Peran Bidan Dalam Program Bangga Kencana

ANP • Wednesday, 26 Aug 2020 - 22:45 WIB

JAKARTA – Profesi bidan berperan penting dalam penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonsia (SDKI) tahun 1990, ada 390 perempuan meninggal dunia setiap 100 ribu kelahiran di Indonesia. Angka tersebut turun perlahan hingga 305 pada 2015.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, SpOG (K) saat menjadi pembicara pada acara Webinar Nasional Ikatan Bidan Indonesia (IBI) cabang  magelang  dengan topik materi Dukungan BKKBN terhadap Praktik Mandiri Bidan.

Mengutip data SDKI ( 1991-2012), Kepala BKKBN menyatakan angka kematian ibu (AKI) secara umum konsisten mengalami penurunan, namun masih terdapat lonjakan kenaikan. “Ditahun 2012 terjadi lonjakan kenaikan angka kematian ibu. Hal ini harus menjadi perhatian dan harus diteruskan dengan perjuangan yang gigih,” ujarnya.

Berbeda dengan angka kematian ibu, hasil SDKI menunjukan dari tahun ketahun angka kematian bayi (AKB) mengalami penurunan signifikan. Dari 68 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada 1991, hingga 24 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2017. “Kematian bayi konsisten turun tidak seperti kematian ibu, patut disyukuri,” ungkapnya.

Menurut kepala BKKBN, program Pembagunan Keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (bangga kencana) dapat membantu menurunkan AKI. Masih banyak daerah dengan angka TFR, AKI, AKB dan stunting yang tinggi. “Prihatin kami angka Total Fertility Rate atau angka kelahiran total oleh seorang wanita  antar provinsi masih cukup tinggi kesenjangannya, di Jateng masih lumayan, angkanya jauh dari 2,1” jelasnya.

Karakteristik orang yang mengalami beban hidup yang berat dengan terbebani jumlah anak berasal dari masyarakat miskin, tidak berpendidikan atau berpendidikan rendah dan tinggal di perdesaan. “Perhatian ini yang perlu dishare, yang terbebani dengan keluarga besar, yang tidak terlayani, wong cilik yang harus diperhatikan bersama,” lungkap Hasto.

Kondisi Ini berdampak pada meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) yang cukup tinggi sekitar 19,7 persen ditahun 2019, yang artinya dari 100 wanita yang hamil terdapat lebih dari 19 wanita yang kehamilannya tidak diinginkan  secara rata-rata. “Jawa tengah lebih tinggi angka kehamilan tidak terencana, sebagian lagi menyedihkan bener-bener unwanted karena belum nikah,” ujarnya. BKKBN menargetkan angka KTD sebesar 6,8 persen persen ditahun 2018, saat ini kondisinya masih jauh dari capaian target.

“Kita harus betul-betul melihat siapa yang harus dilayani, proaktif. Kalau ibu-ibu yang sudah melahirkan ditanya apakah ingin melahirkan kembali dalam waktu 6 bulan pasti jawabnya tidak. Orang yang habis melahirkan tidak akan mau melahirkan kembali ditahun yang sama, usia masih di bawah 40 tahun kenapa tidak pakai kontrasepsi,” tegasnya. Mengatasi hal tersebut, BKKBN bekerjasama dengan IBI dalam meningkatkan pelayanan KB. Disamping itu BKKBN juga mengaktifkan kembali Pelayanan Keluarga Berencana Rumah Sakit (PKBRS )  untuk menurunkan kematian ibu dan bayi. BKKBN juga akan memberikan PERSI Award sebagai bentuk upaya penghargaan bagi rumah sakit yang berperan aktif dalam meningkatkan pelayanan KB. Pemberian PERSI Award ini rencananya akan dilaksanakan pada bulan Oktober.

BKKBN menyarankan jarak ideal antar kelahiran dan kehamilan berikutnya adalah minimal 33 bulan, sesuai dengan rekomendasi organisasi kesehatan dunia (WHO).  Rekomendasi ini ditujukan untuk mengurangi resiko kematian ibu dan bayi serta meningkatkan kesehatan ibu. Hasil penelitian dari United States Agency for International Development (USAID) menyebutkan bahwa jarak kelahiran kurang dari 6 bulan dapat mengakibatkan resiko kematian hamper 3 kali lebih tinggi, beda dengan jarak 60 bulan yang resikonya jauh lebih rendah, begitu pula dengan jarak kelahiran 33 bulan.

Stunting juga menjadi permasalahan yang memerlukan perhatian lebih. Prevalensi stunting di Indonesia masih relatif tinggi sekitar 30,8 persen dibandingkan dengan beberapa Negara dikawasan Asia Tenggara (Riset Kesehatan Dasar/Riskesdes 2018). Stunting atau sering disebut kerdil merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (Balita). Stunting dapat dipengaruhi oleh Berat Bayi Lahir Rendah, premature, kelainan bawaan dan infeksi, yang dapat menunjukan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Peningkatan pemahaman akan kesehatan reproduksi, mengatur jarak kelahiran dapat membantu dalam pencegahan stunting. Dalam melaksanakan tugasnya, BKKBN  didukung oleh bidan. “BKKBN bekerja di hulu bukan di hilir, didukung bidan. BKKBN tanpa bidan tidak ada artinya, ada bidan ada KB dan ada KB ada Bidan,” Tegas Hasto.

Langkah Strategis yang diperbuat BKKBN dalam menghadapi berbagai tantangan permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, melakukan perubahan yang dimulai dari logo BKKBN, Tagline, Program dan Mars KB. Logo BKKBN diadopsi dari logo hati se bagai symbol kasih saying. Berencana itu keren dan dua anak lebih sehat (dahsat) merupakan tagline baru yang diusung BKKBN untuk mensukseskan program Bangga Kencana. Perubahan ini dimaksud agar BKKBN dapat terhubung dengan generasi muda atau generasi milenial melalui cara baru, menuju era baru untuk generasi baru. “Jargon jangan lupa dua anak lebih sehat, berdasarkan penelitian tidak bisa dibantah. KKBPK diganti dengan bangga kencana biar lebih mudah, ada mars KB, kampung keluarga berkualitas, batik kencana juga ada.” ungkap Hasto.

Kedua, Mencegah kehamilan usia anak/remaja, dengan meningkatkan pemahaman anak dan remaja akan resiko kawin muda, melalui pendidikan Kesehatan Reproduksi di Sekolah. Perkawinan usia anak/remaja masih tinggi, ada 1 dari 4 anak perempuan menikah sebelum berusia 18 tahun (Susenas 2015). Sementara itu, angka kelahiran pada perempuaan usia 15-19 tahun sebesar 36 kelahiran per 1000 di tahun 2017 (SDKI) yang mengalami tren menurun sejak tahun 1991. Perempuan yang menikah diusia anak beresiko kematian lebih tinggi akibat komplikasi saat kehamilan dan melahirkan dibandingkan perempuan dewasa. Solusinya dapat dilakukan dengan kehamilan yang terencana.

BKKBN merekomendasikan jargon 4 Terlalu dan 3 Jangan. 4 terlalu meliputi terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering dan terlalu banyak. Terlalu Muda misalnya Ibu hamil pertama usia kurang dari 21 Tahun secara fisik kondisi rahim dan panggul belum berkembang secara optimal yang dapat menyebabkan pendarahan pada kehamilan dan persalinan. Terlalu Tua misalnya ibu hamil pertama pada usia kurang lebih 35 Tahun dapat menyebabkan kematian pada ibu dan bayinya. 3 Jangan yang meliputi, jangan hamil kalau tidak terencana, jangan terlantarkan kehamilan anda dan jangan bikin anak hanya tersia-sia. BKKBN juga bekerja sama dengan pemerintah daerah telah membuat buku panduan kesehatan reproduksi bagi anak dan remaja disekolah.

Diakhir paparan, Kepala BKKBN mengucapkan terimakasih atas peran IBI membantu BKKBN dalam meningkatkan pelayanan KB bagi masyarakat. “Sukses IBI, minta dukungan IBI demi suksesnya program,” tegasnya menutup paparan.

Acara yang berlangsung secara virtual itu juga dihadiri oleh Bupati Kabupaten Magelang Zaenal Arifin, S.IP, Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia Dr. Emi Nurjasmi, M.Kes,  dan Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Magelang Tanti Zaenal Arifin. (ANP)