LGBT, Beda Tapi Nyata

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPA))  Asroun Niam menyatakan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transeksual (LGBT) merupakan perilaku yang abnormal yang mengacu pada peraturan perundang-undangan. 

"Yang menjadi pegangan kita sebagai bangsa dan negara yakni Undang-udang, yang sudah menunjukkan bahwa itu abnormal, ada di Undang-undang nomor 44 tahun 2008. Tetapi sesuatu yang abnormal bukan mengingkari prinsip HAM," ujar Asrorun dalam diskusi Sindotrijaya FM di Warung Daun, Cikini Jakarta Pusat, Sabtu (20/2/2016).
 
Namun kata Asrorun, negara harus memberikan  hak-hak kepada kaum LGBT, seperti memberikan ruang yang sama seperti hak mendapatkan layanan pendidikan, layaknya memberikan pelayanan pendidikan kepada penyandang difabel. Kendati demikian KPAI tidak membenarkan adanya penyimpang seksual. Ia mengecam adanya kampanye LGBT di tanah air.
 
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menilai keberadaan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) merupakan fakta yang harus diakui keberadaanya. 
 
"Saya ingin sampaikan bahwa memang LGBT ini merupakan fakta sosial," ujar anggota Komnas HAM Natalius Pigai dalam diskusi dengan tema 'LGBT Beda Tapi Nyata', di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat.
 
Meski demikian, kata Natalius negara mempunyai kewajiban untuk melindungi dan menghormati semua warga negaranya. Natalius menuturkan,  tidak boleh mendiskriminasi kaum LGBT, karena memiliki hak yang sama sebagai warga negara Indonesia.
 
"Negara mempunyai kewajiban untuk melindungi mereka dan harus menghormati mereka, karena mereka warga negara Indonesia. WNA (Warga Negara Asing) saja negara melindungi apalagi warga negara Indonesia, itu yang harus dilakukan,"ucapnya.
 
Sementara mengenai legalisasi perkawinan sesama jenis, Indonesia belum bisa menerapkannya. Hal ini diniliai, permasalahan LGBT di Indonesia sangat berkaitan dengan agama, sosial dan budaya.
 
"Kita harus hormati bahwa itu fakta sosial, tapi kalau ikut membela perjuangan melegalisasi pernikahan sejenis itu masih jauh," ungkapnya.
 
Sementara itu ditempat yang sama Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Deding Ishak mengatakan, Beberapa penelitian dan penjelasan psikologi menyebut bahwa perilaku LGBT tergolong gangguan kejiwaan, tetapi saya tegas berpendapat bahwa kaum LGBT tidak boleh dimusuhi dan didiskriminasi, sebaliknya harus kita rangkul dan kita ajak ke arah pemahaman yang benar.

Namun Deding berharap aktivis hak LGBT tidak menuntut legalisasi perkawinan sejenis. Karena dia prihatin bahwa saat ini berbagai negara mendukung pernikahan sejenis seperti yang dilakukan Belanda.

Jika mereka menuntut hak-hak dasar seperti pendidikan, pekerjaan, dan diakui sebagai warga negara, maka mereka tetap bisa mendapatkan hak tersebut. Tetapi jika mereka melakukan propaganda dan mengajak yang normal untuk menjadi LGBT ini yang harus dicegah.