Kekerasan dan Komnas HAM

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jakarta - Kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia , tidak terlepas dari kepolisian dan HAM. Apalagi berdasarkan laporan Komnas HAM bahwa laporan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia mayoritas ditujukan kepada pihak Polri. Berbagai contoh kasus pelanggaran HAM, diantaranya yang terbaru adalah kerusuhan di Sampang Madura, Jawa Timur antara kelompok syiah dan sunni, juga dinilai karena aparat keamanan terkesan membiarkan kerusuhan itu.

Untuk itu,  Anggota Komisi III DPR Didi Irawadi mengharapkan, seluruh tokoh masyarakat untuk melakukan dialog, termasuk mui dan kementrian agama, agar konflik yang terjadi di masyarakat tidak berulang.
 
Sementara itu, Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol. Anang Iskandar menjelaskan bahwa kekerasan merupakan produk masyarakat dalam kehidupan yang gagal. Polisi hanya mendapatkan imbasnya. Ia menilai seiring kebebasn demokrasi, maka sifat masyrakat pun berubah. Apalagi personel polisi yang dinilai belum mencukupi dengan jumlah penduduk di Indonesia. Seharusnya jumlah pengamanan masyarakat minilmal 1 dibanding 400.
 
Senada dengan DPR, menurutnya peran tokoh masyarakat dalam melakukan dialog paling penting dalam meredam kerusuhan yang kini terjadi.
 
Pengamat Politik DR Hermawan Sulistyo memprediksikan pada akhir bulan ini merupakan waktu paling rawan terjadinya tindak kejahatan dan kerusuhan sosial. Karena masyarakat sudah kehabisan uang akibat bulan puasa, dan lebaran.
 
Wakil Ketua Komnas HAM Nurcholis menegaskan, meskipun kemiskinan makin kuat, namun adanya penindakan, maka pemahaman HAM akan makin meningkat.
 
Menurutnya, kerusuhan selama ini timbul, karena tidak ada penyelesaian masalah secara tuntas di masyarakat. Ditambah lagi kordinasi yang lemah antar lembaga penegak hukum.
 
Intelektual Muslim Zuhairi Misrawi mengakui, dalam menyelesaikan kekerasan masif harus dilakukan banyak hal. Misalnya adanya ruang publik masyarakat, untuk menyampaikan aspirasi dan dialog yang selama ini tidak berfungsi. (ANP/MKS)