Bawang, Antara Cerita Dan Derita

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Harga Bawang Melambung, Akibat Tidak Adanya Konsep Ketahanan pangan.

Tingginya harga bawang di pasar dalam negeri telah membuat daya beli masyarakat menjadi turun. Ketidakmampuan pemerintah untuk pengadaan bawang di dalam negeri karena tidak adanya kedaulatan pangan, sebagian besar malah dilakukan dengan impor.

Sekjen DPN Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Fadli Zon mengritik bahwa untuk kedaulatan pangan seharusnya anggaran pertanian bisa lebih dari sekarang dan harus terintegrasi.

Disisi lain, ia menilai konsep ketahanan  pangan  pemerintah juga tidak jelas.

"Seharusnya ada satu national food policy yang merangkum semua kepentingan menjadi satu pintu, ada koordinasi dari berbagai kementerian yang sekarang terpisah-pisah dan kepentingannya berbeda-beda sehingga tidak ada lagi ruang untuk perburuan rente dan kita pada produksi on farm dan juga pasca produksi ini lebih penting off farm sehingga kita meningkatkan value added kita," terangnya dalam Polemik dengan tema Bawang Antara Cerita dan Derita, di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (16/3/2013).

Agar produk-produk pertanian dapat lebih berkualitas, Fadli Zon memberikan solusinya, yaitu dengan melakukan pelatihan-pelatihan bagi para petani.

"Jadi harus ada training house sehingga produk-produk petani itu bisa langsung diserap ada jaminan. Kalau dulu kan ada harga dasar dan ada harga eceran tertinggi, kalau bisa kita terapkan lagi,"jelasnya.

"Harga dasarnya untuk menjamin, kalau harga jatuh pemerintah harus beli. Kalau harga eceran tertinggi ya pemerintah ikut campur di dalam operasi pasar sehingga konsumen tidak dirugikan,"tambahnya.

Dicurigai tingginya harga bawang di masyarakat akibat adanya kartelisasi dalam produk pangan hortikultura yang di dalamnya adalah bawang.

"Untuk melawan kartelisasi, jangan ada privillege terhadap segelintir pengusaha,"tegas Direktur INDEF Enny Sri Hartati.

Kartelisasi ini, lanjutnya telah membuat persaingan yang tidak sehat dalam pengadaan komoditas bawang.

"Kita keluar ini sangat liberal sementara pasar di dalam negeri kita terkooptasi luar biasa, ini yang menyuburkan praktek tidak sehat termasuk kartelisasi," sebutnya.

Menanggapi hal ini, Sesditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementan Yazid Taufik mengatakan untuk mengatasi persoalan bawang ini, perlu dilakukan konsolidasi semua pihak.

"Tidak ada artinya pemerintah itu bekerja keras untuk menghasilkan suatu produk pertanian,"tegasnya.

Yazid juga mengritik perilaku masyarakat yang gemar produk hortikultura impor.

"Kalau di Jepang itu nasionaisme akan produk lokalnya tinggi, tetapi kita memang agak terbalik seolah-olah mempunyai kebanggaan kalau makan apel Washington,"kritiknya.
(IMR/MKS)