MENANTI KEPUTUSAN PRESIDEN JOKOWI

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Kisruh KPK dan Polri menimbulkan berbagai persepsi dan pandangan masyarakat. Kisruh ini, sudah berlangsung cukup lama pasca penetapan komjen Budi Gunawan sebagai tersangka. Namun, hingga kini Presiden Jokowi sebagai kepala negara dan pemerintahan belum berhasil mengambil keputusan. Situasi ini menarik untuk dibahas dalam Diskusi Polemik Sindo TRIJAYA FM, Sabtu, 31 Januari 2015 dengan Tema " Menanti Keputusan Presiden Jokowi".

Pengamat Hukum Suparji Ahmad menyanyangkan kisruh KPK-Polri dengan begitu banyak waktu dan energi yang terbuang." patut disayangkan dan sangat menggemaskan, kisruh kpk-polri," jelasnya.
Suparji mengatakan, kriminalisasi adalah terlalu mudah dengan mencari2 kesalahan.

"Seharusnya tindakan penegakan hukum harus-lah menemukan dan bukan mencari-cari kesalahan serta harus dibuktikan secara fakta,'' kata Suparji.

Namun demikian, menurut Suparji, Pimpinan KPK harus dikritisi dalam penetapan tersangka selama ini termasuk penetapan komjen Budi Gunawan.

"Terkesan suasana pesta dalam penetapan tersangka, seperti Anas yang di ulur-ulur waktunya, Hadi Purnomo pada saat pensiun dan Ultah, serta BG pada saat sehari pencalonannya sebagai kapolri," tegasnya.

KPK harus Kembali ke jalan benar dan lurus sesuai aturan main. Selain itu, menurut suparji KPK tidak boleh melakukan politisasi kasus.

"Siapa pun tidak menolak, tapi bagaimana menyelamatkan KPK dari kepentingan. mobilitas vertikal dan harus dibingkai dengan konteks penegakan hukum," jelas Pengamat hukum Suparji Ahmad. Namun secara umum, Suparji Ahmad menilai bahwa 2 lembaga KPK dan polri melanggar kewenangan.

"KPK menetapkan tersangka BG kemudian polri membalasnya dengan penetapan BW sebagai tersangka dan solusinya  harus dibuktikan secara hukum dipersidangan,'' Tutupnya.

Sementara itu, soal sikap DPR terhadap langkah presiden yang belum tegas, Ketua DPP PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan semua itu, tergantung kepada presiden, yang penting harus dibedakan politik dan hukum. "Institusi negara tidak boleh disandera dengan kepentingan lain," tegasnya.

Problemnya menurut Viva Yoga, presiden justru memilih langkah dengan mengambil tameng-tameng politik termasuk mengundang tim independen dan road show.

"Presiden seharusnya Menggunakan institusi formal seperti watimpres serta mengutamakan hukum, bukan lari ke politik dan sehingga opini publik diaduk," Kata Viva.

Viva Yoga mengatakan Perlu Ketegasan, nasionalis sejati untuk segera mengambil keputusan. "Ini bukan Kontes Indonesia Idol yang lebih mengedepankan persepsi publik," Tambahnya.

Viva Yoga yang juga anggota DPR menegaskan, Hukum itu hitam putih-salah benar dan etika moral bisa diubah-ubah. Sehingga Opini masyarakat tidak boleh dijadikan langkah utama dalam pengambilan keputusan.

"Politik itu lokomotif dan hukum adalah rel," tegasnya.

Viva Yoga mengingatkan, Jokowi adalah kepala negara dan presiden RI. "Berdiri diatas semua golongan, sebagai kepala negara dan pemerintahan serta tidak boleh tersekat oleh berbagai kepentingan dan tekanan," katanya.

Disisi lain, Pengamat politik Gun-gun Heryanto menilai Kisruh polri - KPK Merupakan Ujian besar di 100 hari jokowi.

"Turbelensi dini, namun dalam kasus KPK dan Polri perlu ketegasan presiden," katanya.
Sejauh ini, Gun Gun Membaca adanya 4 tindakan yang dilakukan oleh presiden jokowi dalam menghadapi kisruh Polri-KPK. Strategi itu yakni: mengulur waktu dengan menunda pelantikan.

"Yang kedua adalah pra kondisi, dengan pembentukan tim 9. Hal ini guna mengubah opini kearah lain dan berfungsi sebagai tameng," kata Gun-Gun. Yang berikutnya adalah Politik pemanfaatan media dengan Berupa eksklusif untuk memasok opini publik, apa yang dikehendaki jokwoi, menjadi lebih terkanalisisai." ke 4 adalah Manuver dalam tekanan seperti melakukan pertemuan dengan pimpinan koalisi merah prabowo, kemudian Habibie dan kompolnas," Jelasnya

Langkah ke 4 ini menjadi tekanan, bagi pendukung jokowi dikalangan istana dan partai politik. "Ini sinyal, jokowi melakukan penjajakan politik, dalam menekan dan guna memiliki posisi tawar kepada pihak-pihak yang melakukan tekanan selama ini," tambahnya.

Namun demikan, menurut GuniGun, sebuah tindakan tegas dari strategi itu menjadi penentu akhir dari sikap jokowi "Akhirnya apakah jokowi memiliki ketegasan sikap memanfaatkan hak prerogatif. Setelah pra-peradilan menyangkut dalam melantik atau tidak melantik yang memiliki implikasi poltik dan hukum," tutup Gun-Gun.

Sementara itu, perbedaan pandangan masih terus berbeda dari kuasa hukum Bambang widjoyanto dan komjen Budi Gunawan. Frederich Yunadi kuasa hukum Budi Gunawan menegaskan penetapan tersangka BW sudah sesuai dengan ketentuan.

"Polri sudah memiliki banyak alat bukti dengan adanya ada gelar perkara, dokumen, saksi yang diperiksa 12 orang dan 4 ahli. 3 alat bukti yang syah menurut hukum sudah terpenuhi," ungkapnya.

Soal penangkapan terhadap Bambang Widjojanto telah memenuhi syarat dan semua sama di depan hukum.

"Kuhap memberikan kewenangan kepada polri untuk penetapan tersangka hingga penangkapan," jelas Frederich.

Untuk Tim independen, Frederich menilai mereka bekerja tanpa surat keputusan.

"Tidak ada dasar, bekerja 2 hari gembor-gembor dan terlalu berpihak," geramnya.

Namun begitu, Frederich meminta semua pihak harus taat hukum. "Biarlah pengadilan, yang akan menerjemahkan dan menilai berbagai fakta serta bukti dipersidangan," himbaunya.

Jangan terlalu apriori, masyarakat harus menunggu proses sidang pra peradilan dan sidang kasus bambang wijoyanto.

"Jangan mencampuri, urusan hukum dan pengadilan biarlah berjalan," tegas Frederich.

Sementara itu, Kuasa hukum Bambang Widjojanto M. Isnur menyanyangkan sikap presiden Jokowi yang hanya membuang waktu dengan menunggu pra-peradilan. Langkah ini tidak tepat karena penetapan tersangka bisa diajukan ke pra peradilan yang  tidak ada dasarnya. " Ini sejarah pertama, sebab selama ini perihal penangkapan yang bisa pra peradilan," ungkapnya.

Menurut M. Isrun, sikap menunggu hasil pra peradilan adalah bentuk sikap tegas dari jokowi. "Bukti sikap jokowi tidak tegas dan salah menilai peraturan dari pembisik disekitar jokowi," tambahnya.

Disisi lain, Isrun menilai aneh, sebagai advokat, pengacara bisa mengambil barang bukti penyidik di polri.

"Ini menghilangkan bentuk kerahasian hasil penyidikan yang diatur dalam peraturan," jelasnya.

Selain itu, menurut Isrun, saat ini ada mis koordinasi dan tidak taat hukum di tubuh polri. "Selain Melawan hukum, juga tidak taat atasan. Dimana ada perintah agar Budi gunawan hadir pemeriksan KPK, namun tidak hadir," tambah Isrun.

Selain itu, menurut isrun, dalam proses penyidikan seharusnya sebelum menangkap seseorang, ada pemanggilan pemeriksaan dahulu.

"Panggilan tidak diikuti. Penangkapan, tidak syah dalam aturan internal polri melalui dasar peraturan kapolri termasuk perintah penahanan yang didahulu gelar perkara," ungkapnya.

Lalu apa yang akan terjadi? Kita tunggu saja langkah Presiden Jokowi selanjutnya dan keputusan pengadilan.



(AKMAL IRAWAN)