Nasib Reklamasi

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Pemerintah melalui kementrian lingkungan hidup dan DPR telah sepakat untuk menghentikan sementara, reklamasi yang ada di pantai utara jakarta. Melalui direktur pencegahan dampak lingkungan kebijakan wilayah dan Sektor KLHK, Laksmi Wijayanti dikatakan dari penghentian sementara reklamasi ini, pihaknya telah membentuk tiga tim untuk memastikan besar kecilnya dampak yang ditimbulkan.

 

Selain itu, ada dua tim lain yang bekerja menelusuri dari aspek hukum dan perencanaannya. "ada tim yang akan melakukan investigasi untuk mencari dugaan pelanggaran dari proyek reklamasi ini, dan ada juga ada tim yang bertugas mereview perencanaan dan kajian serta keteknisan bagaimana reklamasi berlangsung dengan startingpoin dampak lingkungan, sosial dan harkat hidup nelayan" ungkap Laksmi Wijayanti dalam diskusi polemik warung daun, Sabtu (23/4)

 

Sementara itu, wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi, menilai penghentian sementara reklamasi yang telah disepakati Komisi IV bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta diputuskan Kementerian Koordinator Maritim, seolah menjadi wacana saja.

 

Karena menurut Yoga, aktivitas terkait reklamasi masih berlangsung. Pemerintah pusat belum mengeluarkan keputusan resmi terkait penghentian reklamasi tersebut.

 

"Kenyataan sampai sekarang masih speak-speak saja, meskipun pemerintah pusat sudah ada kemajuan bentuk tim terpadu untuk reklamasi Teluk Jakarta, tapi sampai saat ini belum dituang dalam keputusan resmi," jelas Yoga 

 

Yoga bahkan menyebut, dari bersama komisi IV memantau bagaimana penyedotan pasir untuk reklamasi terjadi di laut pesisir Desa Lontar, Kecamatan Tirtayasa, Banten. Penyedotan pasir di sana pun menurutnya melanggar aturan.

 

"Karena mereka melakukannya itu setengah mil dari pantai, padahal seharusnya di atas empat mil," ujar Yoga.

 

Ia menyatakan, pemerintah harusnya hadir pada kasus itu. Wajar menurutnya kalau pada akhirnya nelayan kecewa dengan masih adanya kegiatan reklamasi.

 

"Jadi ini sudah berorientasi menjadi bisnis. Lalu bagaimana hak hidup nelayan di situ. Kami menunggu surat (keputusan resmi) tersebut, karena nelayan juga sudah protes tentang hal ini," ujar Yoga.

 

Disisi lain, Guru Besar Managemen Pembangunan Pesisir dan Lautan IPB, Rokhmin Dahuri menyatakan, reklamasi teluk Jakarta memang harus dihentikan karena merusak ekosistem yang ada. Namun, menurutnya ada dampak yang harus dilakukan jika memang reklamasi dihentikan.

 

"Kalau mau hentikan reklamasi, harus kurangi warga Jakarta, maksimal hanya 7 juta penduduk," kata Rokhmin.

 

Menurut rohmin, sengan jumlah penduduk Jakarta yang mencapai 13 juta akan sulit. "Tapi membuat jumlah penduduk Jakarta hanya 7 juta tidak mudah, tidak seperti memindahkan sapi," ujarnya.

 

Untuk itu, dirinya menyarankan agar pemerintah melakukan pembangunan merata di seluruh wilayah Indonesia.

 

"Solusinya adalah pembangunan yang merata agar masyarakat tidak terpaku kepada Jakarta, tapi memang membutuhkan waktu yang cukup lama," ucapnya.

 

Selain itu, dirinya menuturkan, kerusakan ekosistem bukan hanya dari reklamasi namun dari limbah masyakarat Jakarta juga.

 

"Kerusakan ekosistem bukan hanya dari reklamasi, tapi dari limbah baik masyarakat dan perusahaan, maka itu jalan satunya yaitu mengurangi masyarakat Jakarta," katanya

 

Sementara, hasil pantauan Walhi menyebut meratorium reklamasi teluk Jakarta ini harus dibarengi dengan tindakan dari pemerintah, baik masalah hukum maupun masalah kerusakan ekositem yang ditimbulkan.

 

Dewan Daerah Walhi Jakarta Moestaqiem Dahlan menyatakan jangan sampai meratorium ini hanya untuk menghibur para nelayan. "tetapi harus dilanjutkan dengan tindakan hukum, seperti kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari tindakan korporasi, untuk kemudian pemerintah menggugat perusahaan tersebut". ujar Moestaqiem 

 

Selain itu, berkaitan dengan izin ilegal dalam proses reklamasi ini, Moestaqiem meminta pemerintah provinsi memastikan dulu peraturan daerah-nya. "kemudian ada kajian yang jelas dengan perundang-undang yang lengkap, serta hasil amdal yang general sesuai kawasan strategi nasional dalam pelaksanaan reklamasi ini". Ujar Moestaqiem.

 

Untuk itu, pihak nya meminta adanya restorasi kembali kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. "pemerintah seharusnya tidak meminta perusahaan perusak lingkungan bertanggung jawab". Tegas Moestaqiem.

 

Menanggapi hal ini, Staf Khusus Menteri PU-PR Bidang Air & Sumber Daya Air, Firdaus Ali menyatakan reklamasi teluk Jakarta sudah tepat dilaksanakan. "karena DKI Jakarta memiliki undang-undang no.29 tahun 2007, tentang  pemerintah provinsi DKI yang merupakan ibukota negara, di pasal 26 ayat 4 yang menyebut ada kewenangan untuk mengatur tata ruang, sumber daya alam dan lingkungan hidup dan seterusnya" ungkap Firdaus Ali.

 

Lebih lanjut, firdaus menjelaskan, karena DKI memiliki undang-undangnya sendiri maka seharusnya perundang-undang lain bisa mengikuti hirarki perundang-undang. "karena Jakarta disebut ibukota negara, maka ada legacy, spesial teritori dan spesial treatmen". Namun tentu perlu ada  bentuk korektif bila memang terjadi kesalahan dan pelanggaran dari proyek reklamasi ini, jelas Firdaus.

 

Untuk itu, Firdaus Ali yakin masih ada solusi yang perlu dilakukan, agar bisa meluruskan hal yang bekok.