluruh umat manusia, dijalankan secara bebas dan aktif," ujarnya.

Sementara itu, dalam laporannya Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dhewanthi, menyampaikan pihaknya telah menyelesaikan pelatihan tiga tingkatan negosiator perubahan iklim angkatan pertama yang diikuti oleh ASN dari KLHK dan Kemenlu. Tiga tingkatan tersebut yaitu Tingkat Dasar pada 2 s/d 6 November 2020 diikuti oleh 30 peserta, Tingkat Lanjutan pada 9 s/d 19 Maret 2021 diikuti oleh 28 peserta, dan Tingkat Mahir pada 5 s/d 19 April 2021 diikuti 27 peserta.

Secara garis besar, selama pelatihan peserta telah dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan mengenai kebijakan politik luar negeri, teknik negosiasi dan diplomasi. Disamping praktik menyusun kertas posisi, mereka diarahkan bagaimana memahami situasi dan substansi perubahan iklim baik mitigasi, adaptasi, peningkatan kapasitas, teknologi dan pendanaan, serta perlindungan ozon dan pengendalian asap lintas batas.

"Dengan total 108 jam pelajaran, keseluruhan materi baik teori maupun praktik telah dilaksanakan secara bertahap dari tingkat dasar, lanjutan, dan mahir sebagai suatu kesatuan paket pelatihan bagi negosiator untuk meningkatkan kapasitasnya secara utuh dan paripurna," ungkapnya.