JALUR HITAM, VAKSI PALSU

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Kementrian Kesehatan, pertengahan pekan ini, telah mengungkapkan 14 rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang mengedarkan vaksin palsu, dan ini yang membuat masyakat menjadi resah. Bahkan, sampai mencari tahu kepastian dari rumah sakit yang pernah dimanfaat masyarakat pada anak-anaknya.

            Menanggapi hal ini, Anggota Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay meminta pemerintah, untuk bisa menampung tuntutan masyarakat yang menjadi korban vaksin palsu melalui Satuan Tugas Penanggulangan Vaksin Palsu.

"Seandainya ada orang tua yang menuntut, pemerintah melalui satgas harus menampung, membicarakan dan menyelesaikan dengan baik," kata, Saleh dalam diskusi POLEMIK sindotrijayaFM bertajuk JALUR HITAM, VAKSIN PALSU, di warung daun, Cikin, Jakarta, Sabtu (16/7).

Lebih lanjut Saleh Daulay mengatakan sebagai konsumen tuntutan masyarakat akan diarahkan kepada fasilitas-fasilitas layanan kesehatan yang diduga melakukan kesalahan dengan memberikan vaksin palsu.

Di sisi lain, pemerintah harus berdiri bersama masyarakat untuk mendudukkan permasalahan secara benar. Pemerintah harus memfasilitasi masyarakat untuk mendapatkan hak-haknya. "Pemerintah bekerja untuk masyarakat. Karena itu, kepentingan masyarakat harus diutamakan," tuturnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Maura Linda Sitanggang mengatakan, dampak vaksin palsu terhadap anak yang terpapar akan berbeda-beda tergantung kandungan di dalamnya. Namun, umumnya vaksin palsu tidak menimbulkan efek berbahaya bagi penggunanya.

"Dari hasil uji lab kita ketahui hasilnya bahwa vaksin ini tidak ada isinya. Ada yang isinya kosong, ada juga yang isinya vaksin yang sama, tetapi kadarnya lebih rendah," ujar Maura melalui sambungan telepon, dalam diskusi.

Untuk vaksin yang isinya hanya berupa cairan biasa, tidak ada kekebalan bagi anak yang diberikan vaksin. Sementara itu, untuk isi vaksin yang kadarnya lebih rendah, kekebalan yang didapatkan tidak maksimal seperti vaksin asli.

"Oleh karena itu, satgas akan melihat hal ini case by case setiap anak yang terpapar vaksin. Akan diperiksa kesehatannya," kata Maura. "Jika diperlukan vaksin ulang, maka akan dilakukan," lanjut dia.

Pengurus Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Soedjatmiko memastikan bahwa isi vaksin palsu tidak membahayakan. Isi vaksin hanya cairan infus dan antibiotik.

Dampak bagi anak yang terpapar vaksin palsu sama saja dengan tidak diberikan vaksin sama sekali. Sejauh ini, kata Soedjatmiko, diketahui vaksin palsu umumnya berisi cairan infus yang dicampur dengan antibiotik.

"Yang dimasukkan ke dalam vaksin sejauh ini bukan bahan yang berbahaya. Kalau isinya hanya cairan infus dan antibiotik yang membunuh kuman, dampaknya seperti tidak mendapat apa-apa, asal pembuatannya steril," kata Soedjatmiko.

Dia mengatakan, dengan vaksin asli pun biasanya setelah diberikan kepada anak muncul reaksi seperti kulit kemerahan dan bengkak. Orangtua diminta tidak panik dan langsung menganggap anak terpapar vaksin palsu.

"Kalau ada keluhan habis diimunisasi, bisa hubungi rumah sakitnya. Vaksin BCG asli pun bisa akan timbul reaksi benjolan, bisul, hingga keluar nanah, ini wajar. Tidak berbahaya," kata dia.

Sementara, dari sisi hukum, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Polisi Agung Setya mengatakan bahwa saat ini timnya telah menetapkan 23 tersangka yang terlibat peredaran vaksin palsu. Jumlah tersebut akan terus bertambah, karena masih dalam proses investigasi lebih lanjut.

"Penyidikan masih berlangsung. Tidak berarti hanya 23 orang. Mungkin akan ada penambahan," ungkap Agung. Selain itu, Agung juga menjelaskan bahwa 23 tersangka tersebut didapat setelah pemeriksaan terhadap  40 saksi diantaranya terdiri dari tujuh saksi ahli dari Badan POM, Kementerian Kesehatan, dan ahli pidana. Dan untuk mendukung hal tersebut, Bareskr Polri akan menyajikan bukti-bukti yang kuat saat persidangan nantinya, sehingga  dapat meyakinkan hakim.

Terkait temuan investigasi tim satgas yang menyelidiki kasus penyebaran vaksin palsu, Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) menegaskan hasilnya harus diumumkan kepada publik. Karena, masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui perihal produk yang dibelinya secara benar dan jelas.

“Justru kalau ditutup-tutupi bisa diperkarakan oleh masyarakat. Jadi temuan tim satgas sebagai pihak yang menginvestigasi secara hukum harus mengumumkan temuannya. Ini perlu agar masyarakat tahu apa tindakan pencegahan dan penanggulangan jika terbukti menjadi korban vaksin palsu,” ujar Ketua YPKKI, Marius Widjajarta, Sabtu (16/7).

Lebih lanjut dikatakan Marius, jika masyarakat tidak diberi informasi yang jelas, nanti ketika mereka tahu ada penyebaran vaksin palsu dengan informasi yang minim, situasinya akan semakin tidak terkendali.

“Masyarakat bisa takut untuk memberikan vaksin kepada anaknya. Ini tentu merugikan masa depan kesehatan anak-anak bangsa. Atau misalnya jika ada korban vaksin palsu yang terkena efek samping tapi ia tidak tahu harus melakukan apa, jadi semua harus djelaskan,” tegas Marius.

Sementara dari keresahan masyarakat ini, Sejumlah orangtua yang khawatir anaknya ikut terpapar vaksin palsu dari Rumah Sakit Ibu Anak Sayang Bunda, Bekasi, meminta kejelasan soal vaksin palsu di rumah sakit tersebut.

Ketua Forum Keluarga Korban Vaksin Palsu RS Sayang Bunda Teja Yulianto mengatakan, mereka telah menghadiri undangan pihak rumah sakit yang mengatasnamakan jajaran manajemen. Namun, mereka kecewa karena tak ada satu pun manajemen rumah sakit yang hadir dalam pertemuan itu.

"Pihak manajemen tidak ada satu pun yang hadir di situ. Diadakan pertemuan di RS, tapi yang datang hanya kasir dan pendaftar," ujar Teja dalam diskusi bertajuk "Jalur Hitam Vaksin Palsu" di Jakarta, Sabtu (16/7/2016).

Teja menganggap pihak rumah sakit tidak benar-benar serius untuk bertanggung jawab soal vaksin palsu yang diberikan ke sejumlah anak. "Maksudnya apa pertemuan ini, kan untuk diketahui apakah vaksin ini bahaya atau tidak buat anak kita," kata Teja.

Menurut Teja, saat ini setidaknya ada 70-an nama anak yang diduga terpapar vaksin palsu di RSIA Sayang Bunda. Ia khawatir vaksin palsu ini berdampak buruk bagi anak-anak yang menerimanya. Teja mengaku pernah mencoba menghubungi langsung dokter yang menangani vaksin anaknya, namun tidak direspons.

"Kami mau ketemu dokter yang kasih vaksinnya saja tidak dikasihkan. Saya kontak nomor telepon dokter, Florent namanya, sudah tidak aktif," kata Teja.

 

Dalam diskusi ini, forum orang tua korban vaksin palsu memberikan bukti-bukti terkait data dan informasi keluarga dan korban yang terpapar vaksin palsu, pada Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim mabes Polri Brigjen Pol Agung Setya. (Prod:DolyRamadhon)