MENGUJI KARTU SAKTI

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jakarta - Politisi Partai Golkar Satya W. Yudha, mempertanyakan kebijakan pembagian kartu jaminan sosial bagi masyarakat oleh pemerintahan Jokowi-JK "Kebijakan ini dasarnya apa dan landasan hukumnya apa dan harus dikomunikasikan," tegas-nya.

Menurut Satya, jika berasal dari dana APBN maka semua ada aturan dan mekanisme yang dijalankan. Satya yang juga anggota DPR menegaskan, sebuah kebijakan tidak serta merta muncul dan bisa diterapkan dalam waktu yang singkat.

"Harus diakui, kebijakan pemberian kartu adalah modifikasi program yang sudah ada pada jaman Presiden SBY dan hanya diperbaharui,"ungkapnya‎.

Satya menegaskan, dana perlindungan dalam bentuk pembagian kartu jaminan sosial sudah disepakati periode SBY melalui pengesahan UU.

"Komunikasi tetap harus dilakukan dengan penjelasan kepada masyarakat asal dana dan mekanisme pemberiannya seperti apa,"pinta-nya.

Pernyataan yang hampir sama disampaikan oleh Kepala Departemen Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia, Fentiny Nugroho. Fentiny menyatakan masih ada permasalahan terkait Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang diluncurkan Presiden Joko Widodo. "Pertama masalah sosialisasi. Masih banyak orang bingung bukan hanya rakyat tapi pelaksana," kata Fentiny .

Persoalan berikutnya, menurut Fentiny, berkaitan dengan kesimpangsiuran data apakah akan menggunakan data Badan Pusat Statistik atau faktual di lapangan. Fentiny menambahkan penanggulangan kemiskinan yang tumpang tindih juga menjadi persoalan penerapan KIS, KIP dan KKS. "Harus diteliti jangan sampai tumpang tindih," ucapnya.

Untuk mengatasi persoalan itu, Fentiny menyatakan perlu dibuat satu kartu yang terintegrasi. "Saya kira ke depan satu kartu saja bisa diakses, terintegrasi" ujarnya. Meski ada permasalahan, Fentiny mengapresiasi pengadaan KIS, KIP dan KKS. Sebab, program itu bisa bermanfaat untuk masyarakat kecil. "Kita sangat apresiasi, saya kira ini program yang baik. Kalau pelaksanaan awal kan biasa banyak kekurangan," tandasnya.

Menanggapi berbagai pertanyaan, Politisi PDI perjuangan Eva Kusuma Sundari mengatakan pemberian kartu jaminan sosial  memiliki dampak politik. Eva menegaskan, pemberian kartu sosial memiliki dasar hukum yang jelas. " kartu sosial memiliki dasar dan murni dari dana APBN serta bukan sumber lainnya termasuk CSR", jelasnya.

Eva kusuma mengakui Presiden adalah pelaksana UU diluar itu tidak berani dan program jaminan sosial ini merupakan alokasi dalam APBN 2014. Menurut Eva, Komunikasi kurang terjalin baik dalam pemerintahan. " komunikasi dan sosialisasi atas program jaminan kurang terajut kurang baik", jelas Eva.

Sementara itu, Kepala pokja UKM TNP2K Ari Perdana menegaskan kebijakan pemberian kartu jaminan sosial Ini adalah murni APBN. " Alokasi dana antisipasi kenaikan harga BBM, yang sudah disepakati dalam APBN 2014", ungkapnya.

Menurut Ari Perdana, pemberian kartu jaminan dilakukan secara bertahap. "Dari 15,5 juta rumah tangga itu, 1 juta akan akan menerima bantuan uang dalam bentuk simpanan serta kartu jaminan sosial. Sisanya akan menerima simpanan rekening Giro dan belum menerima kartu jaminan hingga tahun depan," tandasnya.

Ari Perdana mengatakan, langkah percepatan menjadi prioritas yang dilakukan. Menurut Ari, pada masa lalu, program kebijakan lebih banyak menggunakan birokrasi sehingga lamban diterapkan. "Untuk saat ini, program diluncurkan, kemudian birokrasi dan disosialisasikan sehingga kerja menjadi cepat" jelasnya.
 

 

 

(AKI/MKS)