DEADLOCK AHOK

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jakarta - Polemik antara DPRD dan Pemprov DKI Jakarta masih terus bergulir. DPRD keberatan dengan APBD yang diajukan oleh Pemprov DKI Jakarta kepada Kemendagri, karena tidak sesuai dengan pembahasan dalam rapat paripurna.

Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PPP Abraham 'Lulung' Lunggana mengaku tak keberatan dengan sistem e-budgeting yang diajukan oleh Gubernur Basuki T Purnama (Ahok). Hanya saja menurut Lulung, Ahok menabrak undang-undang karena mengajukan APBD yang tidak sesuai dengan pembahasan.

"Siapa yang tidak apresiasi. Semua apresiasi e budgeting. Namun kemudian sudah teruji belum? Ini nabrak persoalan hukum, proses pembahasan," urai Lulung dalam diskusi bertajuk 'Deadlock Ahok' yang digelar oleh Sindo Trijaya di Hotel Doubletree by Hilton, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (7/3/2015).

Lulung menilai dokumen yang diajukan oleh Pemprov adalah palsu. Sebab Kemendagri mengembalikan APBD tersebut ke Pemprov DKI Jakarta untuk diperbaiki.

"Tanggal 23 (Februari) dia (Ahok) kirim surat ke kami, bilang sudah sempurnakan APBD. Kami balas surat hari itu juga tapi sampai hari ini tidak pernah dibahas oleh kami," tuturnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi dan kebijakan publik, Ichsanudin Noorsy menilai Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) tidak bersikap bijaksana dalam menghadapi polemik ini. Menurut Ichsanudin seharusnya Ahok membahas kembali perbedaan nilai APBD tersebut kepada DPRD sebelum menyerahkannya ke Kemendagri.

"Kalau cara bijaksana ditempuh, maka para pihak akan lebih dapat menerima. Jadi Ahok tidak berhadapan dengan DPRD dan SKPD," kata Ichsanudin.

Ia menilai Ahok tidak mendayagunakan wewenangnya dengan tepat. Ia sepakat dengan pendapat Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana alias Haji Lulung bahwa Ahok menabrak undang-undang.

"Artinya Ahok tidak mendayagunakan wewenang secara efektif. Ini posisi yang saya sebut orang teladan sebagai pimpinan seharusnya lebih bijaksana," katanya.

Ia menyarankan Ahok melakukan audit manajemen untuk memecahkan masalah dana siluman sebesar Rp 12,1 triliun itu. Dengan demikian kisruh yang terjadi dapat terurai.

"Audit saja secara manajemen. Siapa sesungguhnya yang melakukan ini? Apakah SKPD atau karena ada titipan dewan atau kerjasama dengan pihak lain? Auditlah melalui BPK," sarannya.

Menurut Ichsanudin, audit adalah solusi yang paling tepat mengatasi kekisruhan tersebut. Dengan audit, alasan Ahok menyerahkan APBD ke Kememdagri yang tidak sesuai dengan hasil pembahasan bersama DPRD juga akan lebih jelas.

"Yang jadi pertanyaan, kenapa Ahok mengambil keputusan sendiri dengan mengajukan yang belum disetujui. Ini kan menabrak UU seperti kata Haji Lulung, ya memang begitu," tutupnya. (ANP)