PERANG POLITIK e-KTP

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

JAKARTA - Kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) diprediksi akan memperngaruhi hasil pemilu legislatif dan pemilu presiden pada 2019 nanti. Penjelasan soal keterlibatan sejumlah kader selama proses pengadilan akan sangat menentukan posisi partai tersebut dalam pemilu yang akan digelar dalam dua tahun mendatang.

"Jadi perang politik itu bisa terjadi di dalam atau di luar partai. Memang menjadi pertanyaan bagaimana e-KTP ini berpengaruh dalam pemilu ke depan. Dampak ini bisa terjadi di pemilu nasional 2019," Ujar pengamat politik dari indo Barometer,M.Qodari,di warung daun,Cikini, Jakarta Pusat, sabtu (18/3).

"Memang dampak kepada partai tergantung positioning partai saat kasus terjadi," lanjutnya.

Ia mencontohkan pengalaman partai Demokrat yang elektabilitas dan citrnya turun dengan sangat telak dalam kasus korupsi. Pada 2009, kata dia, partai Demokrat mencapai kemenangan gemilang sementara pada 2014 perolehan suara turun drastis. PKS, kata dia, menjadi contoh lain. Kasus korupsi yang menimpa mantan Presiden PKS Luthfi Hashan Ishaaq.

"Kalau dari pengalaman, politisi bisa menurun citranya kalau tersandung kasus korupsi. Ada partai yang cukup telak misalnya Demokrat," Ujarnya.

Tapi ia, menyebut soliditas di internal partai dapat mencegah penurunan suara yang drastis dalam pemilu 2019. Qodari mengatakan jika partai solid maka penurunan suara bisa dicegah. "Kalau partai itu solid, recovery bisa lebih mudah," ujarnya.

Dalam kasus korupsi e-KTP saat ini, Qodari menilai partai yang disebut di pengadilan pasti akan terkena dampak pada pemilu 2019 nanti.

"Isu-isu korupsi pasti sangat berpengaruh. Tak peduli partainya. Pokoknya secara umum tingkat kepercayaan pada parpol rendah," ujarnya.

Namun, Qodari menilai tidak semua partai akan mengalami penurunan suara di pemilu 2019. Menurut dia, Partai Golkar tidak akan bernasib sama dengan Demokrat atau PKS. Sebab, Golkar merupakan partai yang sudah mapan dan sudah terbiasa dikaitkan dengan kasus korupsi.

"Karena Golkar dari partai lama, dari sehak Orba. Kalau bicara kasus korupsi sudah biasa. Jadi penilaian publik itu sudah ada kapling-kaplingnya. Kalau yang bersih, orang berfikir wah partai ini tidak benar. Tapi kalau ada yang kotor-kotor yang memang begitu dari dulu," ujarnya.

Di kesempatan yang sama, politikus PDIP Masinton Pasaribu menilai daya rusak opini karena persidangan cukup besar, apalagi menjelang pemilu 2019. Menurut dia, penanganan kasus yang bisa berlangsung selama dua tahun sudah pasti akan mempengaruhi perolehan suara dalam pemilu.

"Bayangkan dalam dua tahun banyak nama disebut di sana. Ini kan dalam proses dua tahun ini, sebentar lagi mau pemilu. Daya rusak opini luar biasa. Bisa jadi alat politisasi," ujarnya.