ADA APA DENGAN LAPAS

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

 

          Sejumlah kerusuhan dalam lapas terjadi dalam beberapa bulan, dan terakhir rusuh terjadi di Lapas Banceuy, Bandung, 23 April 2016 lalu. Menanggapai hal ini, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mencatat setidaknya ada 3 persoalan utama yang saat ini melingkupi lapas, dan menyebabkan rentan gesekan antar napi. Mulai dari anggaran, kurangnya SDM, hingga kebijakan peradilan pidana di Indonesia.

          Selain itu, komisi 3 akan mendorong penambahan anggaran dalam APBN-P untuk lapas. “Alhamdulillah memang rencananya, di APBN-P akan ada tambahan penganggaran untuk lapas yang sudah dibicarakan, tapi belum sampai ke DPR. karena APBN-P belum kita bahas, itu Rp 1 triliun. Itu tentu akan bisa menambah lapas, kalau membangun lapas satu lapas itu Rp 100-150 miliar kapasitas 1000-an, enggak mahal juga sebenarnya” ungkap Arsul sani, dalam diskusi POLEMIK 'Ada Apa dengan Lapas?' di Warung Daun, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (30/4/2016).

          Arsul juga mengatakan, saat ini pertambahan kapasitas lapas pertahunnya disediakan untuk 4.000 orang, sedangkan inputnya setiap tahun bisa mencapai 18.000 orang. Oleh karena itu persoalan kelebihan kapasitas tak akan pernah selesai.

          Sementara itu, Juru Bicara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Akbar Hadi menyatakan, masalah di lembaga pemasyarakatan saat ini sangat kompleks. Oleh karena itu, wajar apabila sesekali terjadi kerusuhan di dalam lapas.

          "Inilah yang kalau boleh dikatakan prestasi kami. Dengan kemampuan dan keterbatasan yang ada, kami masih mampu meredam," kata Hadi. Bahkan Hadi juga menjelaskan, salah satu masalah yang paling besar adalah kelebihan kapasitas. Masalah ini kemudian menimbulkan masalah lain seperti hehidupan para napi yang menjadi tidak nyaman.

Akbar Hadi menyebut kapasitas tahanan sudah sangat berlebihan. “ruang tahanan yang harusnya di isi lima orang, sekarang dihuni lebih dari 20 orang. Ini berdampak ke kehidupan sehari-hari, maaf istilahnya kentut saja jadi persoalan," lanjut Hadi.

Selain itu, Jumlah pengunjung juga sangat banyak, “dalam satu hari pengunjung yang datang bisa sampai 400-500 per hari, sementara Petugas penggeledahan hanya dua orang," ucap Hadi.

          Menanggapi berbagai masalah lapas ini, Wakil Direktur Center for Detention Studies Gatot Goei menyebut Pemberian remisi untuk narapidana, khusus seperti narkoba dinilai bukanlah sebuah solusi untuk mengatasi kerusuhan dalam lapas. Kementerian Hukum dan HAM diminta untuk mencari solusi yang lebih komprehensif daripada pemberian remisi ini.

"Kedua hal ini terus menerus dikaitkan, padahal tidak ada hubungannya sama sekali antara remisi dan kerusuhan di lapas," kata Gatot Goei. Daripada memberi remisi untuk napi narkoba, Gatot menyarankan agar Menkumham fokus saja membenahi berbagai masalah yang ada di dalam lapas seperti overkapasitas, terbatasnya petugas, dan keadilan bagi para narapidana.

"Kita pertanyakan wacana pemberian remisi ini yang justru datang dari dalam Menkumham sendiri," ucap Gatot.

Sementaa Budayawan Arswendo Atmowiloto menilai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly, kurang memperhatikan persoalan di lembaga permasyarakatan (lapas).

Arswendo melihat Yasonna terlalu fokus mengurusi permasalah partai politik. Dirinya menganalogikan, permasalahan lapas ibarat usus buntu yang tidak diperhatikan, ketika sudah akut baru dilakukan operasi. Sama halnya dengan permasalahan lapas, ketika terjadi kerusuhan, barulah semua pihak memperhatikan.

"Saya heran saat Kemenkumhan ditanya wartawan soal kerusuhan Banceuy. Dia (Yasona) bilang “kalau ada sipir yang terlibat kerusuhan akan saya pecat”. Jangankan Menteri yang ngomong, nenek saya yang sudah mati juga bisa ngomong gitu," kata Arswendo

Kemenkumham yang dipimpin oleh Yasonna, lanjut Arwendo, dinilai tidak mengerti atau bahkan tidak perduli terhadap permasalahan yang ada di lapas. "Atau mungkin bahkan tidak keduanya," kata dia. Padahal menurutnya, permasalahan yang terjadi di lapas merupakan permasalahan yang mudah diatasi, jika Kemenkumham serius untuk memperhatikan masalah tersebut.

"Kalau masalahnya over kapasistas, ya sudah fokus dibenahi. Misalkan memindahkan napi dari satu lapas ke lapas lain, tapi memang itu perlu biaya, duit juga berbicara. Kalau enggak diberesi ya sudah enggak akan selesai," ujarnya.