SETELAH ATUT TERSANGKUT

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jakarta - Partai Golkar dituding sebagai sumber atas berkembangnya dinasti Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah. Alasannya, Golkar sebagai partai politik pengusung Atut telah melakukan pembiaran atas kuasa Atut yang berlebihan di Banten.

"Dinasti Atut merupakan dosa Golkar karena telah meakukan pembiaran terhadap berkembangnya diskusi Atut", kata Aktivis Jaringan Warga untuk Reformasi (JAWARA) Banten, Dahnil Anzar dalam acara Polemik Sindo Trijaya  yang bertajuk "Setelah Atut Tersangkut" di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (21/12).

Dahnil menjelaskan, sebagai parpol pengusung Atut, semestinya Golkar tidak membiarkan dinasti Atut berkembang sebegitu kuatnya dalam pemerintahan provinsi Banten. Bahkan, sampai adik Atut, Tubagus Chaeri Wardhana (TCW) yang tidak memiliki jabatan dalam pemerintahan Banten ikut berpengaruh dalam setiap kebijakan strategis Banten. Termasuk menguasai DPRD Banten.

"Semua yang menjabat di Banten harus dengan sepengetahuan TCW, padahal dia tidak punya jabatan di pemerintahan", jelasnya.

Menurut dia, dinasti Atut sebagai Dinasti Rente karena, berbagai anggaran untuk masyarakat dipotong atau dikorupsi oleh Atut dan pejabat terkait. Setiap dana yang dikucurkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pembangunan proyek daerah juga diatur oleh TCW dan dipotong olehnya.

"Tidak ada legislatif, adanya legislatut, yang punya hak mengatur budget di Banten mr. Wawan", imbuhnya.

Dahnil menilai, parpol lain pun ikut dikuasai oleh Atut. Mereka dikendalikan dan dibiayai oleh Atut. Akibatnya, kerja legislative yang seharusnya mengawasi pemerintahan Banten justru diam saja melihat sang Gubernur berkuasa tanpa kendali.

Selain itu, dia juga menyayangkan kinerja pemerintahan Banten. Banten merupakan provinsi baru dan mandiri secara fiskal. Namun, fakta sosial menunjukkan sebaliknya, angka pengangguran tertinggi berada di Banten. Selain itu, 62% infrastruktur jalan di Banten rusak parah, terutama di Pandeglang dan Lebak. Padahal tujuan pemekaran Banten 13 tahun lalu untuk memajukan Pandeglang dan Lebak.

"Wajar saja warga Banten senang ketika Atut ditangkap. Kesenangannya seperti saat Soeharto digulingkan," tutupnya.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar, Hajriyanto Y Thohari menganggap penilaian itu berlebihan. Ratu Atut memang diusung oleh Golkar, tapi di situ juga ada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang mengusung wakil gubernur, Rano Karno. Serta, ada partai lain juga yang ikut mengusung pasangan Atut-Rano pada waktu itu.

Dia juga menegaskan, Indonesia juga menganut sistem pemilihan terbuka dan langsung oleh rakyat. Jadi, rakyat Banten juga secara sadar memilih Atut sebagai Gubernur Banten. Terlalu menyederhanakan masalah jika dinasti Atut disebut sebagai dosa Golkar.

"Kalau ini dikatakan salah dan dosa. Ini kesalahan kolektif termasuk masyarakat Banten, dan semua harus istighfar", jelas Hajriyanto.

Selain itu, kata dia, Golkar mencermati terjadinya perkembangan demokrasi yang tidak positif dalam kasus Atut. Sebelum menjadi gubernur, Atut mengalami jenjang karir yang meningkat dan lewat proses yang cukup panjang. Semenjak menjadi wakil gubernur di 2001, karir politik Atut terus mnanjak hingga akhirnya menjadi Gubernur untuk yang kedua kalinya. Namun dia manyayangkan sikap masyarakat yang angkat bicara tentang keburukan pemerintahan Atut saat Atut telah menjadi tahanan KPK.

Menurut dia, tidak bisa publik hanya menyalahkan Atut seorang. Karena, bukan Atut yang menjalankan roda pemerintahan Banten sendirian. Ada DPRD yang semestinya menjalankan fungsi legislasi dan pengawasan. Serta peran awak media, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pemerhati pemerintahan Banten yang lemah mengawasi.

Dia juga mengatakan, Golkar prihatin namun tetap memandang secara jelas terkait penangkapan Atut. Oleh karena itu, Golkar tidak akan mengambil langkah-langkah politik. Golkar hanya mencoba membantu Atut dengan menugaskan Ketua DPP Golkar Bidang Hukum untuk mencermati perkembangan kasus ini di KPK. Golkar berharap kasus ini diproses berdasarkan fakta hukum, adil, berdasarkan alat-alat bukti, tidak ada tekanan dari pihak manapun, dan KPK tetap professional.

"Kami masih menganut asas praduga tak bersalah atas bu Atut," imbuhnya.

Dia juga yakin jika masalah ini tidak akan berpengaruh besar kepada suara Golkar. Sebab, Golkar merupakan partai lama yang telah teruji keorganisasiannya. Golkar juga tidak mengandalkan ketokohan dalam meraih suara, banyak tokoh-tokoh penting Golkar yang datang dan pergi begitu saja membentuk partai baru.

Di sisi lain, Juru Bicara Keluarga Ratu Atut, Fitron Nur Ikhsan menilai, penangkapan Atut menimbulkan keterkejutan bagi keluarga. Penangkapan Atut yang secepat itu dinilai sebagai pengalihan isu terhadap isu kasus century yang melibatkan nama anak presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas).

"Kenapa semangat penahanan bu Atut begitu tinggi? padahal ibu sudah sangat kooperatif," kata Fitron di acara yang sama.

Fitron menilai, Atut merupakan sasaran empuk untuk disalahkan. Dengan mudahnya kejahatan-kejahatan lain bisa bersembunyi di balik kasus Atut. Semacam ada kondisi yang diciptakan sebelumnya untuk membuat bburuk predikat Atut. Sehingga, apapun kebaikan dan kerja bu Atut selama ini tetap akan dinilai sebagai kejahatan.

Selain itu, lanjutnya, tidak seluruhnya masyarakat Banten bersuka cita atas penangkapan Atut. Perlu diketahui jika masyarakat Banten sesungguhnya terpolarisasi. Sebagai gubernur terpilih, tentu ada parpol atau pihak lain yang pernah dikalahkan oleh Atut.

"Siapa yang menjamin kalau yang mendukung ibu dibayar dan yang tidak mendukung tidak dibayar," tandasnya.

Sementara itu, Pengamat Politik dari Pol-Tracking institute, Hanta Yuda menilai, akan ada dampak electoral yang akan menimpa Golkar baik di Banten maupun secara nasional. Dampak gesekan politik antara Golkar dan PDIP juga akan timbul mengingat wagub akan naik menjadi gubernur ketika Atut dinon-aktifkan.

"Ibaratnya Banten itu tubuh yang ditembak kepalanya, jelas fatal. Nasional itu tangannya yang tertembak," kata dia di acara yang sama.

Namun, dia mengakui jika Golkar merupakan partai yang paling terorganisasi dengan baik. Sebagai partai lama, golkar telah berkali-kali digoyang oleh isu korupsi. Ketika Pak Harto digulingkan dengan kasus korupsi, Golkar tetap settle hingga hari ini. Sebagai partai, Golar tidak pernah menjual slogan anti-korupsi kepada public.

"Jadi bisa dibilang Golkar partai yang dekat dengan isu korupsi, sehingga muncul kemahfuman publik", jelasnya.

Selain itu, lanjutnya, selama ini Atut tidak sendiri dalam memimpin Banten. Tapi ada juga wagub, Rano Karno. Tapi selama ini yang terlihat, Rano tidak tampil sebagai wagub layaknya Ahok sebagai wagub DKI Jakarta. Ini menimbulkan stigma seolah Rano telah melakukan pembiaran terhadap keberlangsungannya dinasti Atut dan praktek korupsinya. Hal ini menjadi tantangan besar bagi Rano saat menjadi gubernur nanti yakni, mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintahan Banten.

"Saat ini kepercayaan masyarakat Banten turun drastis, tugas wagub mengembalikan lagi kepercayaan itu," pungkasnya.

 

 

(Nurul Puspitasari)