Vaksinasi Covid 19,  Bentuk Kekebalan di Masyarakat

AKM • Friday, 22 Jan 2021 - 06:54 WIB

 

Jakarta - Vaksinasi Covid-19 di Indonesia sudah dimulai sejak Rabu (13/1). Presiden RI Joko Widodo menjadi orang pertama yang mendapat vaksin tersebut. Kehadiran vaksin diharapkan dapat membentuk herd immunity atau kekebalan kelompok pada masyarakat Indonesia.

Spesialis Penyakit Dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara (FK Untar) dr. Velma Herwanto, SpPD, Ph.D menyatakan Vaksin akan membantu turunkan penularan Covid 19 dan membentuk kekebalan di masyarakat.

"Vaksin tersebut akan membantu menurunkan penyebaran Covid-19 di masyarakat dengan cara melindungi individu terhadap infeksi virus SARS-CoV-2. Apabila infeksi tetap terjadi, derajat beratnya penyakit pun akan lebih ringan. Semakin banyak jumlah orang yang divaksinasi, kekebalan masyarakat pun akan terbentuk," ujar Velma dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (22/1/2021)

Menurut dr. Velma, vaksin yang akan digunakan di Indonesia aman untuk digunakan karena telah melalui uji klinis. Dari uji klinis tersebut disimpulkan bahwa vaksin terbukti aman. Efek samping yang timbul minimal, seperti demam, menggigil, sakit kepala dan kelelahan. 

"Tidak ada efek samping berat yang dilaporkan, kecuali reaksi alergi anafilaksis yang umumnya timbul pada orang yang memiliki riwayat alergi obat sebelumnya. Risiko ini diminimalkan dengan melakukanpengawasan selama 30 menit setelah vaksinasi," jelasnya.

dr. Velma juga menyarankan pemerintah aktif melakukan sosialisasi mengenai vaksinasi tersebut, khususnya terkait keamanannya melalui banyak hal. 

"Selain melakukan ajakan vaksinasi, pemerintah sebaiknya juga menyampaikan data mengenai efikasi dan keamanan vaksin, baik melalui visual interaktif, penyampaian data dalam bentuk angka, serta pendekatan personal dengan bantuan pemuka masyarakat dan aparat untuk meyakinkan masyarakat bahwa vaksin aman untuk digunakan," sambung dr. Velma.

Meskipun vaksin aman digunakan, hanya masyarakat berumur 18-59 tahun yang dianjurkan menerima vaksin. Menurut dr. Velma, pembatasan tersebut dilakukan karena uji vaksin belum dilakukan di luar rentang umur tersebut. Kendati demikian, tidak tertutup kemungkinan vaksin akan diberikan kepada masyarakat yang berada di luar rentang umur tersebut apabila nanti terbukti keamanannya. 

"Di negara Eropa dan Amerika Serikat, vaksin COVID-19 jenis mRNA telah diujikan dan diberikan pada lansia," ungkapnya.

Selain itu, terdapat beberapa kelompok masyarakat yang belum dianjurkan menerima vaksin karena dikhawatirkan tidak mampu memproduksi kekebalan tubuh yang diharapkan terhadap COVID-19. 

"Wanita hamil dan menyusui, pasien autoimun, pasien HIV atau dengan gangguan kekebalan tubuh, serta pasien dengan penyakit kronik belum dianjurkan menerima vaksin. Selainitu, masyarakat yang pernah mengalami infeksi COVID-19 belum dapat menerima dengan alasan keterbatasan jumlah vaksin, meskipun di kemudian hari tetap akan menjadi kandidat penerima vaksin. Vaksin mutlak tidak boleh diberikan pada masyarakat yang memiliki riwayat alergi berat terhadap vaksin atau komponen vaksin," papar dr. Velma.

dr. Velma juga menganjurkan masyarakat untuk tetap memerhatikan protokol kesehatan, terutama bagi mereka yang belum dianjurkan mendapatkan vaksin.

"Kekebalan terbentuk mulai tujuh hari setelah vaksinasi pertama dan mencapai puncaknya pada dua minggu setelah vaksinasi booster. Dalam periode tersebut seorang penerima vaksin masih rentan terinfeksi virus. Kelompok yang belum dianjurkan mendapat vaksin tetap harus melakukan protokol kesehatan dengan menjaga jarak fisik dua meter, menggunakan masker, rajin mencuci tangan, dan sedapat mungkin tidak menyentuh mata, hidung, dan mulut," ucapnya.

"Vaksinasi akan membentuk herd immunity atau kekebalan kelompok. Semakin banyak masyarakat yang mendapat vaksin, masyarakat lain termasuk kelompok "rentan" lambat laun akan mendapat proteksi melalui mekanisme kekebalan kelompok," tutup dr. Velma. (AKM)