SINEMA POLITIK PILKADA DKI

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Perhelatan pilkada DKI, pekan depan sudah memasuki masa pendaftaran calon yang akan dilakukan 21 sampai 23 September 2016, dan Komisi Pemilihan Umum DKI sudah memaparkan syarat yang harus dipenuhi partai politik yang akan mencalonkan pasanganya.

Ketua KPUD Provinsi DKI Jakarta, Sumarno menjelaskan sejumlah syarat yang harus dipenuhi oleh Partai Politik ketika mendaftarkan pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.

"Yang bisa mendaftarkan adalah parpol yang memiliki syarat tertentu yakni pertama memiliki kursi di DPRD DKI sebanyak 22 kursi atau akumulasi suara itu 25 persen dari perolehan suara sah pada pemilu 2014 sedang kami rumuskan sekitar 1.134.307 suara dari akumulasi suara yang bisa mengajukan partai politik atau gabungan parpol," ujar Sumarno, dalam diskusi SindoTijayaFM dengan Tema SINEMA POLITIK PILKADA DKI, di warung daun Cikini, Jakarta, Sabtu (17/9/2016).

Mengenai syarat administratif yang harus dipenuhi, Sumarno menjelaskan pertama yaitu partai politik menyerahkan dokumen keputusan DPP partai tentang pengesahan paslon yang diusung. Jika tidak ada dokumen tersebut, lanjut Sumarno, maka akan dikembalikan untuk diperbaiki.

"Yang kedua adalah kalau didaftarkan oleh gabungan parpol berarti ada kesepakatan atau nota kesepakatan surat keputusan bersama antara parpol parpol bergabung untuk mengusung calon tertentu," ucap Sumarno.

Syarat ketiga yang harus dipenuhi yakni adanya persetujuan antara parpol dan bakal calon yang diusung bahwa yang bersangkutan akan meneruskan proses sampai selesai. "Syarat mutlak yang dibawa ini. Tentu saja dokumen lain terkait syarat-syarat calon seperti  pernyataan kesediaan mengundurkan diri bagi calon yang merupakan PNS maupun calon dari daerah lain, kesediaan untuk cuti selama kampanye bagi petahana dan surat-surat lainnya sehat jasmani rohani," kata Sumarno.

Sumarno mengatakan, semua persyaratan ini akan dibawa oleh parpol dan paslon pada tanggal 21-23 September 2016 saat KPU DKI membuka pendaftaran paslon di Kantor KPU DKI di kawasan Salemba, Jakarta Pusat.

Terkait aturan, Sumarno juga menegaskan akan memberikan sanksi kepada calon petahana yang tidak bersedia mengambil cuti selama masa kampanye untuk Pilkada DKI 2017.

Hal itu disampaikan Ketua KPU DKI Sumarno dalam jumpa persnya tentang pelaksanaan pencocokan dan penelitian data pemilih (coklit), peluncuran, serta pendaftaran pasangan calon gubernur dan wakil gubernur dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.

Sementara itu, PDIP melakui Wakil Sekjennya Eriko Sotarduga menyatakan, mengusung petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Djarot Saiful Hidayat, menjadi skenario utama PDI-P di Pilkada DKI 2017.

Eriko menyebut sebenarnya skenario mengusung Ahok-Djarot ada di posisi terakhir dari tiga opsi yang dibuat PDI-P. Namun, kini opsi itu naik jadi opsi utama PDI-P untuk Pilkada DKI.

"Skenario Ahok-Djarot yang tadinya ketiga jadi pertama, nah sekenario yang pertama sekarang jadi yang kedua, dan yang kedua jadi skenario ketiga," kata Eriko dalam diskusi SindotrijayaFM.

Skenario pertama turun jadi posisi kedua, kata Erico, yakni PDI-P mengusung calon hasil penjaringan dan fit and proper test di PDI-P. Posisi kedua yang kini jadi skenario terakhir, yakni mengusung kader internal.

PDI-P menjadi partai yang mampu mengusung calon gubernur dan calon wakil gubernur sendiri karena punya 28 kursi di DPRD. Eriko mengakui memang banyak kritik dari kader PDI-P kepada Ahok, namun pandangan publik tetap diutamakan. Kalau memang Ahok-Djarot masih diinginkan masyarakat, tidak ada alasan PDI-P tidak mengusung keduanya lagi.

"Kita lihat proses pembangunan kan sedang berjalan, dan sedang dalam on track, kalau memang ini memungkinkan dan ini diinginkan masyarakat DKI, kenapa tidak untuk terus berlanjut," ujar Eriko.

Ia merujuk beberapa hasil survei seperti dari Populi Center, Kedai Kopi, dan lainnya, Ahok tetap ada di posisi pertama. "Coba perhatikan, Pak Ahok tetap di posisi satu dan yang kedua Ibu Risma, ada satu hal di sini itu membanggakan," ujar Eriko.

Namun, dia menyatakan politik sangat dinamis. Semua hal mungkin termasuk opsi mengusung Ahok-Djarot bisa saja berubah lagi. "Tidak ada yang tidak mungkin," ujar Eriko.

Sementarta, bakal calon wakil Gubernur DKI Jakarta dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera mengatakan, kaget dicalonkan untuk mendampingi Sandiaga Uno di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI 2017.

"PKS partai kader. Tak ada niat saya maju dalam Pilkada DKI Jakarta. Sembilan bulan proses kita gagas, ada koalisi kekeluargaan. Saat yang sama, kita punya gentlement agreement dengan Pak Prabowo," kata Mardani.

Menurut Mardani, sebelum kesepakatan antara Partai Gerindra dan PKS akan mencalonkan Sandiaga Uno dan dirinya tercipta. PKS sudah mencari berbagai alternatif calon.

"Akhirnya mentok. Keluar nama Mardani Ali Sera. Saya lebih kaget. Kita tak pernah berpikir posisi, tetapi kontribusi dan prestasi kerja. Pimpinan kita buat simulasi dan perhitungan harus hadir di Jakarta, agar cagub dan wakilnya bisa mengubah paradigma yang ada," kata Mardani.

Ia menegaskan, ketika melihat sosoknya, jangan lihat pada personalnya. tetapi juga dilihat PKS-nya. Ia mengaku, kepada Sandiaga tak ada transaksi apapun dalam duet itu. "Biar lurus motivasinya, jangan buat deal dari awal. Kalau mau bangun Jakarta, harus mandiri," kata Mardani.

Bakal calon lain, yang juga mantan menteri loordinator kemaritiman dan Sumber daya, Rizal Ramli memuji kipaiwaian Megawati Soekarnoputri dalam berpolitik. Kata Rizal, Ketua Umum PDI Perjuangan tersebut selalu menampilkan sebuah hal yang sulit ditebak oleh lawan politiknya.

"Dalam politik itu, surprise itu menjadi faktor yang sangat penting. Dan inilah canggihnya Mbak Mega, dan justru dengan adanya misteri itu semakin bagus karena sulit ditebak," kata Rizal menjadi narasumber diskusi SindotrijayaFM bertajuk 'Sinema Politik Pilkada DKI', Sabtu (17/9).

Apa yang disampaikan oleh Rizal tersebut berdasarkan pengalaman pemilihan Gubernur DKI Tahun 2012 lalu yang memilih Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok untuk maju. Padahal, kata dia, saat itu, nama Jokowi tidaklah setenar sekarang, bahkan sebagian orang belum mengenalnya. Rizal Ramli Serang Ahok dengan Sebutan Gokil

"Hampir semua partai sistem kerjanya, SKS (Sistem Kebut Semalam). Dulu Jokowi sudah mau pulang ke Solo, karena belum ada keputusan dia maju jadi Gubernur DKI. Pas sampai di Stasiun, kereta full, dan saat itu, Mbak Mega panggil dia kembali, baru putuskan dia maju jadi Gubernur," kata Rizal menceritakan pengalamannya tentang Bu Megawati.

Untuk diketahui, Rizal Ramli digadang-gadang akan maju pada Pilgub DKI Tahun 2017 mendatang. Saat ini, Partai Amanat Nasional (PAN) menjadi salah satu partai pertama yang terang-terangan mendukung Rizal Ramli untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta. Sementara itu, PDI Perjuangan sebagai partai penguasa, belum menentukan akan mengusung atau mendukung siapa dalam Pilgub nanti.

Menanggapi bursa calon yang akan maju pilkada DKI, Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yudha menilai PDI Perjuangan harus cermat dalam mencalonkan pasangan calon dalam pilkada DKI Jakarta mendatang.

Hanta memiliki catatan yang perlu diperhatikan oleh PDI Perjuangan, jika nantinya mengusung Tri Rismaharini sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta.

"Jadi siapa yang akan disiapkan untuk Surabaya Pasca risma? Kandidat untuk Jawa Timur juga siapa kalau bukan Risma?" ujar Hanta dalam diskusi Polemik bertajuk Sinema Politik Pilkada DKI di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (17/9/2016).

Apabila tetap mengusung Risma, Hanta mengingatkan PDI Perjuangan mengenai posisi Presiden Joko Widodo. "Karena ini ada variabel Pak Jokowi. Iya, Jokowi Presiden dan kader PDIP. Misalnya PDIP tidak dukung Ahok, dukung Risma misalnya, tentu harus bisa yakinkan Pak Jokowi. Itu tantangan berat yakinkan Jokowi," kata Hanta.

Lalu bagaimana jika nantinya PDIP mengusung Ahok? Hanta mengatakan perlu pertimbangan yang didasarkan analisis yang cermat, akankah mencalonkan Ahok nantinya tidak akan berpengaruh negatif pada Pemilu 2019 mendatang.

"Pun sebaliknya, kalo dukung Ahok, tadi Pak Eriko (Sotarduga) mengatakan jangan sampai salah langkah. Intinya gara-gara dukung kandidat ini nanti tergerus di 2019," tutur Hanta.

Sebab, Hanta mengatakan, bicara DKI Jakarta tidak lepas dari politik nasional, tentu akan berpengaruh juga ke Pemilu 2019 mendatang.

"Jadi peta politik DKI itu tidak bisa lepas dari konstelasi politik nasional, termasuk misalnya PPP, kenapa agak ragu gabung Gerindra? Karena Gerindra di luar pemerintahan. Sementara PPP di dalam pemerintahan, PKB juga. Termasuk PAN," kata Hanta.