Merdeka Itu Relatif

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jakarta - Apa arti Kemerdekaan? Sudah 67 tahun Republik Indonesia bebas Merdeka. Apa benar? "Merdeka itu relatif" Demikian thema Polemik Sindoradio pada pekan ini, Sabtu (11/8). Hadir Sekjen PPP Romahurmuzy, Budayawan Radhar Panca Dahana, pakar hukum Universitas Andalas Saldi Isra dan Ekonom Yanuar rizki.

Politikus PPP Romahurmuziy menilai, ada yang menarik menjelang 67 tahun Kemerdekaan RI. Kemerdekaan pers di Indonesia justru jauh lebih tinggi dibanding kemerdekaan beragama yang kerap menjadi pemicu munculnya konflik.

Romahurmuziy mengutip pernyataan mantan Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt menyebut kemerdekaan yang sesungguhnya harus menjamin 4 hal yakni merdeka bersuara, merdeka dalam beragama, merdeka dari ketakutan dan merdeka dari kesengsaraan.

"Kemerdekaan bersuara melalui pers saya rasa mencapai puncak kebebasannya. Malah ada yang bilang, saking bebasnya kita bukan berdemokrasi tapi bermediakrasi," kata Romi yang juga Ketua Komisi IV DPR ini.

Romi menilai, kemerdekaan beragama di Indonesia masih tertutup. Masyarakat masih takut berekspresi berdasarkan agama yang dianutnya. Indonesia, lanjut Romi juga belum merdeka dari kesengsaraan. Padahal jika menengok pasal 27 ayat 2 UUD 1945 setiap warga negara berhak atas pekerjaan yang layak.

Sementara untuk merdeka dari ketakutan, Indonesia juga bisa dikatakan belum berhasil. Contohnya seperti masyarakat Papua yang kini hidup dalam ketakutan karena tidak terjaminnya faktor keamanan.

Pendapat lain dikemukakan Budayawan Radhar panca Dahana yg mengatakan,meski Indonesia sudah merdeka, namun kemerdekaan itu sampai saat ini hanya dirasakan oleh kaum-kaum elite dan kapitalis saja.

Menurut Radhar, kaum kapitalis sangat butuh kemiskinan. Karena kaum kapitalis membuat kaya dirinya dengan mengambil dari uang rakyat.

Radhar juga menambahkan harus diakui saat ini Indonesia juga harus merdeka dari negara Amerika. Dilihat dari sisi Ekonomi,sosial,maupun pertahanan Intervensi AS masih sangat terasa siapapun presiden yang memimpin. Dibutuhkan 'strong leadership" yang mampu melawan Hegemoni barat seperti halnya Sang proklamator Soekarno.

Hal senada diungkapkan ekonom Yanuar rizki yang menilai kebijakan Ekonomi sangat tergantung dari sisi ekternal yakni masukan serta kebijakan dari IMF dan Bank Dunia. Secara keseluruhan ekonomi Indonesia masih dikontrol oleh negara lain akibat ekonomi yang menganut sistem devisa bebas atau kebijakan perdagangan bebas. "Lain halnya dengan China dan thailand yang cenderung menganut Control Capitalism" kata Yanuar.

Saat ini kata Yanuar,Pemerintah sangat 2 G atau gagap dan grogi meski pertumbuhan ekonomi lumayan tinggi di kisaran 6,4% pada semester II 2012. "Tapi coba lihat ekonomi tumbuh tapi pembangunan infrastruktur minim, ini apa artinya?"Tegas Yanuar.

Sementara itu Arti kemerdekaan dari Sisi Hukum menurut pakar hukum Univ. Andalas Saldi Isra, peran Presiden untuk memberantas KKN (Korupsi,Kolusi,Nepotisme) makin menurun alias jalan ditempat!

Saldi mencontohkan,lemahnya upaya presiden unt memberi Jalan bagi KPK menuntaskan kasus Simulator SIM yang melibatkan petinggi Polri. "Jangan KPK di intervensi dengan kekuatan politik, dari sisi tafsir kepastian hukum, bagaimana mendorong presiden keluar titah kepada kapolri untuk memberi jalan kepada KPK tuntaskan kasus Simulator SIM" pungkas Saldi.

Suka tidak suka dengan intrik politik, intrik sosial, intrik ekonomi serta intrik intrik yang lain, yang jelas Indonesia terus bergerak, seluruh sendi kehidupan di tanah air sudah berjalan sesuai jalur siapapun pemimpinnya. Dirgahayu RI ke 67! (ARS/MKS)