Hakim Diminta Adil dalam Memutus Kasus Peradilan WanaArtha Life

ANP • Sunday, 14 Jun 2020 - 22:12 WIB

JAKARTA - Upaya hukum pra peradilan diajukan oleh perusahaan asuransi WanaArtha Life (WAL) atas keberatan pemblokiran dan penyitaan rekening efek WAL oleh Kejaksaan Agung RI yang dikaitkan kasus Jiwasraya yang disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan berakibat dana yang disimpan nasabah sebagai pembayaran premi tidak bisa dicairkan baik nilai manfaat maupun nilai pokok saat jatuh tempo. Kesengsaraan nasabah dan bentuk pendzoliman ini sudah berlangsung sejak akhir Februari 2020.

Ketua Umum Forum Nasabah WanaArtha Life (Forsawa), Parulian Sipahutar, S.H., menegaskan seharusnya sidang pra peradilan yang dimohonkan WAL tidak dikaitkan dengan sidang perdana Jiwasraya karena WAL bukan merupakan tersangka apalagi terdakwa pada perkara Jiwasraya.

"Terlebih lagi bahwa sebagian besar dana yang disita merupakan dana kelolaan milik pihak ketiga yaitu pemegang polis WAL. Ya kami ini sebagai pemegang polis dan yang memiliki dana dan investasi di sini (WAL) ," ungkapnya.

Apalagi, kata Parulian Sipahutar, sidang pra peradilan yang akan digelar pada 15 Juni 2020 dengan harapan  Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dapat mempertimbangkan keberatan tersebut dan tidak menggugurkan sidang pra peradilan, sehingga sidang pra peradilan dapat berlanjut pemeriksaannya.

"Dan WAL beserta nasabahnya mendapatkan keadilan dan kesempatan untuk membuktikan sah atau tidak sahnya proses penyitaan dan adanya dana pihak ketiga dalam rekening yang disita," tuturnya.

Inilah yang dimaksudkan terobosan hukum, di mana dianggap seolah-olah pra peradilan WAL masuk sebagai pokok perkara, padahal bukan. Justru pokok perkara adalah Jiwasraya dengan menggunakan barang bukti rekening efek WAL dengan cara pemblokiran dan penyitaan tidak sah, tidak sesuai KUHAP.

Desy Widyantari, nasabah WAL yang berprofesi sebagai advokat, kembali mendorong hakim tunggal pra peradilan untuk mempertimbangkan fakta-fakta selama persidangan bahwa terlambatnya persidangan pra peradilan WAL melawan Kejaksaan Agung RI murni merupakan kesalahan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Permohonan pra peradilan digelar, diperiksa dan diputus dengan cara cepat karena harus sudah putus sebelum sidang pidana pokok disidangkan di pengadilan, namun kenyataannya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan justru memberikan jadwal sidang pertama hampir 2 bulan sejak tanggal pendaftaran permohonan pra peradilan. Kalau saja Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggugurkan permohonan pra peradilan, maka ini menunjukkan kedzoliman dalam penegakan hukum di Indonesia karena membuat WAL kehilangan hak-hak hukumnya untuk membuktikan sah atau tidak sahnya prosedur penyitaan," ungkap Desy.

Sementara itu pengacara WAL, Erick S. Paat, B.Sc., S.H., M.H., berkata, status blokir rekening efek naik menjadi sita sejak awal April 2020. Atas peristiwa tersebut manajemen WAL dan nasabah menjadi pihak yang paling dirugikan.   

"Pada 17 April 2020 WAL mendaftarkan gugatan pra peradilan. PN Jakarta Selatan memberikan jadwal sidang perdana pada 8 Juni 2020. Sementara sidang perdana perkara Jiwasraya atas 6 tersangka disidangkan di PN Jakarta Pusat pada 3 Juni 2020. Sidang perdana pra peradilan pada 8 Juni 2020 di PN Jakarta Selatan tidak dihadiri oleh Kejaksaan Agung dan ditunda sampai dengan 15 Juni 2020," katanya.

Erick memastikan WAL tidak pernah menandatangani berita acara sita dan tidak pernah ditunjukan surat perintah penyitaan dari Ketua Pengadilan Negeri Setempat. Penyitaan dilakukan melalui KSEI.

Menurut Desy apabila Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melanjutkan sidang pra peradilan, maka diharapkan proses penyitaan rekening efek tersebut telah  dilakukan secara sewenang-wenang (abuse of power) oleh Kejaksaan Agung dan sebagai perbuatan melawan hukum bisa dibuktikan benar secara sah melanggar hukum dan proses pemblokiran dan penyitaan adalah tidak sah.

"Tidak adanya izin atau perintah penyitaan dari Ketua Pengadilan  Negeri setempat - PN Jakarta Pusat tempat di mana barang bukti penyitaan aset dan jenis serta jumlah yang disita. Sebagai catatan bahwa penandatangan berita acara penyitaan bukan merupakan syarat sahnya penyitaan karena pemilik barang yang disita bisa saja keberatan dan menolak untuk menandatangani berita acara penyitaan, yang menjadi syarat penyitaan adalah pemberitahuan penyitaan kepada pemilik barang," tuturnya.

Desy menegaskan, sebagian besar dari dana yang disita bukan merupakan milik WAL melainkan milik pihak ketiga berupa dana kelolaan premi pemegang polis. UU Asuransi mengamanatkan bahwa dalam perusahaan asuransi harus dipisahkan dana modal perusahaan dengan dana kelolaan. Apabila perusahaan asuransi melakukan kesalahan maka hanya dana modal milik sendiri yang dapat dikenakan blokir atau sita.

"Kalaupun WAL melakukan dugaan tindak pidana maka hanya sejumlah dana yang diduga merupakan hasil tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana saja yang dapat disita. Kejaksaan Agung dalam dakwaan para terdakwa Jiwasraya selaku pelaku utama bahkan tidak dapat mendeskripsikan peran para terdakwa dalam dugaan pidana korupsi Jiwasraya dan jumlah hasil dari tindak pidana, apalagi mendeskripsikan peran WAL dan dugaan hasil atau keuntungan WAL atas tindak pidana tersebut, sehingga dakwaan Kejaksaan Agung kabur, yang mengakibatkan penyitaan yang serampangan semata-mata hanya untuk memenuhi nilai kerugian Jiwasraya," kata dia.

Dia menambahkan, sidang pra peradilan hanyalah cara singkat membuka sita. Apabila WAL menang maka maka putusan tersebut bisa digunakan untuk menguatkan bukti keberatan dalam sidang Jiwasraya dan menguatkan upaya hukum gugat perdata perbuatan melawan hukum guna meminta ganti kerugian terhadap Otoritas Jasa Keuangan (OJK), KSEI, MI, Bank Kustodion dan Kejaksaan Agung atas tindakan penyitaan.

"Karenanya perlu diupayakan secara optimal," katanya.

Desy juga menyebut WAL melalui kantor hukum Raggie Tantero sudah melakukan keberatan atas sita yang dilakukan Kejaksaan Agung atas dana milik pihak ketiga berupa dana kelolaan premi milik pemegang polis yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan tujuan agar majelis hakim yang menyidangkan 6 terdakwa Jiwasraya mengetahui mengenai adanya dana pihak ketiga yang disita melaui rekening efek WAL.

"Kantor hukum Palmer Situmorang yang mewakili sejumlah pemegang polis telah mengajukan keberatan di muka sidang terdakwa Jiwasraya. Majelis hakim belum memberikan tanggapan atau penetapan apakah kuasa hukum WAL dan Palmer Situmorang bisa ikut masuk dalam persidangan untuk membuktikan keberatan penyitaan asset milik pihak ketiga," ucapnya. (ANP)