Bencana Alam Mengancam

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jakarta - Seperti bencana-bencana yang terjadi di tanah air, banjir besar Jakarta ternyata menyisakan beribu masalah pelik. Tumpang tindihnya garis komando pendistribusian bantuan bagi korban banjir.

Direktur Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Medi Herlianto. Mengatakan, Terlambatnya penanganan korban banjir di Jakarta yang terjadi pada Kamis 17 Januari lalu, disebabkan tidak adanya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di tingkat kotamadya.
 
"BPBD DKI selaku lembaga penanganan bencana daerah hanya ada di tingkat provinsi saja, di kotamadya hingga kecamatan belum ada," kata Medi

Menurutnya, keterlambatan akibat belum adanya BPBD di tingkat kotamadya dapat mengancam warga DKI.
 
Lebih jauh Medi mengatakan itulah mengapa penyebab Pemprov DKI kelimpungan dalam menangani korban pada saat bencana dengan mengerahkan sumber daya yang ada termasuk Satpol PP.

Namun untuk anggaran BNPB sudah mendapatkan dana SP/siap pakai sebesar Rp 16 miliar. Yang merupakan Kebutuhan operasional darurat.
 
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Jazuli Juwaini, sepakat agar sukarelawan bencana di Tanah Air ditertibkan. Langkah ini untuk lebih meminimalkan kesemrawutan dalam penganganan bencana.
  
Jazuli mendukung adanya sebuah forum untuk sukarelawan yang nantinya dapat membagi tugas mereka.

Sedangkan untuk mengurangi beban kota Jakarta,Jazuli mendukung rencana pemindahan ibukota. Menurutnya, wacana pemindahan ibukota itu muncul bukan hanya karena permasalahan banjir. Namun, masalahan kemacetan dan sejumlah masalah klasik Jakarta lainnya.
 
"Seperti Istana kemarin kebanjiran kan. Jadi kesannya Ibu Kota Jakarta ini selalu diidentik dengan musibah bencana, jadi saya lihat ini harus dipikirkan alternatifnya perpindahan Ibu Kota itu ke tempat yang memang tidak menyatu dengan kota bisnis,"Tegasnya.

Ketua Taruna Siaga Bencana (Tagana) Dedi Tujana, menilai, tak terkoodinirnya para sukarelawan disebabkan ego sektoral dari masing-masing lembaga yang menurunkan sukarelawan

Dedi yang juga ketua forum tanggap bencana Jabar meminta posko bencana cukup satu komando dalam upaya memudahkan bantuan distribusi ke daerah daerah bencana banjir. "Manajemen penanggulangan bencana selama ini tidak baik"tegas nya.

Sementara itu Andi ZA dulung (dirjen linjamsos kemensos) mengatakan,kedepan harus dibangun kawasan multiguna yang tentunya harus dibangun didaerah yang letaknya lebih tinggi.

Tujuan kawasan multiguna tentunya sbg kawasan yg paling aman bagi pengungsi korban banjir yang tentunya sdh disiapkan MCK yang memadai. Kemensos sendiri hanya memiliki anggaran untuk bencana sebesar Rp 300 - 400 miliar setahun anggaran,dengan 140.000 jiwa yang mendapatkan bantuan. "Tapi dana itu untuk keseluruhan bencana di Indonesia lho?! mungkin kalau banjir jakarta sekitar 20.000 orang saja"kata Andi ZA.

Menurut Andi,dana on call yang disiapkan untuk tanggap darurat bencana mencapai Rp 4 triliun. Dana yang berada di Kemenkeu tersebut siap digunakan dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan anggota dewan.

Apapun pendapat dari seluruh narasumber, yang terpenting koordinasi dan komunikasi antar instansi mutlak dijalankan. Yang dibutuhkan masyarakat korban banjir tentunya penanganan yang cepat dan merata.

Meski kerap dilanda banjir, warga Jakarta meyakini Jakarta tidak akan tenggelam! (ARS/MKS)