Memble Tanpa Tempe

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Jakarta - Sungguh tragis memang, Indonesia yang merupakan negara agraris harus terus impor produk-produk pertanian. Mulai dari kedelai, beras hingga gula. Banyak yang beralasan karena pasokan di dalam negeri yang kurang. Siapakah yang salah, apakah petani, pemerintah atau aksi para pedagang yang menimbun kedelai sehingga pasokan kurang dan harganya selangit.
 
Aksi mogok para perajin tahu dan tempe di seluruh wilayah Indonesia, menjadi contohnya. Aksi mogok yang dilakukan selama 3 hari sejak 25 Juli, membuat masyarakat kesulitan mendapatkan tahu dan tempe di pasaran. Mahalnya harga kedelai sebagai bahan baku tempe dan tahu, menjadi penyebab pemogokan para perajin. Akhirnya aksi demo para perajin ini mendapat respon pemerintah, dimana pemerintah akan membebaskan bea impor kedelai, seperti yang dituntut oleh para perajin. Pertanyaannya kini, apakah Indonesia siap menjadi negara dengan kedaulatan pangan, jawabnya jelas tidak.
 
Direktur INDEF Enny Sri Hartati mengatakan, para petani butuh langkah nyata ke depan agar kedaulatan pangan dapat diwujudkan. Selain itu semua aturan maupun kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan DPR harusnya pro terhadap petani. “Kita butuhkan langkah nyata kedepan, kedaulatan pangan  melalui langkah riil dengan semua kebijakan pro petani” tegasnya dalam diskusi Polemik di Warung Daun Cikini (28/07).

Sementara itu Kepala Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian , Achmad Suryana tetap optimis Indonesia akan menjadi Negara swasembada pada 2015. Kementrian pertanian akan menyediakan mulai dari benih unggul, hingga penyuluhan, agar petani berhasil. Namun demikian sangat dibutuhkan alokasi dana yang cukup untuk mewujudkannya. 

Wakil Ketua Komisi IV DPR, Firman Subagyo menjelaskan, seharusnya saat ini Bulog konsen untuk mengurusi komoditi kedelai, agar kejadian serupa tidak terjadi lagi. Ia juga menuding carut-marutnya agraria di indonesia dengan banyaknya pelanggaran alih fungsi lahan mengorbankan para petani. Untuk itu DPR mendesak Kepala BPN Hendarman supanji segera menegakkan aturan khusunya di daerah.

“Ada 2 hal penting, yaitu bulog konsern ke komoditi kedelai dan ketersediaan lahan” katanya.
 
Sementara itu Direktur pelayanan publik Bulog, Agusdin Fariedh mengingatkan kepada masyarakat agar waspada terhadap impor gandum. Karena saat ini impor tersebut mencapai 4 hingga 5 juta ton pertahun. Apalagi masyarakat tengah gandrung terhadap produk-produk seperti mie maupun roti, dimana bahan bakunya gandum. “indonesia juga harus waspada terhadap impor gandum” tegasnya. (Anang)