Pemerintah Terapkan Pembatasan Sosial dan Pendisiplinan Hukum

• Friday, 27 Mar 2020 - 17:28 WIB

JAKARTA - Implementasi respon Covid 19 salah satu unsurnya adalah mekanisme ’pembatasan sosial', yaitu penjagaan jarak fisik ketika di tempat umum (physical distancing), kerja dari rumah, belajar dari rumah dan ibadah di rumah. Presiden Joko Widodo secara tegas dan berulang telah menyampaikan ini kepada kelembagaan Gugus Tugas Percepatanan Penanganan Covid 19 (Gugus Tugas Covid 19). Juru Bicara Presiden RI, Fadjroel Rachman mengatakan, pada konteks negara demokrasi, termasuk Indonesia, partisipasi warga menjadi kunci utama meraih kesuksesan dari tujuan sistem. Pembatasan sosial merupakan mekanisme yang bertujuan memotong persebaran virus.

"Sebagian masyarakat secara sadar dan kritls mengikuti mekanisme pembatasan sosial. Namun, sebagian Iain masih beIum menciptakan partisipasi ideal terkait mekanisme pembatasan sosial," tegasnya dalam keterangan tertulis, Jumat (27/3/2020).

Menurutnya, secara kelembagaan negara demokrasi, sistem yang telah dibangun dalam konteks penanganan knsis, memillki kewenangan untuk mendlsipllnkan atau menciptakan tlndakan tegas (benevolent governance) demi kepentingan dan kebaikan umum. Oleh karenanya, POLRI sebagai bagian dari sistem Gugas Tugas Covid 19, mengeluarkan Maklumat Kapolri tentang "Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Penyebaran VII’US Corona (CoViD 19)" yang ditandatangani Jenderal Polisi Drs. ldham Azis. MSi, pada tanggal 19 Maret 2020.

"Adapun dasar hukum darl tindakan tegas (benevolent governance) Polri melakukan pembubaran kerumunan dan menjaga pembatasan sosial yang aman adalah Pasal 212, Pasal 214, Pasal 216 ayat 1, dan Pasal 218 KUHP. Pasal 212 KUHP dapat dlgunakan terhadap mereka yang melakukan upaya perlawanan saat dlbubarkan oleh Polri. P3531214 diperuntukkan bagi mereka yang melakukan perlawanan dan terdlri dari dua orang atau lebih. Sementara untuk Pasal 216 ayat 1 dan Pasal 218 dapat dipakai untuk mereka yang tidak menaati himbauan polri namun tidak melakukan perlawanan," ujarnya.

Fadjroel Rachman menjelaskan, kerumunan massa yang dimaksud dljabarkan dalam poin nomor 2 Maklumat Polri ini termasuk; (1) penemuan sosial, budaya, keagamaan dan aliran kepercayaan dalam bentuk seminar, lokakarya, sarasehan, atau semacamnya. (2) Selain itu juga kegiatan konser musik, olahraga, kesenian, jasa hiburan, unjuk rasa, pawai, karnaval, serta kegiatan lainnya.

Berdasarkan maklumat tersebut, Polri menindak tegas aktivitas massa dan kerumunan. Sampai pada Kamis, 26 Marat 2020 telah dilakukan 1.731 kaii pembubaran massa dan kerumunan. Pendekatan tindakan tegas Polri sampai saa! ini masih dalam tingkat sangat demokratis, yaitu dialog dan ajakan.

Ia menegaskan, Presiden Joko Widodo mendorong agar sistem penanganan Covid 19 yang dilaksanakan oleh Gugas Covid 19 bekerja secara cepat dan tepat. Keselamatan kesehatan dan daya sosial ekonomi harus bisa diwujudkan. Hal ini karena "Keselamatan Rakyat ada|ah Hukum Tertinggi (Salus Populi Suprema Lex Esta)". (ANP)