Senjakala KPK

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Dalam Talkshow Sindotrijaya Network dengan topik “Senjakala KPK”, mantan penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, mengatakan ini bukan saat yang tepat untuk merevisi Undang-Undang KPK oleh DPR. Ia menilai lebih baik lembaga legistatif tersebut menyelesaikan pembahasan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), baru merevisi UU KPK.

"Sebelum merevisi UU KPK, sebaiknya menunggu selesai pembahasan KUHP. Sebab secara filosofis, KUHP kan rumah tangga hukum Indonesia," ujarnya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (6/2/2016).

Abdullah mengatakan, revisi UU KPK saat ini akan mubazir. Itu karena kalau pembahasan KUHP di DPR selesai dan ada yang tidak sesuai dengan UU KPK, UU KPK akan direvisi kembali.

"Kalau UU KPK direvisi sekarang, lalu setahun-dua tahun KUHP selesai, dan nanti ada yang berbenturan, UU KPK akan direvisi lagi," tuturnya.

DPR bersama pemerintah berencana merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. Namun, rencana revisi tersebut mendapat tentangan dari banyak pihak. Alasannya, revisi UU KPK dianggap akan melemahkan lembaga antirasuah tersebut.

Sementara Itu , Partai Gerindra meminta dukungan kepada masyarakat sipil untuk menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.

 

Ketua Badan Legislasi DPR RI Dari Fraksi Gerindra, Supratman Andi Agtas, mengatakan pihaknya kalah jumlah di Senayan untuk menolak revisi UU KPK.

"Kami berjuang mati-matian. Satu fraksi katakanlah kalau dua (ditambah PKS), kami bisa buat apa dengan jumlah anggota itu," kata Supratman saat diskusi bertajuk 'SenjakalaKPK' di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (6/2/2016).

 

Supratman juga mengatakan korupsi adalah kejahatan luar biasa. Oleh karena itu, dukungan yang masif dari koalisi masyarakat sipil sangat diperlukan agar revisi tersebut batal.

"Jangan biarkan kami Partai Gerindra berjuang sendiri mempertahankan KPK," kata Supratman. Supratman mengakui KPK sebagai sebuah lembaga memang memiliki kelemahan. Akan tetapi, kata dia, melihat dari draft tersebut, pembahasan revisi bisa melebar sehingga mengamputasi kewenangan KPK.

"Kami beranggapan tidak ada jaminan, kemudian ini tidak merembet kemana-mana. DPR ini lembaga politik.