Tragedi Yuyun, Wajah Kita

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Kasus pemerkosaan terhadap Yuyun (14), pelajar Kelas 2 SMP Negeri 5 Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, yang dilakukan 14 orang remaja menyisakan kisah duka dan kesedihan mendalam. Komisi perlindungan anak meminta negara tidak boleh kalah oleh para predator kejahatan seksual. Serta menyarankan pemerintah tidak tinggal dan bersama DPR menetapkan status darurat seksual. karena Kasus Yuyun bukan yang pertama kali.

Ketua komisi perlindungan anak Aris Merdeka sirait menyebut dari kasus kasus kekerasan terhadap anak ini, sebaiknya pemerintah segera tentukan status darurat. “untuk antisipasi berulangnya kasus Yuyun ataupun yang lebih sadis lagi, segera keluarkan status darurat kejahatan seksual dan menyatakan kejahatan seksual sebagai ekstra ordinari crime”. Ujar Aris Merdeka

Selain itu, aris menyarakan seluruh masyarakat untuk bisa menciptakan gerakan yang masif dan berkesinambungan, sehingga masyarakat tidak tinggal diam ketika melihat kejahatan seperti ini.

Sementara itu, menurut ahli neurolog sarat Ihshan Gumilar menyebut otak setiap manusia menjadi sumber terhadap tindakan yang akan dilakukan, termasuk transpormasi sesuatu bahkan pada orang lain termasuk anak. “otak kita harus terus dijaga, dengan tidak membiarkan akses informasi merusak jaringan termasuk pada anak kita yang dimulai dari keluarga”. Jelas ihshan.

Lebih lanjut, ihshan menyatakan sampai saat ini di indonesia belum ada yang bisa mengatasi masalah seperti ini dengan cara kerja multidisiplin ilmu dalam sebuah tim. “kesadaraan kita merawat otak anak adalah orang tuanya, yang harus terus menjaga jaringan sarafnya, termasuk menjaga akses pornografi” tutup ihshan. Bila tidak dijaga, ihshan memprediksi bila tidak dijaga akses jaringan anak terhadap porno bisa dimungkinkan indonesia menjadi penghuni adiksi pornograsi terbesar di dunia.

Sementara Yuliandre Darwis yang merupakan ketua ikatan sarjana komunikasi indonesia mengatakan, daulat negara bisa dipertaruhkan dari arus informasi seperti sekarang ini. “adanya masa transisi informasi seperti sekarang ini, tidak jelas penggunaannya seperti apa. Di satu sisi kita menjadi pengguna, yang tidak jelas untuk apa” jelas Yuliandre – biasa disapa Andre. Bahkan, saat ini konten media asing masuk tanpa batas dan bebas tanpa ada filter yang dilakukan pemerintah. Sementara media lokal harusnya bisa meng-cuonter, dengan cara media ini sebagai cyber teacher.

Disisi hukum, karo penmas mabes polri, Brigjen pol Agus Rianto meminta semua unsur bersinegi untuk mengatasi dan mencegah kejadian seperti kasus yuyun ini terjadi. “manfaatkan keberadaan teknologi dengan sebaik-baiknya, jangan menggunakannya untuk menggagu situasi kamtibmas” jelas Agus.

Untuk itu, agus meminta masyarakat bisa menggunakan semua jalur untuk melaporkan setiap kejadian ditengah masyarakat. “informasikan kepada kepolisian apabila ada hal yang terjadi di masyarakat” ungkap Agus.

Sementara, Ali Aulia Ramly, kepala interim perlindungan anak UNICEF indonesia menyebut kekerasan terhadap anak tidak bisa diterima dengan alasan apapun. “kekerasan terhadap anak bisa kita cegah, dengan cara strategis nasional yang sudah dicanangkan pemerintah, dengan memperkuat keluarga, dukung anak untuk meningkatan kecakapan hidupnya” jelas Ali. Serta, bisa menjelaskan dan memahami kesehatan reporduksi dan seksualitas pada anak.

Diakhir diskusi POLEMIK, sekertaris nasional perempuan Mahardhika, Mutiara Ika Pratiwi menyebut tragedi yuyun adalah wajah kita dan negara belum sepenuhnya menghargai perempuan. “wajah kita terutama negara belum sepenuhnya berpihak dan menghargai perempuan, tetapi kita harus tetap semangat dengan mendorong dan mendesak pemerintah mengesahkan undang-undang penghapusan kekerasan seksual”. tutup ika. Untuk itu, bagi seluruh masyarakat indonesia jangan menunda dan lawan kekerasan seksual dengan membangun dan mewujudkan kampun setara sekarang juga.

Diskusi kali hari tadi juga sempat melakukan aksi simbolis dengan membunyikan kentongan dengan menunjukkan, saat ini indonesia dalam keadaan bahaya dan darurat kekerasan terhadap anak dan perempuan.