Mencari Sang Pembunuh

Tuesday, 30 Nov 1999 - 00:00 WIB

Mantan hakim, Asep Iwan Iriawan, menyatakan bahwa penangkapan dan penetapan status tersangka terhadap Jessica Kumala Wongso (27) tidak serta merta membuktikan bahwa dia bersalah dalam kasus pembunuhan Mirna.

"Penangkapan, penahanan, belum tentu bahwa dia (Jessica) memang terbukti sebagai tersangka dalam kasus tewasnya Mirna meminum kopi yang berisi bahan kimia (zat sianida). Orang ditangkap belum tentu bersalah, harus dapat meyakinkan hakim. Orang yang ditangkap belum tentu salah bisa saja dikeluarkan (dibebaskan)," ujar Asep dalam Diskusi Sindotrijaya Radio di Warung Daun, Jalan Cikini, Jakarta, Sabtu (30/1/2016).

Asep mencontohkan banyak masyarakat yang ditangkap dan ditahan tapi belum tentu ia bersalah, kuncinya adalah pembuktian di pengadilan. Lantaran itu Asep meminta kepada kepolisian memberikan bukti yang kuat sehingga penangkapan Jessica bukan dikarenakan desakan dari masyarakat semata.

Diketahui Jessica ditangkap di Hotel Neo Mangga Dua Square, Jakarta, pagi tadi. Dia pun langsung ditetapkan sebagai tersangka pembunuh Mirna dan saat ini masih menjalani pemeriksaan lanjutan di Mapolda Metro Jaya.

Sementara Itu ditempat yang sama Psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel, meminta pihak kepolisian tidak asal salah tangkap atau melakukan penangkapan praduga tak bersalah terhadap Jessica.

"Saya meminta kepada kepolisian untuk tidak mengikuti opini masyarakat dan takut tidak populer," ujar Reza dalam talkshow yang diadakan Radio Sindotrijaya di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat.

Reza menjelaskan, analisis salah sasaran bisa dilihat dari membandingkan instrumen kejahatan. Orang yang memberikan racun adalah orang yang sempurna, pelaku yang memiliki instrumen kejahatan yang paling sebanding dengan korbannya. Alat kejahatan dalam tewasnya Mirna ialah zat sianida yang tedapat di kopi tersebut.

Namun, zat sianida secara khusus tidak pantas masuk ke tubuh manusia. Untuk membeli zat sianida harus melewati beberapa tahap.

"Zat sianida yang diminum Mirna itu sangat gila-gilaan, sebesar 15 gram, dan tidak sebanding dengan orang yang notabenenya adalah orang biasa," tutup Reza.

Hal yang sama juga di ungkapkan Peneliti hukum dan pakar viktimologi Universitas Indonesia, Heru Susetyo, yang menilai ada unsur viktimisasi dalam penangkapan Jessica Kumala Wongso. "Seolah-olah harus ada pelaku dalam kasus ini.

Ia menjelaskan, pembunuhan Wayan Mirna Salihin bukanlah pembunuhan konvensional. Pembunuhan dengan racun bisa dilakukan dengan jarak jauh. Jadi pelaku tidak harus ada di lokasi. Heru mengatakan Jessica bisa jadi hanya operator, tapi bisa juga tidak terlibat.

Ia berpendapat polisi terlalu terburu-buru menangkap Jessica. Semestinya, polisi menunggu hingga bukti terkumpul. Ia khawatir ada pelaku lain yang tidak terungkap. "Saya khawatir, ketika Jessica ditangkap, tidak ketahuan siapa pelaku sesungguhnya," ucapnya.

lain halnya yang dikatakan Pakar hipnoterapi, Dewi P Faeni, yang menyatakan awal Jessica saat diwawancarai tidak menatap mata. Semestinya ketika seseorang yang sedang diwawancarai menatap mata. Namun, bola mata Jessica selalu menatap ke atas.

"Dia (Jessica) ketika ditanya tidak mau menatap. Awalnya memang dia nervous lalu matanya secara umum melihat ke kanan dan ke atas. Seakan sedang memikirkan sesuatu dan membangun fakta yang salah.

Namun, Dewi mengungkapkan, sikap Jessica sekarang sudah mulai tenang. Ia menduga Jessica sudah terlatih dengan situasi seperti ini sehingga sudah terbiasa berkomunikasi dengan awak media.

"Ada dua alasan munculnya nervous. Pertama, dia (Jessica) sudah mulai terbiasa karena seringnya diwawancarai media. Kedua, adanya perilaku di bawah sadar," tuturnya.

Dewi mengatakan, tidak ada manusia yang dengan mudah melakukan kebohongan. Kebohongan tersebut, lanjut dia, dapat dilihat dari gerak tubuh secara alam bawah sadar.

Dan Menurut Syailendra, salah seorang psikiater, melihat sikap yang ditunjukan oleh Jessica Kumala Wongso (27) sangat tenang ketika diberondong pertanyaan oleh penyidik dan wartawan. 

Menurut Syailendra sikap yang ditunjukan Jessica bisa menandakan dua sisi. "Sikap yang ditunjukan dia (Jessica) selama ini kalau saya lihat sangat tenang, itu bisa menandakan yang pertama kalau memang dia pelakunya dan kedua karena dia tidak melakukan hal tersebut," ungkap Syailendra.

Syailedra menambahkan, Jessica seharusnya melakukan tes kejiawaan agar dapat diketahui atas sikap tenang yang kerap ditunjukan oleh dia selama ini.

"Coba dia (Jessica) dites kejiwaannya, dari situ kan bisa diketahui sikap tenangnya menandakan dia memang tidak melakukan apa-apa atau malah dia (Jessica) sudah terbiasa melakukan tindakan seperti itu," pungkas Syailendra.