Menkes: Pandemi Covid-19 Lahirkan Perilaku Baru Masyarakat

ANP • Sunday, 14 Mar 2021 - 22:10 WIB

JAKARTA - Pandemi Covid-19 akan melahirkan perubahan perilaku masyarakat terutama dalam hal kesehatan. Perubahan perilaku tersebut merupakan respon setiap umat manusia untuk bisa tetap survive di tengah pandemi yang dialaminya.

“Sejak dahulu, setiap ada kejadian pandemi, maka manusia akan beradaptasi dengan pola perilaku baru yang tujuannya agar tidak tertular oleh pandemi,” kata Menkes Budi Gunadi Sadikin saat menjadi keynote speech pada Webinar yang digelar RS Premier Bintaro bertema “One Year Living With Covid-19, What’s Next”, di Jakarta, Minggu (14/3/2021).

Ia mencontohkan pandemi black death di Eropa ratusan tahun yang lalu. Pandemi terbesar sepanjang sejarah tersebut dapat menghasilkan perubahan perilaku pada masyarakat, bagaimana orang lebih peduli untuk mencuci tangan, menggosok gigi pakai pasta gigi, membuang sampah pada tempatnya dan lainnya.

Hal itu juga dijumpai pada pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak setahun lalu. Perubahan perilaku masyarakat yang rajin mencuci tangan, atau menggunakan masker, memang terlihat kecil tapi bisa menghasilkan perubahan yang cukup besar.

“Setiap pandemi tidak akan berakhir satu atau dua tahun, tetapi bertahun-tahun dan setiap pandemi mengharuskan orang untuk mengubah perilakunya,” jelas Budi.

Menurut Menkes, perubahan perilaku tersebut tidak mungkin diciptakan oleh Kementerian Kesehatan. Masyarakatlah yang mesti memiliki kesadaran untuk berubah. Karena perubahan perilaku ini sifatnya harus permanen, tidak hanya dilakukan saat terjadi pandemi.

“Setelah pandemi, nanti kan jadi epidemi global. Semua negara akan berjuang untuk mencapai eradikasi,” tambah Menkes.

Budi Gunadi Sadikin mengingatkan ada 4 pilar penting penanganan Covid-19. Pertama adalah bagaimana diagnostic terhadap pasien Covid-19 ditegakkan. “Diagnostik itu berarti tracing dan isolasi terhadap pasien. Ini sangat penting untuk melakukan identifikasi siapa saja yang terkena infeksi. Ini penting untuk menahan penyebaran kasus Covid-19,” kata Menkes.

Pilar kedua adalah terapeutik yakni bagaimana tatalaksana penanganan orang sakit. Mulai dari cara pengobatan, akses ke dokter, akses ke rumah sakit dan penanganan isolasi bagi pasien Covid-19.

Pilar ketiga adalah vaksinasi. Saat ini jumlah penduduk Indonesia yang sudah mendapatkan vaksin Covid-19 berjumlah sekitar 5 juta orang. Setiap hari terdapat penambahan 300 ribu hingga 400 ribu orang yang divaksin.

“Kita akan tingkatkan terus menjadi 1 juta vaksin per hari. Tetapi tentu tergantung kesersediaan vaksin di lapangan,” jelas Menkes.

Sedang pilar keempat adalah meningkatkan sistem kesehatan masyarakat (public health system). Sistem kesehatan massyarakat ini termasuk juga memperkuat puskesmas seperti mengedukasi masyarakat untuk melakukan protokol kesehatan sehingga bisa memberikan perubahan.

Selain 4 pilar tersebut, Menkes juga mendorong perlunya adaptasi treatment medis. Sebab selama pandemi Covid-19, tentu kontak pasien non Covid-19 dengan dokter atau dengan rumah sakit jauh berkurang. “Jadi harus ada adaptasi penanganan medis, misal dengan health talk, konsultasi medis melalui sambungan telepon dan lainnya,” kata Menkes

Sementara itu, Direktur Utama RS Premier Bintaro dr. Martha M.L. Siahaan, MARS MHKes mengatakan, persona di rumah sakit yang meliputi pasien, staf rumah sakit, staf tenant dan pengunjung memiliki risiko terpapar Covid-19. Padahal rumah sakit semestinya menjadi tempat untuk berobat dan mendapatkan perawatan medis bagi pasien.

“Keempat komponen ini beresiko terpapar bahkan terinfeksi penyakit menular saat berada di rumah sakit, Kondisi inilah yang disebut sebagai Infeksi Nosokomial atau yang dikenal sebagai “Hospital Acquired Infections” (HAIs),” kata Martha.

Menurutnya, di tengah penanganan pasien Covid-19, Hospital Acquired Infections” (HAIs) ini harus mampu dikontrol dan dikendalikan oleh rumah sakit, karena akan mempengaruhi proses penyembuhan pasien.

“Mempertahankan lingkungan yang aman dan bersih sesuai dengan standar yang isyaratkan membutuhkan komitmen yang kuat dan biaya yang tidak murah,” lanjutnya.

Berbagai upaya telah dilakukan antara lain menjaga sistem sirkulasi udara, memelihara kebersihan kamar dan semua peralatan yang digunakan oleh pasien selama dirawat di rumah sakit. Dengan demikian pasien, tenaga medis, perawat dan petugas penunjang medis serta masyarakat yang datang berobat ke rumah sakit dapat terlindungi.

Berbekal inilah Rumah Sakit Premier Bintaro menerapkan standar tinggi dalam mencegah dan mengendalikan infeksi di rumah sakit. Pelayanan ke pasien, keluarga dan masyarakat dapat tetap diberikan tanpa mengesampingka prosedur sehingga dapat hidup berdampingan dengan pandemi secara baik dan dapat memberikan ata laksana sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.

Webinar yang digelar RS Premier Bintaro bekerjasama dengan IKAMARS, Kemenkes, IDI, RSCM, Pertamina IHC, Radio Heartline 100.6 FM dan ISS Indonesia tersebut menampilkan sejumlah narasumber yang sangat kompeten yakni Direktur Utama RSCM Dr. Lies Dina Liastuti, Sp.Jp (K) MARS, Direktur Utama PT. Pertamina Bina Medika IHC DR. dr. Fathema Djan Rachmat, sp.B, Sp.BTKV (K) MPH, Ketua IDI Banten Dr. Budi Suhendar, DFM, Sp.FM (K), Ketua Komite Medik RS Premier Bintaro dan Ketua Keselamatan Pasien RI Dr. Bambang Tutuko, Sp.An KIC dan Commercial Director ISS Indonesia Muhammad Sofyan.

Dari webinar tersebut diharapkan dapat memberikan informasi yang komprehensif dan optimal mengenai pelaksanaan hidup pada masa pandemi dan penatalaksanaan selanjutnya. Selain itu juga memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang meningkatnya pengetahuan tenaga, kesehatan dan praktisi di fasilitas pelayanan kesehatan dalam penanganan pada masa pandemi, serta meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat bagaimana mencari bantuan dalam menangani pandemi. (ANP)