STUDI SAPI ke LUAR NEGERI

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jakarta - Kunjungan kerja Komisi IV DPR ke Prancis dan China kembali menuai kritik dari berbagai pihak.

Direktur Eksekutif Pusat Studi. Hukum dan Kebijakan, ERYANTO NUGROHO mengungkapkan dalam diskusi Polemik Sindo Trijaya di Warung Daun Cikini, bahwa istilah para anggota DPR bukan lagi melakukan studi banding tetapi kunjungan kerja. Yang paling penting disoroti adalah pertanggungjawaban mereka. Karena selama ini publik bisa melihat hanya kunjungnnya saja, sementara untuk hasilnya nihil.

"Kita lihat sangat minim laporannya. Kalau DPR periode sebelumnya ada 143 kunker, yang membuat laporan hanya 3." ungkap Eryanto.

Sementara itu Direktur Eksekutif Indonesia Budget Centre, ARIF NUR ALAM melihat kunjungan kerja anggota Dpr ini dari konteks akuntabilitas anggaran. Setiap tahun ternyata ada kenaikan signifikan anggaran. Namun hal itu tidak disertai transparansi meskipun kritik terus mengalir deras.

"Ini lebih berkedok aji mumpung, sorotan publik tidak pernah dijawab dengan baik. Akumulasi semua ini memang fraksi tidak kuat menahan libido anggota, juga banyaknya bandit parlemen yanng ingin melakukan pemborosan, menambah pundi-pundi mereka.", ungkap Arif.

Menerima kritik terkait kunjungan kerja komisi IV ke Prancis dan China untuk mempelajari RUU kesehatan hewan, anggota DPR komisi IV dari fraksi Demokrat, Rosyid Hidayat menjelaskan bahwa semua ini legal karena semua fraksi telah sepakat, termasuk juga dalam anggarannya sudah disahkan di BURT dengan sepengetahuan BK.

"Kunjungan kerja ini dalam rangka pembahasan UU peternakan dan kesehatan hewan yang dianulir pasalnya oleh Mahkamah Konstitusi. Kita menganut sistem zona based, kita boleh mengimpor sapi dari zona bebas penyakit.", papar Rosyid.

Sebagai langkah bijak, ERYANTO NUGROHO yang juga Direktur Eksekutif Pusat Studi. Hukum dan Kebijakan, menyarankan bahwa harus ada pembenahan dalam hal kunjungam kerja, dan caranya bisa dilakukan DPR sendiri, yaitu melakukan moratorium.

"Sebenanrnya kunjungan kerja yang dikritik adalaha yang tidak relevan termasuk lokasi. Apakah memang prancis adalah tempat terbaik. Kedua metode, apakah harus datang kesana? Metode studi banding ada banyak cara. Bisa teleconference, dan itu belum dilakukan," jelas Eryanto.

Hal solutif lain juga di tawarkan oleh Eryanto, seperti jangan anggap kritik publik negatif, anggap itu sebagai tanda kepedulian agar dpr ke depannya bisa memberikan akuntabilitas dan transparansi dari tahap awal sehingga bisa menjawab kritikan dari publik.

"Berikutnya soal pengembangan metode lain, tidak selalu harus berkunjung, harus ada moratorium sebagai pembenahan," jelas Eryanto.

Sementara itu Arif Nur Alam melihat publik harus mendorong dan melakukan kontrol terhadap anggota Dpr bahkan bisa dengan tidak memberikan pilihan saat 2014 pada anggota dpr yang terus melakukan manipulasi, yang reaktif terhadap kritik publik.

"Saatny kita memberikan pendidikan pada masyarakat jangan memberi pilihan kepada anggota DPR yang tidak jelas akuntabilitasnya agar ada percepatan perbaikan kondisi parlemen kita. Karena saat ini kondisi sudah darurat. Tidak ada jaminan, tapi minimal ada perbuatan yang bisa mengubah." terang Arif.

Sedangkan anggota Komisi IV DPR dari fraksi Demokrat, Rosyid Hidayat menegaskan kunjungan kerja itu sudah sesuai prosedur seperti anggaran dan keputusan fraksi di komisi 4.

"Kunjungan ke Prancis yang terdapat organisasi vetenari malah bisa mengungkap fakta lain, yaitu masalah di anulirnya UU oleh MK menurut kami itu salah, ternyata di banyak negara di anut zona base atau boleh impor sapi dari daerah penyakit." tutur Rosyid.

Rosyid berjanji akan menyampaikan ke sekjend, dan pimpinan dpr, hal-hal yang menjadi catatan kami. (NRP/MKS)