PKS: Berkaca dari Kasus Balongan, Saatnya Pemerintah Bangun Cadangan BBM Nasional

MUS • Thursday, 1 Apr 2021 - 13:03 WIB

Jakarta - Insiden kebakaran RU (Refinery Unit) VI Balongan, Indramayu, milik Pertamina seharusnya menjadi momentum yang tepat bagi Pemerintah untuk secara lebih serius membangun cadangan BBM Nasional. Cadangan itu diperlukan untuk menopang ketahanan energi nasional bila sewaktu-waktu terjadi krisis BBM.

"Kita belum tahu pasti berapa cadangan BBM yang terbakar dalam kasus Balongan. Namun kalau melihat kapasitasnya yang 150 ribu barel per hari (bph) dan dengan asumsi cadangan operasional 23 hari, maka tersimpan sebesar 3.5 juta bph atau setara dengan 0.55 juta kilo liter (KL) di Kilang Balongan. Jumlah yang sangat besar," demikian kata Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto.  

Mulyanto memperkirakan, untuk beberapa hari ke depan, sampai suksesnya 100 persen recovery, distribusi BBM yang sebelumnya dipasok RU Balongan akan diambil alih oleh RU lain. Tanpa adanya cadangan operasional BBM dari RU-RU Pertamina yang lain, tentu Pertamina akan kedodoran dan akan memicu kelangkaan BBM.

"Karena itu berkaca dari kasus kebakaran RU Balongan ini, maka menjadi penting secara nasional kita membangun membangun cadangan BBM Nasional," imbuh Wakil Ketua FPKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan. 

Mulyanto melihat sampai hari ini Indonesia belum memiliki cadangan BBM nasional. Bahkan regulasi terkait soal ini pun belum tersedia. Padahal ini amanat yang diwajibkan UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi kepada Pemerintah.  

"Sayangnya kewajiban ini selama hampir 20 tahun belum dipenuhi," kata politisi PKS yang akrab dipanggil Pak Mul ini. 

Mulyanto menambahkan, sebenarnya BPH Migas sudah mulai dengan menetapkan Peraturan BPH Migas tentang Penyediaan Cadangan Operasional BBM, namun sepertinya BPH Migas belum “pede” untuk menetapkan cadangan BBM Nasional, serta menyerahkannya kepada Menteri ESDM.  

Sementara Kementerian ESDM, termasuk Dewan Energi Nasional, yang keanggotaannya baru terbentuk, belum terlihat mengambil prakarsa ini.

Karena itu menurut Mulyanto Pemerintah harus serius soal ini.  

"Sekarang adalah momentum yang tepat untuk merumuskan, mengatur regulasi dan membangun Cadangan BBM Nasional, agar ketahanan BBM kita tangguh dan tidak rentan terhadap krisis BBM," tegas Mulyanto. 

Untuk diketahui, sebenarnya dalam UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi dan turunannya PP No. 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) arahan dasar untuk itu sudah ada termasuk juga dalam UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas.

Dalam UU No.30/2007 tentang Energi, pada Pasal 5 diatur ketentuan, bahwa (1) Untuk menjamin ketahanan energi nasional, Pemerintah wajib menyediakan cadangan penyangga energi, dan (2) Ketentuan mengenai jenis, jumlah, waktu, dan lokasi cadangan penyangga energi, diatur lebih lanjut oleh Dewan Energi Nasional.

Dalam PP No. 79/2014 tentang KEN disebutkan pembagian cadangan energi menjadi: Cadangan Strategis; Cadangan Penyangga Energi; dan Cadangan Operasional.

Khusus terkait BBM dalam UU No. 22/2001 tentang Migas pada pasal 46 ayat (3) secara eksplisit diatur ketentuan, bahwa pengaturan dan penetapan cadangan bahan bakar minyak (BBM) Nasional adalah salah satu tugas dari BPH (Badan Pengatur Hilir) Migas.

Hari ini sudah ditetapkan dan diundangkan Peraturan BPH Migas No. 9/2020 tentang Penyediaan Cadangan Operasional BBM yang mewajibkan kepada pemegang ijin usaha BBM untuk menyiapkan dan mengoperasikan Fasilitas Penyimpanan Cadangan Operasional BBM secara bertahap sampai tahun 2024 untuk dapat menyimpan BBM  selama 23 hari.

"Ini merupakan langkah yang baik, tinggal secara nasional ditingkatkan dan diperluas dari pengaturan tentang cadangan operasional menjadi cadangan BBM Nasional," pungkas Mulyanto. (Jak)