Indonesia Siap Integrasikan Dokumen Kesepakatan CSW Ke-68 Dengan Kebijakan Nasional

ANP • Thursday, 28 Mar 2024 - 13:54 WIB

Jakarta – Rangkaian perhelatan Commission on the Status of Women (CSW) ke-68 di New York, Amerika Serikat telah usai. Berlangsung sejak 11-22 Maret, selama rangkaian persidangan Pemerintah Republik Indonesia telah berperan aktif dalam mengawal agenda prioritas terkait kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan serta berbagi pengalaman penerapan kebijakan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di Indonesia. 

“Semua pimpinan, baik pimpinan UN maupun pimpinan negara dalam opening remarks menyampaikan pentingnya memberdayakan perempuan untuk mendukung penurunan kemiskinan di tingkat global. Salah satunya dengan menata institusi atau kelembagaan melalui sinergi dan kolaborasi dalam hal penataan financing system atau sistem keuangan melalui gender budget atau penganggaran yang berperspektif gender,” ujar Deputi Bidang Kesetaraan Gender, Lenny N Rosalin dalam temu media di Kantor Kemen PPPA, Selasa (26/3).

Pada sesi diskusi umum atau general debates pada 14 Maret 2024, Lenny yang mewakili Delri menyampaikan pernyataan nasional berisi penegasan tiga (3) pokok penting. Pertama, Negara anggota CSW dan UN harus terus menempatkan posisi perempuan dalam central agenda pengentasan kemiskinan. Kedua, perlunya penguatan institusi untuk secara efektif mempromosikan kesetaraan gender, memberdayakan perempuan dan mengentaskan kemiskinan. Ketiga mempromosikan mekanisme inovasi untuk pendanaan pengentasan kemiskinan yang memberi manfaat bagi perempuan

Indonesia juga turut menyampaikan pernyataan nasional pada sesi Ministerial Roundtable II atau pertemuan tingkat Menteri dengan tema “Good practices for strengthening institutions and maximizing financing to achieve gender equality and empower all women and girls”. 

“Pada pernyataan nasional pertemuan tingkat Menteri yang diangkat adalah terkait pelaksanaan dan pengembangan kebijakan pemerintah RI (Pemri) terkait penganggaran responsif gender. Kebijakan dimaksud mencakup berbagai peraturan terkait, penyusunan strategi nasional, dan pengarusutamaan perspektif gender secara komprehensif dari proses perencanaan, penganggaran, monitor, evaluasi, hingga audit. Pemri juga menerapkan solusi inovatif penganggaran blended finance untuk mendorong visi kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan,” jelas Lenny.

Lenny menyebut langkah penting selanjutnya yang harus dilakukan adalah menindaklanjuti hasil rekomendasi global yang tertuang dalam The Agreed Conclusions. 

“Sebetulnya yang penting adalah what next atau langkah berikutnya. Bagaimana setiap negara merespon agreed conlusions. Semua agreed conclusions itu perlu ditindaklanjuti oleh tiap-tiap negara sesuai situasi dan kondisi. Caranya, sinergi dan kolaborasi pentahelix harus menjadi tulang punggung peran kita. Kita juga perlu mengintegrasikan ke regulasi yang utama, yaitu harus terintegrasi ke RPJP Nasional 2025-2045, agar setiap lima (5) tahun diagendakan dalam RPJM Nasional, dan akhirnya masuk ke dalam rencana kerja tahunan pemerintah dan dari sanalah dapat penganggaran. Ini satu rangkaian yang harus dilakukan dan tentu berproses,” tutur Lenny.

Staf Ahli Menteri PPPA Bidang Hukum dan HAM, Indra Gunawan turut menambahkan dalam perjalanannya disadari masih banyak tantangan di dalam upaya-upaya pemberdayaan perempuan, terutama dalam bidang ekonomi. Namun, program-program pemerintah saat ini yang sedang dan sudah dilakukan juga sudah menunjukkan banyak kemajuan yang dilakukan Indonesia. 

“Tantangan ke depan yang juga banyak dibicarakan dalam CSW adalah terkait care economy atau ekonomi perawatan yang ke depan tentu perlu menjadi perhatian kita bersama karena sebenarnya banyak kerja-kerja perawatan yang kontribusi perempuan juga sangat banyak di sana. Tentunya perlu dukungan pemerintah dan berbagai kebijakan untuk mendorong bahwa ini adalah bagian dari upaya pemberdayaan perempuan dan mewujudkan kesetaraan gender di Indonesia,” ujar Indra.

Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, Indah Nuria Savitri mengatakan ada banyak kompleksitas isu terkait perempuan dan anak perempuan yang dihadapi global saat ini, di tengah berbagai konflik perang dan lainnya yang membawa ratifikasi dalam proses perundingan dokumen The Agreed Conclusions CSW ke-68 atau dokumen hasil kesepakatan seluruh negara peserta CSW. Dalam dokumen ini terdapat 133 paragraf tentang tindakan dan investasi yang dapat mengakhiri kemiskinan perempuan dan memajukan kesetaraan gender yang mencakup tiga (3) prioritas utama yang berkaitan dengan tema utama CSW. Pemri juga turut memberikan sumbangsih dalam dokumen konklusi tersebut. 

“Kami memasukkan isu-isu terkait pemastian hak atas pendidikan dan kesehatan untuk perempuan dan anak perempuan itu juga terpenuhi dengan baik. Kami juga memastikan isu pemajuan hak-hak pekerja migran perempuan juga masuk dalam referensi ini dan mendapat perhatian yang baik. Ini juga jadi sorotan dan prioritas Pemri,” ujar Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, Indah Nuria Savitri.

Selain itu, upaya-upaya pengentasan kemiskinan dan peran sentral perempuan juga menjadi elemen penting yang turut didorong untuk memastikan peran signifikan bagi perempuan. Hal ini merujuk pada banyak pendekatan inovatif yang dilakukan perempuan untuk mendukung pemberdayaan ekonomi dan akhirnya dapat membantu upaya pengentasan kemiskinan.

“Pemerintah Indonesia juga akan mengawal paragraf yang memastikan perlindungan terhadap hak-hak perempuan dari berbagai bentuk kekerasan, diskriminasi, dan perempuan yang saat ini berada dalam situasi konflik,” tambah Indah Nuria.