Efek Domino Century Budiono

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jakarta - Hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan pada 2008 ditemukan ada sembilan temuan dugaan pelanggaran hukum dalam kasus pemberian dana talangan sebesar Rp6,7 triliun kepada Bank Century yang menjadi dasar pengajuan hak angket oleh DPR pada 2008 lalu.

Pada Selasa (20/11), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  melakukan pertemuan dengan Tim Pengawas Century DPR di Gedung DPR RI, untuk menyampaikan laporan perkembangan terkait kasus Century, dan telah menetapkan dua orang tersangka baru dalam kasus ini, yang diketahui bernama Budi Mulya dan Siti Ch Fadjrijah. Keduanya ini terlibat dalam hal FPJP (Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek) kepada Bank Century.

Dari kegiatan gelar perkara atau expose tersebut, disimpulkan bahwa telah ditemukan adanya peristiwa tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian negara yang dilakukan oleh pejabat BI yaitu, BM Deputi bidang 4 pengelolan moneter devisa dan SCF deputi 5 bidang pengawasan, bahkan Tim Pengawas Bank Century dikabarkan kurang puas dengan penetapan dua tersangka dalam kasus bailout Bank Century yang disampaikan Ketua KPK Abraham Samad di gedung Dewan kemarin, dan menginginkan 1 nama lagi yang pada waktu century itu diluncurkan pada 21 november 2008 menjabat sebagai gubernur Bank Indonesia. Dan menjadi hal yang menarik lagi saat ini menjabat sebagai wakil presiden RI yaitu Boediono.

Berangkat dari situ, Dosen Fakultas Ekonomi UGM, Denni Purbasari Alam dalam diskusi Polemik Sindo Radio Network dengan tema “Efek Domino Century Budiono” di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, nomor 26, Jakarta Pusat, Sabtu (24/11) mengatakan, bahwa Wakil Presiden Boediono kerap disebut sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam kasus bailout Bank Century senilai Rp 6,7 triliun hanya korban. Pihaknya menilai kebijakan yang diambil Boediono sebagai Gubernur BI saat itu dengan memberikan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) sudah tepat. Apalagi keputusan yang diambil saat itu didasarkan pada keinginan untuk menyelamatkan negara.

Dan terkait mengenai penyelesaian kasus Century yang kini dibawa ke ranah politik dengan usulan hak menyatakan pendapat (HMP), Denni tak setuju. Menurutnya lebih baik penyelesaian kasus tersebut tetap diserahkan kepada KPK, jika Boediono tidak bersalah, katakan tidak bersalah dan diselesaikan secara hukum, jangan biarkan mengambang seperti saat ini.

Sementara itu, praktisi hukum Alexander Lay sependapat dengan denni, pihaknya melihat Bank Indonesia mempunyai kewenangan untuk menerbitkan FPJP. Namun  apakah kebijakan BI yang dikomandani boediono saat itu adalah suatu kebijakan yang dilandasi motif untuk menyelamatkan perekonomian nasional atau sebaliknya yaitu menyelamatkan bank century seperti adanya dugaan para nasabah-nasabahnya memiliki hubungan tertentu dengan para pejabat pengambil keputusan? Hal ini perlu diteliti lebih lanjut sebelum mengambil kesimpulan bahwa Budiono atau siapapun yang mengambil kebijakkan itu memang melakukan tindakkan korupsi.

Alex juga meminta kepada pihak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk tidak terlalu mencampuri proses penyidikan kasus bailout Bank Century, Karena dengan membentuk tim pengawas dan terus menerus menanyakan perkembangan kepada KPK serta dianggap mengarahkan KPK untuk mencapai kesimpulan sesuai dengan keinginan tim pengawas, dan ini dianggap merupakan bentuk lain dari intervensi atas penegak hukum dan tidak positif. Alex mengusulkan, jika DPR merasa tidak puas, maka dapat mengajukan Hak Menyatakan Pendapat (HMP), kemudian melakukan penyelidikan sendiri dan ambil kesimpulan. Bila dasarnya kuat dapat dibawa ke Mahkamah Konstitusi, namun bila kurang kuat atau tumbang maka biarlah rakyat yang mencatat dan selesai.Menurutnya negara ini harus segera ambil garis batas untuk maju kedepan, dan jangan dibawa terus masalah bertahun-tahun ini dan menimbulkan polemik di kalangan DPR dan publik.

Menanggapi pernyataan dari praktisi hukum Alexander Lay, Anggota Komisi II DPR RI dari fraksi Hanura yang juga anggota Tim Pengawas (Timwas) Century, Akbar Faisal, setuju dengan bagian akhir. Namun mengenai penilaiannya terhadap tim pengawas kasus bailout Bank Century yang dianggap terus menerus menanyakan perkembangan kepada penyidikan dan ini dianggap merupakan bentuk lain dari intervensi atas penegak hukum tidak sepakat.

Hal ini karena Timwas didalamnya merupakan orang-orang terbaik dan tidak mungkin melakukan hal-hal yang bersifat intervensi, Akbar juga mengaku bahwa Timwas century tidak memiliki kepentingan untuk mengintervensi. Karena yang dilakukan adalah mempertanyakan perkembangan penyidikan kasus century dan itu merupakan domain dari Timwas. Pihaknya merasa bahwa Timwas memiliki utang dengan rakyat untuk menyelesaikan kasus ini, dan yang dilakukan saat ini adalah memberi dukungan dan dorongan kepda KPK dalam penyelesaian kasus bailout Bank Century.

Sementara itu, pengamat politik Hanta Yudha mengatakan, ujung dari tiap kasus-kasus hukum yang  bernuansa politik selalu berakhir pada dua capaian dapat menguak atau mengendap. Pihaknya menilai century itu hanya dijadikan instrumen atau alat untuk mencapai tahun 2014 baik di partai-partai mitra koalisi untuk menegosiasi dengan presiden.  Disaat yang sama presiden dinilai juga menjadikan alat ini menjadi tempat berpolitik, dan kemungkinan-kemungkinan  itu sangat mungkin terjadi.

Hanta melihat di 2014 nanti semua partai punya keinginan mendegradasikan kekuatan elektrolal lawan politiknya dan itu sah-sah saja, namun sangat menyedihkan bila century, hambalang, kasus pengadaan KRL bekas, dan masih banyak lagi tidak terselesaikan kasusnya. (TTS/MKS)